Mohon tunggu...
Humaniora

Bela Negara ala Gue

4 November 2015   13:36 Diperbarui: 4 November 2015   14:29 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

SANG GERILYA, adalah seorang Putera/Puteri, seorang Pemuda/Pemudi Indonesia, yang taat-setia kepada PROKLAMASI dan KEMERDEKAAN 100% dengan menghancurkan SIAPA SAJA yang memusuhi Proklamasi serta Kemerdekaan 100%.

Tan Malaka,Gerpolek

Setiap pemberitaan tentang Bela Negara terbesit dalam pikiran adalah Wajib Militer.karena penyelengaranya adalah Kemenhan  yang dipandegani  Militer,dari AD lagi.Nggak salah kalau berpikiran Bela Negara=Wajib Militer.Lantas apa yang mesti dibela... Banyak yang alergi program ini,Saat buruh pabrik banyak yang di PHK karena pengusaha takut pada  Dollar lebih perkasa daripada Rupiah selanjutnya harus bertahan hidup dengan cara sendiri,

Saat rakyat Sumatra ,Kalimantan dan Papua kena penyakit ispa karena sudah hampir 5 bulan  terpapar dan terkepung asap,akibat pembakaran  hutan oleh pengusaha yang kong kalikong dengan Eksekutif Daerah .Pejabat makan nangkanya tapi rakyat  kena getahnya.atau Salim Kancil jadi korban konspirasi pengusaha lokal dan aparat.

Belum lagi kinerja Anggota Dewan yang menurut ahli kebijakan publik sangat memprihatikan,hanya sekitar 4 undang undang yang dihasilkan,jauh dari traget,anehnya mereka sok peduli dengan memakai masker saat pembukaan rapat,katanya sebagai bentuk kepedulian dari bencana asap.Sangat menggelikan .Siapa yang akan kita bela sekarang?Militer,Pejabat,Anggota Dewan atau Jokowi? Atau kita sendiri yang harus bela sendiri?

Pihak Militer lebih gesit daripada Sipil dialah Menteri Pertahanan kita. Sang Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu menerjemahkan beberapa program  Nawa Cita dan Revolusi Mental melalui Program Bela Negara(walaupun  dijaman SBY sudah digagas) itu berkata: kalau semua warga-bangsa Indonesia harus bela negara, wajib hukumnya. Tak tanggung-tanggung, bela negara ini harus diterapkan semenjak TK sampai usia 50 tahun, semua kena. Sangat Heroik. Bela negara! Bagaimana tidak heroik, kita dituntun membela negara kita?”

Dengan bela negara ini nantinya persoalan dari konflik tukang ojek sampai masalah asap yang lagi ramai,peristiwa intoleransi di Tolikara dan Aceh Singkil  itu akan dengan mudah terselesaikan”,begitu kata Kepala Badan Pendidikan dan Latihan Kementerian Pertahanan, Mayor Jenderal TNI Hartind Asrin

Apa bisa?(berupaya untuk positif thinking saja).Kalau ditilik  kurikulum pelatihan bela negara tidak ada materi militer, yang ada baris berbaris. Inti dari kurikulum ialah lima nilai dasar, yakni cinta Tanah Air, rela berkorban, sadar berbangsa dan bernegara, meyakini Pancasila sebagai ideologi negara, serta memiliki kemampuan awal dalam bela negara baik fisik maupun nonfisik,dengan komposisi 70%-80% teori dan 30%-20% outdoor actifity seperti outbound,diasramakan selama 1 bulan, dengan jumlah peserta 100 juta orang dengan target waktu 10 tahun,bagi seluruh WNI tidak memandang bulu berbagai profesi.Betul-betul fantastis untuk menggerakan massa sebanyak itu.

 Sepertinya program yang sedikit dipaksakan.Kegiatan ini selama hidup saya di Indonesia sudah saya dapat di bangku Sekolah dari SD sampai Perguruan Tinggi,dari pelajaran PMP thun 80/90an, penataran P4,PPKN sampai Film doktrin Pengkianatan PKI semuanya mengarah ke teori  Bela Negara versi Orba.Tapi selanjutnya seperti dikhianati oleh negara sendiri,karena luka sejarah tahun 1965 ditutup tutupi sebetulnya negara mampu menyatakan sejarah yang sebenarnya tapi tak mau atau malah diselewengkan dan direkayasa demi kepentingan sepihak,

Dan sejak tahun itulah supremasi Militer begitu kuat,kemudian bangsa ini berpersepsi  2 ideologi yang harus hilang dari bumi Indonesia adalah Komunisme(dengan slogan “Waspada terhadap bahaya laten Komunis”) dan separatisme(“NKRI harga mati”).Akibatnya kita dipaksa untuk membenci perbedaan,gampang menyalahkan,curiga pada pergerakan penegakan hak asasi manusia,anti kritikan,anti rekonsiliasi korban G30S ,terlebih  bagi pihak militer takut pada supremasi sipil.

 Mengapa harus militer yang mengadakan program ini?Inilah yang menjadi banyak resistensi  dari rakyat.Karena rakyat tak ingin jadi tumbal pelemparan kesalahan bila terjadi kegagalan program dan sebetulnya sipil ingin kuat seperti militer,tapi apa daya sekat-sekat akses sudah terkontrol sejak orba,walau di era reformasi militer telah merekontruksi dan mereformasi  peran Militer hanya di ranah Pertahanan saja,nyatanya sekarang mulai melirik lagi  ke ranah politik praktis,indikasi ini nampak begitu masifnya oknum-oknum militer “berebut lahan”secara legal maupun “legal”(dibaca ilegal) dengan oknum oknum Polisi. Tidak ada yang bisa mengontrol militer Indonesia—kecuali rakyat yang berani beraksi dan berorganisasi-berkomunitas. Ini kenyataan mengerikan. Padahal menjadi negara demokrasi, ukuran pertama dan utamanya adalah derajat kontrol terhadap militer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun