Sejak akhir 2018, ada sesuatu yang baru yang saya lihat saat pulang ke kampung halaman di Pati. Sebuah patung bandeng futuristik selalu menyita perhatian saat saya melintas di ujung barat Jalan Lingkar Selatan.
Patung bandeng ini berukuran cukup besar, dengan panjang 26 meter dan lebar 6 meter. Tampilannya mengingatkan saya akan robot di film Transformers, namun dalam rupa ikan.Â
Tubuh luar ikan terbuat dari susunan lempengan metal, lalu ada sayatan di bagian perut. Dari sayatan ini, terihatlah bagian jeroan berupa rangkaian puluhan roda gigi dengan warna keemasan.
Tugu bandeng ini menjadi ikon sekaligus penyambut kedatangan para warga Patu atau pengunjung dari arah barat, yaitu dari Semarang atau Kudus. Tugu tersebut persis berada di pinggir Jalan Raya Pos (Jalur Daendels) yang melalui kota Pati.
Dipilihnya ikan bandeng sebagai ikon tentu bukan tanpa alasan. Salah satu kecamatan di Kabupaten Pati, yakni Juwana, terkenal sebagai daerah penghasil bandeng. Bahkan bandeng presto di Semarang yang tersohor, konon mencatut brand Bandeng Presto Juwana.
Ikan bandeng banyak dibudidayakan di pertambakan di Juwana. Saat melintasi Jalan Raya Pos di Juwana menuju Rembang, hamparan luas petak-petak tambak menjadi pemandangan yang lazim dijumpai di kiri-kanan jalan. Tambak tersebut tak seluruhnya berupa tambak bandeng, ada juga tambak garam.
Tidak hanya menjadi penghasil perikanan tambak, Juwana juga menjadi penghasil perikanan tangkap (perikanan laut). Saya sempat berkunjung ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang berada di Desa Bajo, Juwana. TPI ini tidak berada di pesisir atau pantai, tetapi berdiri di tepi Sungai Silugonggo atau Sungai Juwana.
Hasil tangkapan ikan laut oleh nelayan-nelayan Juwana jumlahnya cukup melimpah. Konon, ikan yang dijual di Muara Baru, Jakarta, didatangkan dari Juwana. Beberapa ikan lokal yang pernah saya lihat di TPI Juwana misalnya banyar atau kembung, lonco, dorang, dan sebagainya.
Baik ikan tambak maupun ikan tangkap, jumahnya berlimpah di Juwana. Tidak mengherankan jika kuliner berbasis ikan tersebut juga bisa didapatkan di warung, kafe, atau restoran setempat yang menyajikannya dalam bentuk olahan goreng, bakar, pindang, presto, hingga mangut.
Pada setiap 100 gram ikan bandeng, setidaknya terdapat kandungan nutrisi dan vitamin seperti kalori (123 kal), lemak (4,8 gram), protein (20 gram), fosfor (150 mg), kalium (271,1 mg), kalsium (20 mg), zat besi (2 mg), natrium (67 mg), vitamin A (45 mcg), vitamin B1 (0,05 mg), hingga vitamin B2 (0,2 mg). Selain itu, ikan bandeng atau milkfish ini kaya akan asam lemak omega-3 dan omega-6 yang baik untuk kesehatan tubuh.
Karenanya, ikan bandeng memiliki beragam manfaat seperti untuk menjaga daya tahan tubuh (karena kandungan zat besi dan vitamin A), merawat tulang dan gigi (kalsium, fosfor), merawat fungsi ginjal (vitamin B12), dan menurunkan kadar kolesterol (asam lemak omega-3).
Manfaat lainnya ialah untuk mencegah penyakit jantung coroner (asam lemak omega-3, omega-6), menjaga kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya (protein, asam lemak omega-3, omega-6), mencegah radang sendi (asam lemak omega 3), dan merawat fungsi mata (vitamin A).
Sementara itu, ikan kembung juga kaya akan fosfor, iodine, asam lemak omega-3, asam lemak omega-6, protein, selenium, vitamin ( B2, B6, B12, D). Bahkan kandungan omega-3 pada ikan kembung ini lebih banyak dibandingkan ikan salmon. Ikan kembung memiliki omega-3 sekitar 2,6 gram, sementara ikan salmon 1,4 gram. Omega-3 ini dipercaya bisa memperpanjang umur.
Manfaat dari mengonsumsi ikan kembung antara lain memperpanjang umur (asam lemak omega-3), mengendalikan kadar gula darah (asam lemak omega-3, omega-6), menjaga kesehatan tulang (fosfor, vitamin D), membantu menurunkan berat badan (asam lemak omega-3), dan mencegah penyakit jantung dan stroke (asam emak omega-3, omega-6).
Namun, kadang kita masih enggan untuk mengonsumsi ikan lokal seperti bandeng atau kembung. Masih ada anggapan bahwa makan ikan lokal kalah bergengsi dibandingkan ikan impor seperti salmon. Padahal, ikan kembung memiliki kandungan omega-3 lebih tinggi daripada salmon.
Rasa gengsi juga bisa timbul karena ikan lokal identik dengan masakan 'kelas warteg'. Ikan kembung dan bandeng biisa dengan mudah kita temukan di warung makan di pinggir jalan. Sementara ikan salmon biasanya disajikan di restoran Jepang dan restoran mewah lainnya.
Padahal jika kita mau obyektif, dengan mengonsumsi ikan lokal yang lebih murah harganya maka kita bisa menghemat pengeluaran dengan tetap mendapatkan nilai gizi yang baik. Juga, dengan mengonsumsi ikan lokal ikut membantu perekonomian para nelayan di tanah air.
Jadi, masihkah kita enggan mengonsumsi ikan lokal?
--
Tim Pecinta EPL
Satto Raji
Daniel Mashudi
Rizki Rakhmat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H