Wawan memang diajari oleh keluarganya untuk menekuni sawah sebagai mata-pencarian kelak ketika ia dewasa. Banyak teman-temannya yang tidak mau ke sawah atau dididik bertani meskipun keluarganya petani.Â
Namun, ada juga yang sudah tidak mau sekolah tetapi menjadi buruh tani saja untuk menopang ekonomi keluarga yang subsiten. Menurut rencana, setelah lulus SMP, Wawan disekolahkan ke SMK Pertanian yang ada di Pare, Kabupaten Kediri. Di Blitar sendiri dan beberapa kota lain tidak ada sekolah pertanian.
Kisah di atas adalah sepenggal kisah yang bisa membangkitkan optimisme tentang masa depan pertanian di Indonesia. Meskipun demikian, masih banyak kisah yang menunjukkan permasalahan konkrit pertanian yang menggelayuti para petani kita sehingga tantangan ke depan semakin kompleks.
Untuk memahami apa yang sedang berkecamuk dalam pertanian, mungkin Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian, Pending Dadih Permana, dapat mengurai benang kusut permasalahan itu. Ia dalam suatu kesempatan menegaskan, "Salah satu titik lemah pertanian kita adalah sulitnya mempertahankan kualitas produksi dan memasarkan produk-produk hingga ke luar negeri.Â
Di sisi lain, lahan pertanian semakin berkurang dan petani pun semakin berkurang." (Lihat. https://nasional.tempo.co/read/836061/kementerian-pertanian-siapkan-program-regenerasi-petani/full&view=ok)
Apa yang ingin disampaikan oleh Kepala BPPSDMP yang juga menjadi program andalan Mentan, ini sebenarnya konsekuensi logis dari keprihatinannya terhadap pertanian dan nasip petani. Tidak heran bila diluncurkan Gerakan Regenerasi Petani setidaknya sudah dua tahun yang lalu. Di samping itu, program penumbuhan wirausahawan muda pertanian juga tetap dilanjutkan guna mempercepat tumbuhnya generasi petani baru.
Memberi beasiswa, meluncurkan program Gerakan Pemberdayaan Petani Terpadu (GPPT), target setiap penyuluh pertanian yang melahirkan lima petani muda yang dibimbing secara intensif di Balai Penyuluh Pertanian, menciptakan peluang-peluang kerjasama petani, program magang, studi banding adalah program konkrit yang sedang dan akan dijalankan oleh pemerintah.
Bagaimanapun baiknya suatu program dan berhasil tidaknya suatu program, sangat ditentukan juga dari pihak penerima program itu sendiri, yaitu petani. Bila petani tidak siap untuk itu, tentu program-program kemungkinan tidak tepat sasaran akan besar dan akhirnya hasil yang diharapkan juga tidak maksimal. Namun, kalau dari pihak petani sendiri sudah siap seperti dikisahkan dalam kisah di atas, maka keberhasilan tinggal menunggu waktu yang tidak terlalu lama.
Karena itu, perhatian terhadap faktor petani dan keluarganya sangat penting. Regenerasi petani, menurut hasil penelitian Sri Bintang Pamungkaslara di Kabupaten Grobogan, merupakan suatu proses pergantian generasi dari generasi tua petani kepada generasi muda melalui mekanisme transfer usahatani untuk masa yang akan datang yang direpresentasikan dalam bentuk dorongan orang tua (petani) kepada keturunannya (anak petani) untuk melanjutkan kegiatan usahatani yang terbagi ke dalam 4 variabel yaitu dorongan petani kepada anaknya dalam memberikan pesan kepada anaknya untuk melanjutkan kegiatan usahatani, dorongan petani dalam melibatkan anaknya untuk membantu dalam kegiatan usahatani, dorongan petani dalam memberikan pesan kepada anaknya untuk senang dan mencintai kegiatan pertanian, dan dorongan petani dalam mengajarkan kepada anaknya bahwa pekerjaan petani merupakan pekerjaan yang mulia. (Baca)