Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Meraba Urat Nadi Juwana

19 Oktober 2019   01:00 Diperbarui: 19 Oktober 2019   23:41 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi
dok. pribadi
Aktivitas perikanan di Juwana membawa rupiah yang tak sedikit bagi para nelayan. Jika biasanya desa nelayan identik dengan kemiskinanan, tidak demikian dengan Juwana. 

Di Desa Bendar yang berada di sisi timur ungai, nelayan tak tinggal di gubuk reyot, tapi di rumah-rumah seperti istana. Rumah besar dengan dua lantai, pilar-pilar tinggi, lantai berlapis marmer, dan atap genteng beton banyak dijumpai di Bendar.

Dahulu memang nelayan Juwana tidak sejahtera. Kehidupan mereka mulai membaik ketika pemerintah mengeruk Sungai Juwana tahun 1980-an. Sebelumnya, pelumpuran sempat mematikan Juwana. 

Dengan ramainya kapal ke Sungai Juwana setelah pengerukan itu, maka denyut perekonomian semakin mengencang.

Keberhasilan yang terjadi di Bendar menular ke luar desa. Ratusan petani di sebelah selatan Jalan Raya Daendels ikut bergantung kepada nelayan Bendar. 

Seusai musim tanam, para petani tersebut datang ke Bendar untuk menjadi ABK. Sejak tahun 1980-an, seiring lonjakan ekonomi Bendar, desa ini memang mulai kekurangan awak kapal. Hampir semua nelayan memiliki kapal sendiri, bahkan ada yang punya lebih dari 1 kapal.

Hubungan kekerabatan begitu kental di Bendar. Nakhoda kapal dan motoris (kepala mesin) kebanyakan memiliki hubungan saudara dengan pemilik kapal. Selain itu di Bendar juga tidak beraku sistem ijon, tetapi bagi hasil. 

Nakhoda dan kru biasanya juga memiliki saham di kapal yang mereka operasikan. Dengan hubungan kekerabatan dan pembagian saham ini, kemungkinan kecurangan berupa penjualan hasil tangkapan di tengah laut jarang terjadi.

Ah, andai saja kesuksesan nelayan Juwana juga terjadi di banyak tempat lainnya. Andai juga setiap sungai di negeri ini bisa seperti Silugonggo, urat nadi yang terus berdenyut seiring dengan kesejahteraan warga sekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun