Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Lagu Ini Mewakili Perasaan Perantau yang "Ambyar" Tak Bisa Mudik Lebaran Tahun Ini

27 April 2020   20:50 Diperbarui: 27 April 2020   22:11 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah hampir 2 bulan denyut aktivitas di kota-kota di Indonesia mengendur. Pagebluk Covid-19 telah mengubah banyak segi kehidupan, membatasi jarak dan interaksi masyarakat di dunia nyata. Beruntung kita berada di era digital, sehingga sebagian aktivitas bisa dialihkan ke dunia maya.

Bekerja dari rumah menjadi tren baru. Laptop atau gawai yang tersambung ke jaringan internet menjadi kebutuhan penting. Pertemuan di dunia nyata beralih menjadi tatap muka di layar laptop dan telepon pintar.

Aktivitas keagamaan ikut terpengaruh. Kegiatan ibadah yang semula leluasa dilakukan, kini dibatasi. Sebagian besar masjid, gereja, dan tempat ibadah lainnya ditutup, dan umat dianjurkan beribadah di rumah masing-masing. Hal ini dilakukan demi menghindari penyebaran virus Corona.

Jumat lalu umat muslim mulai menjalankan ibadah puasa Ramadan. Tentu saja, bulan puasa tahun ini terasa lain dan lebih istimewa dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sholat tarawih yang biasanya dilaksanakan di masjid, dipindahkan ke rumah. Tidak mengenakkan memang.

Di hari-hari terakhir Ramadan, kegiatan mudik biasa dilakukan oleh sebagian besar perantau. Sungkem dengan kedua orang tua di kampung halaman, bertemu dengan saudara, kerabat, dan teman-teman adalah hal yang membawa kebahagiaan tak terperi. Rasa rindu yang tertahan berbulan-bulan, terbayar lunas setelah bertemu langsung dengan orang-orang tercinta.

Namun tahun ini perasaan rindu untuk bertemu muka dengan muka tersebut perlu ditahan. Mudik lebaran tahun ini menjadi kegiatan "terlarang", demi kesehatan dan keselamatan bersama. Akses keluar dan masuk Jabodetabek (dan beberapa kota lainnya) dijaga ketat, demi mencegah kaum perantau kembali ke kampung halaman.

Rasa sedih pasti ada. Ambyar, tentu saja.

Bisa jadi, lagu "Ora Bisa Mulih" sangat mewakili perasaan ambyar para perantau, seperti saya, saat ini. Lagu berbahasa Jawa yang judulnya berarti tidak bisa pulang ini pertama kali saya dengar saat konser amal yang disiarkan Kompas TV beberapa waktu lalu. Lagu ini dinyanyikan secara duet oleh Arda dan Didi Kempot, The Godfather of Broken Heart. Suara merdu Arda membuat saya penasaran ingin tahu lebih lanjut siapa dia.

Bocah difabel ini pertama kali bertemu dengan Didi Kempot dalam sebuah hajatan di Klaten, Jawa Tengah. Saat itu Arda menyumbangkan lagu milik Didi berjudul Suket Teki. Didi Kempot terpukau dan akhirnya tertarik mengajak Arda untuk rekaman.

Sebuah lagu secara khusus dibuat oleh Didi Kempot untuk Arda. Dan lagu berjudul "Tatu" (artinya: luka) yang dinyanyikan Arda mendapat respon positif oleh masyarakat. Karena lagu inilah kemudian nama Arda dikenal juga dengan Arda Tatu.

Di konser amal Kompas TV tersebut, Arda membawakan dua lagu yaitu Tatu dan Ora Bisa Mulih. Lagu Ora Bisa Mulih sebenarnya bukan lagu baru. Di kanal Youtube, akun Didi Kempot Official bahkan sudah mengunggahnya di tahun 2019. Di sini, sang maestro campursari menyanyikan sendiri lagu ciptaanya. Didi Kempot Official kemudian mengunggah kembali lagu tersebut pada bulan April 2020. Namun, di video kali ini Arda yang menyanyikannya.

Lagu Ora Bisa Mulih bercerita tentang seorang yang tidak bisa pulang ke kampung halaman untuk merayakan Lebaran bersama keluarga karena harus bekerja di perantauan. Lirik lagu ini sangat relevan dan mewakili perasaan perantau yang ambyar karena tidak bisa mudik lebaran tahun ini. Saya tuliskan bait pertama lagu ini:

Mak bapak aku ora biso mulih, bada iki atiku sedih
Mak bapak aku ora teko, neng kene aku ora bisa lunga
Mung donga lan pujimu sing tak suwun jroning uripku

Yang artinya yaitu:

Ibu bapak aku tidak bisa pulang, lebaran ini hatiku sedih
Ibu bapak aku tidak datang, di sini aku tidak bisa pergi
Hanya doa dan pujimu yang ku minta di hidup ini

Di tengah kondisi pagebluk, kita memang harus menahan diri untuk tidak mudik. Menyimpan dan menahan rindu sementara waktu, menjadi cara terbaik hingga suatu saat nanti kita bisa berkumpul lagi dengan orang-orang yang kita cintai.

Secara pribadi, untuk Ramadan 2020 ini saya hanya berharap agar pagebluk segera berakhir.

Sudah cukup kita dibuat susah olehnya: menjaga jarak dengan teman-teman, bertemu dan bertatap muka hanya di layar digital, tempat-tempat ibadah ditutup dan beribadah di rumah saja, menahan rindu karena tak bisa mudik lebaran.

Cukup, jangan terulang lagi keadaan seperti ini di tahun-tahun mendatang! Jangan biarkan perasaan ambyar ini berlanjut tanpa henti!


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun