Tantangan Industri 4.0 bagi SDM Indonesia
Indonesia memiliki modal yang cukup baik untuk menerapkan industri 4.0. Ada dua hal yang mendukung pengembangan industri di era digital, yaitu pasar yang besar dan jumlah SDM yang produktif seiring dengan bonus demografi.
Tahun 2019 Kemnaker akan menggenjot pelatihan vokasi. Ini sebagai tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo yang akan prioritaskan pembangunan SDM pada tahun akhir periode pertama pemerintahannya.
Seiring dengan revolusi industri 4.0 dan teknologi digital, persaingan bisnis dan pembangunan yang semula bertumpu pada pemanfaatan sumber daya alam akan bergeser pada penguasaan teknologi informasi dan kompetensi angkatan kerja. Di sinilah pentingnya investasi SDM. Sumber daya alam akan habis dieksploitasi dan melahirkan problem lingkungan. Tidak demikian dengan investasi SDM yang tak terbatas dan terus dinamis.
Saat ini Indonesia dihadapkan pada SDM angkatan kerja yang 58.76% adalah lulusan SD-SMP, serta problem mismatch mencapai 63%. Untuk itu, diperlukan suatu intervensi dalam pembangunan SDM agar skill dan kompetensi angkatan kerja Indonesia mampu bersaing. Salah satu cara untuk meningkatkan kompetensi angkatan kerja adalah dengan pelatihan vokasi.
Baca juga : Menyiapkan SDM Handal untuk Pemilu 2024
Kemnaker telah melakukan beberapa terobosan terkait dengan pelatihan vokasi tersebut. Yaitu dengan masifikasi pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK), pemagangan terstruktur, dan sertifikasi uji kompetensi.
Masifikasi pelatihan di BLK dilakukan dengan memberikan triple skilling yang meliputi skilling, up-skilling, dan re-skilling. Skilling dilakukan untuk angkatan kerja yang ingin mendapatkan keterampilan, up-skilling untuk pekerja yang ingin meningkatkan keterampilan, serta re-skilling untuk pekerja yang ingin mendapatkan keterampilan baru.Â
Secara kumulatif, dari tahun 2015-Oktober 2018 peserta pelatihan BLK mencapai 383.132 orang. Pada tahun 2019 secara akumulasi jumlahnya naik menjadi 660.476 orang.
Untuk pemagangan, secara akumulasi sejak tahun 2015 hingga Oktober 2018 mencapai 149.064 orang. Pada 2019, secara akumulasi jumlahnya naik menjadi 360.864. Adapun peserta sertifikasi sejak 2015 hingga Oktober 2018 mencapai 1.349.559 orang, tahun 2019 secara akumulasi menjadi 1.875.748 orang.