Tepat jam 7 pagi, Argo Muriaku meninggalkan Stasiun Gambir. Aku duduk di kursi dekat jendela, tempat yang selalu aku idamkan setiap kali naik kereta. Dari sini, pemandangan dunia luar tampak begitu mempesona, seperti lukisan hidup yang berubah setiap detiknya.
Pemandangan perkotaan Jakarta berganti dengan pemukiman warga dan lanskap sawah yang hijau. Tak kalah menariknya, aku bisa melihat laut pesisir utara. Hingga akhirnya Argo Muria tiba di Stasiun Tawang jam 12 siang.
Dari Stasiun Tawang, aku naik bus TransSemarang menuju Terminal Terboyo. Dari terminal aku melanjutkan perjalanan dengan bus antarkota menuju Pati, kampung halamanku.
Hujan turun hampir setiap hari pada bulan Desember dan Januari. Aku lebih banyak menikmati waktu di dalam rumah. Atau sesekali ngobrol dengan para tetangga di warung Bu Lik di depan rumah.
Sore itu, cuaca cukup cerah. Waktu yang tepat untuk keluar rumah, jogging sambil menikmati suasana kota Pati.
Kupakai sepatuku, lalu beranjak meninggalkan rumah. Kurang dari 10 menit, aku telah tiba di alun-alun kota. Tempat ini sering dipakai oleh warga untuk berolahraga, setiap pagi dan sore.
Aku bersemangat mengelilingi alun-alun. Baru satu putaran, tiba-tiba aku merasakan ada yang aneh di bawah kakiku. Aku menengok ke bawah sambil mengangkat kaki kananku. Wah, sol sepatuku ngelotok!
Aku menghela napas panjang. Rencana untuk menyelesaikan jogging hari itu sepertinya terganggu.
Dengan sepatu yang rusak, aku berjalan pulang sambil tetap menikmati suasana sore. Kebetulan ada dua kedai kopi yang baru buka. Saat mudik lebaran sebelumnya, kedua tempat ini belum ada. Menariknya, kedua tempat ngopi ini menggunakan nama kopi klotok.