Mohon tunggu...
Daniel Nugraha
Daniel Nugraha Mohon Tunggu... Lainnya - Civil Journalism

Saya Daniel, lahir pada 27 oktober 1997 dan besar di kota Surabaya, Jawa Timur. Bergabung di kompasiana dengan harapan bisa mengasah skill copywriting saya sekaligus berbagi ilmu, saya adalah penggemar berbagai karya seni dan disiplin ilmu pengetahuan karena saya ingin mengetahui lebih dalam akan dunia tempat saya hidup. Saya percaya hidup adalah sebuah pengalaman berpetualang bukan hanya menjalani hidup dalam sebuah sistem bermasyarakat namun sekaligus kesempatan bereksplorasi. Hobi saya antara lain membaca buku dan artikel, mendengarkan musik, menonton film. Semoga apa yang saya tulis bisa menjadi inspirasi dan membuka perspektif baru bagi para pembaca. Terima Kasih

Selanjutnya

Tutup

Financial

Risk dan Money Management dalam Saham

1 Maret 2021   14:20 Diperbarui: 3 Maret 2021   09:14 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Risk Management

Dollar Cost Averaging (DCA) adalah strategi investasi jangka panjang dengan cara berinvestasi secara berkala atau rutin. Strategi ini lebih mengandalkan pengoptimalan biaya (cost) rata-rata investasi dalam jangka panjang, berbeda dengan strategi timing the market yang mengutamakan keahlian seorang investor dalam menentukan bottom (titik terbawah) pergerakan pasar dan sekali masuk dengan jumlah besar. 

Strategi Dollar Cost Averaging ini lebih untuk investor yang memiliki modal sedikit tetapi rutin berinvestasi. Dollar Cost Averaging cocok juga bila digunakan untuk investasi dengan jangka waktu yang panjang dengan mengutamakan objektif akhir investasi dan bukan keuntungan jangka pendek.

Kelebihan strategi DCA yaitu praktis karena investor tidak perlu analisis pasar yang mendalam dan dapat melakukannya secara autodebet atau terpotong otomatis dari rekening dalam jumlah yang sama setiap bulannya. Dengan strategi ini tentu saja modal yang diperlukan lebih terjangkau daripada strategi Lump Sum.

Sebagai contoh ketika ingin membeli suatu saham sebanyak 10 lot maka pembelian bisa dilakukan sebanyak 10 kali dalam periode 10 bulan. Harga beli 3000, 3200, 2500, 2700, 2600, 2200, 2900, 3000, 2500, dan 2400 maka harga rata-rata menjadi 2700.

Dari hasil perhitungan dapat terlihat apabila nilai rata-rata saham yang dimiliki lebih rendah dari harga pertama kali membeli. Apabila harga saham saat ini bergerak naik dari 2400 menjadi 3000, maka potensi keuntungan yang diperoleh adalah 300 poin. Uang yang bisa didapat adalah Rp. 300.000,- (potensi keuntungan x jumlah lot yang dibeli x jumlah lembar saham dalam satu lot).

Lump Sum dalam investasi adalah strategi menyetorkan uang dalam jumlah besar sekaligus ke dalam instrumen investasi. Strategi ini cocok untuk investor dengan penghasilan tetap, bermodal besar, dan sudah memiliki pengalaman. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman soal timing yang tepat untuk investasi, yakni ketika pasar benar-benar sedang mengalami koreksi besar-besaran di masa krisis dan pada saat yang sama sebenarnya mulai terjadi pemulihan kondisi ekonomi.

Kelebihan strategi ini adalah keuntungan yang maksimal, terutama saat kinerja pasar untuk jangka pendek atau menengah terbilang positif. Oleh sebab itu, strategi Lump Sum ini cocok untuk investor yang simpel dan tidak ingin repot berinvestasi secara bertahap.

Sebagai contoh ketika ingin membeli suatu saham sebanyak 10 lot maka pembelian dilakukan dalam 1 kali pembelian karena yakin bahwa harga beli tersebut merupakan harga terendah. Harga beli 3000maka harga rata-rata menjadi 3000.

Money Management

Dari grafik IHSG yang ada dapat disimpulkan bahwa tahun 2008 dan tahun 2020 merupakan saat yang tepat untuk melakukan investasi karena pada kedua tahun tersebut sedang terjadi kondisi krisis yang membuat banyak harga saham menjadi murah sehingga investor bisa membeli jumlah lot saham yang lebih banyak dibandingkan saat kondisi normal.

Untuk menyiasati kesempatan yang langka tersebut, maka kita harus pintar dalam mengalokasikan uang ketika membeli. Alasan disebut kesempatan langka karena hal tersebut hanya terjadi 1 dalam rentang waktu 10 tahun. Berikut beberapa cara/tips yang bisa dilakukan:

  • Lihat dulu saham-saham berkapitalisasi besar
  • Alasannya adalah karena saham berkapitalisasi besar (bluechip) ketika kondisi normal susah untuk turun dalam jumlah besar dan bila dilihat dalam jangka waktu 5 tahun, maka saham-saham berkapitalisasi besar (bluechip) cenderung naik seiring dengan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan.
  • Untuk itu kita bisa mengalokasikan sekitar 80% uang yang dimiliki ke dalam saham- saham berkapitalisasi besar (bluechip). Contoh saham-saham bluechip diantaranya BBCA, BBRI, BMRI, BBNI, ASII, UNVR, ICBP, INDF, GGRM, HMSP, KLBF, TLKM.
  • Untuk sisanya sebesar 20% kita bisa belanjakan saham-saham second liner.
  • Hitung dulu nilai wajar dari sebuah saham
  • Alasannya agar kita dapat mengetahui potensi keuntungan dari saham yang dibeli. Nilai wajar bisa didapat dengan mengalikan antara rata-rata PBV selama beberapa tahun umumnya 3 hinggga 5 tahun dengan current book value per share.
  • Contoh ilustrasi:
  • Harga saham saat ini 90 dan harga wajar 100, maka persentase keuntungan 11%. 
  • Harga saham saat ini 80 dan harga wajar 100, maka persentase keuntungan 25%.
  • Harga saham saat ini 70 dan harga wajar 100, maka persentase keuntungan 43%.
  • Harga saham saat ini 60 dan harga wajar 100, maka persentase keuntungan 67%.
  • Harga saham saat ini 50 dan harga wajar 100, maka persentase keuntungan 100%.
  • Harga saham saat ini 40 dan harga wajar 100, maka persentase keuntungan 150%.
  • Harga saham saat ini 30 dan harga wajar 100, maka persentase keuntungan 233%.
  • Harga saham saat ini 20 dan harga wajar 100, maka persentase keuntungan 400%.
  • Harga saham saat ini 10 dan harga wajar 100, maka persentase keuntungan 900%.
  • Harga saham saat ini 1 dan harga wajar 100, maka persentase keuntungan 9900%.
  • Pastikan uang yang diinvestasikan bukan uang dapur (uang kebutuhan sehari-hari)
  • Alasannya kita harga baru mulai naik tetapi kita membutuhkan uang untuk membayar tagihan, hutang, dsb maka kita kehilangan potensi untuk mendapatkan profit yang lebih besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun