Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Sinematografi Luar Biasa, Film "1917" Sangat Layak Disaksikan

22 Januari 2020   19:11 Diperbarui: 22 Januari 2020   19:14 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini film 1917 tayang perdana di bioskop-bioskop Indonesia. Film ini meraih 2 penghargaan Golden Globe untuk penyutradaraan dan film terbaik yang diumumkan beberap waktu lalu. 1917 juga masuk dalam nominasi Academy Award atau Oscars untuk 10 kategori, yang pengumuman pemenangnya akan dilangsungkan beberapa waktu mendatang.

Berbekal informasi tersebut, saya penasaran ingin menyaksikan 1917 di hari pertama penayangannya, Rabu siang ini. Saya sengaja tidak membaca tulisan review atau cuplikan video tentang film ini sebelumnya yang sudah banyak beredar di media daring.

Film yang disutradarai oleh Sam Mendes ini  berlatar belakang Perang Dunia I yang berlangsung di Perancis. Dikisahkan bahwa pasukan Inggris merencanakan untuk menyerang Jerman. Dua tokoh utama, William Schofield (George MacKay) dan Tom Blake (Dean-Charles Chapman) diutus oleh Jenderal Erinmore (Colin Firth) untuk menyampaikan sepucuk surat kepada Kolonel Mackenzie (Benedict Cumberbatch).

Erinmore meminta Mackenzie yang berada di garda depan untuk mengurungkan serangan, karena menurutnya serangan tersebut bisa mengorbankan 1.600 tentara Inggris termasuk kakak Tom Blake, Joseph Blake yang berada di garda terdepan.

Perjalanan dua prajurit muda Schofield dan Blake menuju garda terdepan tentara Inggris dalam misi penyampaian misi tersebut cukup menarik untuk disaksikan. Mereka melintasi daerah dengan mayat para tentara dan kuda tempur, hingga melewati markas Jerman yang sudah tidak berpenghuni.

Sayang sekali, di tengah perjalanan Blake terbunuh.  Bermula dari pesawat Jerman yang tertembak jatuh setelah sebelumnya bekejaran dengan pesawat Inggris, Schofiled dan Blake berniat menolong pilot Jerman keluar dari pesawat yang terbakar. Pilot yang berhasil dikeluarkan dari pesawat malah menusuk Blake. Schofield berhasil menembak mati sang pilot, namun nyawa Blake tidak tertolong. Schofield akhirnya harus melanjukan misi tersebut seorang diri.

Meski berlatar belakang perang, film 1917 masuk ke dalam genre drama. Tak heran jika adegan tembak-menembak atau pemboman yang disuguhkan tidak banyak jumlahnya. Namun, suasana perang di awal abad ke-20 tersebut begitu nyata. Parit-parit pertahanan, medan penuh lumpur, hingga puing-puing bangunan akibat perang mendukung suasana yang dibangun oleh film ini.

Kekuatan film 1917 ini terletak pada sinematografinya. Salah satu hal yang akan terus diingat oleh penonton yaitu bagaimana gambar diambil sedemikian rupa dalam scene yang (seolah) tanpa putus. Kamera terus membuntuti kedua tokoh utama yang berpindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya.

Saya menyadari scene tanpa putus tersebut saat film memasuki 5 menit pertama, dan scene tersebut terus berlanjut. Diawali dengan adegan awal saat Blake dan Schofield tengah beristirahat di bawah sebuah pohon di tepi padang rumput, lalu mereka berjalan ke markas untuk menerima tugas. Berlanjut saat Jenderal Erinmore memberikan tugas, hingga Blake dan Schofield keluar dari markas untuk melaksanakan misi.

Adegan tanpa putus berlanjut, dan saya terus mencoba mengamatinya. Hingga akhirnya pada sekitar menit ke 60-70, gambar terpotong. Saat itu Schofield yang tinggal seorang diri (setelah Blake terbunuh) menyeberang jembatan putus dan masuk ke sebuah bangunan yang di dalamnya terdapat seorang tentara musuh. Schofield berhasil menembaknya, namun secara bersamaan juga tertembak oleh tentara tersebut yang membuat Schofield terlempar dan jatuh pingsan. Dan gambar berubah menjadi gelap gulita, sebelum masuk adegan berikutnya yang juga terus menampilkan gambar tanpa putus.

Pemirsa film akan melihat kamera yang terus mengikuti sang tokoh film, berputar dari sisi satu ke sisi yang lain secara rapi. Pemirsa sepertinya tidak melihat, pada bagian mana adegan diputus dan disambung ke adegan berikutnya (cut to cut). Salah satu adegan menarik yaitu ketika Schofiled terjun ke sungai dan berenang di tengah arus yang deras, hingga akhirnya berhasil menepi ke daratan. Dan tentu saja, kamera tanpa henti terus membuntuti dan menyorot Schofield. Luar biasa!

Film 1917 dibuat sebagai sebuah penghormatan bagi kakek sang sutradara, yakni Alfred H. Mendes yang terlibat Perang Dunia I. Cerita Alfred dikembangkan menjadi naskah dan dibuat film. Sang sutradara, Sam Mendes sebelumnya juga menyutradarai American Beauty (1999) dan berhasil meraih Academy Award dan Golden Globe Award, Road to Perdition (2002), James Bond "Skyfall" (2012), dan Spectre (2015).

Kehebatan sinematografi film 1917 juga tak lepas dari kepiawaian sang kamerawan, Roger Deakins. Roger sudah 15 kali dinominasikan di Oscars. Ia mendapat nominasi tahun 1995 lewat The Shawshank Redemption hingga akhirnya menang di Blade Runner 2049 dua tahun lalu.

Bagi penikmat film berkualitas dengan gambar-gambar menakjubkan, film 1917 tentu tak boleh dilewatkan. Besar kemungkinan film ini akan meraih Oscar 2020 dari 10 nominasi yang diperolehnya, yaitu best picture, director, original screenplay, original score, sound editing, sound mixing, production design, cinematography, makeup and hairstyling, dan visual effects.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun