Mohon tunggu...
Daniel SetyoWibowo
Daniel SetyoWibowo Mohon Tunggu... Tutor - Tutor kelompok belajar anak-anak

Seorang warga negara Indonesia yang mau sadar akan kewarganegaraan dengan segala ragam budaya, agama, aliran politik, sejarah, pertanian / kemaritiman tetapi dipersatukan dalam semangat nasib dan "imagined communities" yang sama Indonesia tetapi sekaligus menjadi warga satu bumi yang sama.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Thanks God !" Itu Saja

24 Juni 2019   11:43 Diperbarui: 24 Juni 2019   11:53 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Dan ketika mengalami overdosis dan diantar diam-diam ke kamarnya oleh teman-teman pecandunya karena takut menanggung resiko bila ia meninggal dunia, Relon bisa sadar diri dan bisa melewati masa kritisnya itu. 

Setelah itu, hatinya hampa. Merasa sendirian dan kesepian. Ia merasa pusing dan benar-benar tidak ingat apa yang sedang terjadi pada dirinya sampai ia menemukan buku untuk dibaca. Buku itu buku rohani berjudul Rasa Tertolak yang diperolehnya ketika mengadakan retret anak muda.

buku116a-5d1052250d823044575297b2.jpg
buku116a-5d1052250d823044575297b2.jpg
Anehnya, ingatannya justru berangsur-angsur pulih dengan membaca buku itu. Ia bahkan diliputi rasa bersalah. "Oh.. Tuhan ! Betapa berdosanya aku selama ini. Kalau ada manusia paling bejat di dunia, mungkin akulah orangnya. Tuhan ??? Baru kali ini aku menyebut nama Tuhan. Selama ini aku jauh dari Tuhan." (hal. 93)

Pergulatan batinnya membawa Relon Star berani mengumpulkan keluarganya, yakni Papa, Mami Caroline Weol dan kakak-kakaknya. Ia menceritakan keadaan dirinya yang sesungguhnya dan meminta bantuan agar keluarganya menolong dirinya. Dan, "Thanks God ! Itu saja." mengubah kehidupan Relon dan keluarganya.

Dari Rokok ke Ganja 

Buku ini suatu kisah yang diungkapkan seorang remaja menginjak dewasa di kota metropolitan Jakarta yang terjerat dalam narkoba. Ia terjerat justru ketika kelas 2 SMP. Awalnya ditawari rokok setiap hari oleh teman-teman. Dari rokok meningkat ke ganja dan meningkat lagi ke jenis narkoba lainnya yang lebih memiliki efek lebih besar lagi.

 "Pemandangan teman-temanku mengisap rokok sudah menjadi santapan sehari-hari. Pemandangan seperti ini tidak pernah aku jumpai di sekolah yang lama. Hampir setiap hari teman-teman yang brutal di sekolah ini mendekatiku. Mereka menawari aku rokok. Mula-mula aku tidak mau. Rasa takut masih menyelimuti hatiku. Tapi, setiap hari mendapat tawaran seperti itu, aku mulai tergoda - rasanya sayang jika diabaikan." (hal. 17)

Sungguh suatu keadaan yang memprihatinkan. Layak menjadi perhatian bukan hanya pihak sekolah tetapi juga orang tua dan masyarakat pada umumnya.

"Pemandangan teman-temanku mengisap rokok sudah menjadi santapan sehari-hari. Pemandangan seperti ini tidak pernah aku jumpai di sekolah yang lama. Hampir setiap hari teman-teman yang brutal di sekolah ini mendekatiku. Mereka menawari aku rokok. Mula-mula aku tidak mau. Rasa takut masih menyelimuti hatiku. Tapi, setiap hari mendapat tawaran seperti itu, aku mulai tergoda - rasanya sayang jika diabaikan." 

Buku ini, disamping menceritakan bagaimana pola hubungan dan gaya hidup ramaja di Ibukota, juga memberi semangat baru terhadap upaya lepas dari jerat narkoba.

Sangat bagus dibaca remaja, pendidik, orangtua, dan siapa saja yang tertarik tentang masalah narkoba, khususnya upaya penanggulangannya. Selamat membaca.

Daniel Setyo Wibowo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun