Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kasus Baiq Nuril dan Basuki Wasis, Pentingnya Perlindungan terhadap Saksi dan Korban

21 November 2018   10:59 Diperbarui: 21 November 2018   11:31 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dia merekam semua itu kan supaya terhindar dari fitnah. Atasannya yang selalu menggoda, kok malah Bu Nuril yang dihukum. Ini mencederai rasa keadilan masyarakat."

Sebuah kasus hukum saat ini tengah ramai diperbincangkan di Indonesia. Seorang wanita dari Mataram, Nusa Tenggara Barat, bernama Baiq Nuril Maknun (37 tahun) dijatuhi hukuman 6 bulan penjara setelah merekam pelecehan seksual oleh atasannya.

Kasus ini bermula ketika Nuril yang bertugas di SMAN 7 Mataram sering menerima pelecehan dari atasannya di sekolah tersebut. Sang kepala sekolah berinisial M sering menelepon dan menceritakan pengalaman berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya sendiri. Merasa tidak nyaman akan hal itu, Nuril merekam pembicaraan pada kesempatan selanjutnya.

Rekan dari Nuril mendengar percakapan itu dan menggunakan rekaman suara itu untuk mengajukan keluhan terhadap kepala sekolah kepada Badan Pendidikan Mataram. Atas dasar rekaman yang beredar tersebut, M malah kemudian melaporkan Nuril ke penegak hukum. Pengadilan Negeri Mataram menyatakan bahwa Nuril tidak bersalah dan membebaskannya.

Namun jaksa mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Sebuah twist tak terduga, MA memberikan keputusan yang berbeda 180 derajat dari keputusan PN Mataram.  Nuril divonis hukuman 6 bulan penjara berikut denda Rp 500 juta sebab dianggap melanggar Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan menyebarkan percakapan asusila kepala sekolah SMAN 7 Mataram.

Kasus ini mendapat reaksi luar biasa dari publik yang berargumen bahwa Nuril adalah korban sebenarnya. Beberapa tokoh pun ikut angkat suara, salah satunya Wakil Ketua MPR Muhaimin Iskandar. Cak Imin menilai kasus Nuril telah mencederai rasa keadilan.

"Dia merekam semua itu kan supaya terhindar dari fitnah. Dia punya anak yang masih menyusu, punya suami. Atasannya yang selalu menggoda, kok malah Bu Nuril yang dihukum. Ini mencederai rasa keadilan masyarakat," kata Cak Imin yang penulis kutip dari laman Kompas.com.

Kasus Nuril ini adalah sebuah contoh bagaimana hukum bisa digunakan terhadap korban yang berusaha melindungi diri mereka sendiri. Keputusan yang telah dikeluarkan oleh MA tersebut dapat digunakan untuk menghalangi korban lain untuk melaporkan pelanggaran di masa mendatang.

Kasus gugatan balik dalam dunia hukum Indonesia tidak hanya menimpa korban, tetapi juga saksi. Misalnya kasus Basuki Wasis, seorang pakar lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Basuki digugat balik oleh kuasa hukum terpidana korupsi Nur Alam, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara.

Basuki berperan sebagai saksi ahli dalam dalam persidangan korupsi pemberian persetujuan izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi milik PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara. Pada kasus tersebut, Basuki menghitung kerugian negara atas kerusakan lingkungan.

Nur Alam, yang telah divonis 15 tahun penjara menilai kesaksian Basuki melawan hukum hingga mengakibatkan kerugian imateril dan materil. Gugatan perdata kemudian dilakukan oleh Nur terhadap Basuki.

Kasus yang menimpa Nuril dan Basuki ini berpotensi mempengaruhi psikis dari pelapor (korban) atau saksi. Kemungkinan terjadinya gugatan balik terhadap korban dan saksi bisa menimbulkan keengganan bahkan ketakutan bagi masyarakat yang hendak ikut berperan memberikan keterangan dalam persidangan.

Pentingnya Keberadaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

Keterangan saksi dan korban sangat membantu mengungkap suatu kasus. Masih sedikitnya saksi dan korban yang mau bicara akan membuat aparat penegak hukum mengalami kesulitan membongkar sebuah kejahatan. Untuk itulah perlindungan terhadap saksi dan korban menjadi hal yang sangat penting.

Jaminan keamanan dan keselamatan yang diberikan kepada saksi dan atau korban akan membuat rasa aman dan nyaman bagi mereka. Mereka dapat memberikan keterangan yang dapat membantu aparat penegak hukum membongkar sebuah kejahatan.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) saat ini merupakan lembaga yang sangat penting dalam mengemban Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang kemudian diperkuat dengan terbitnya UU No 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 13 tahun 2006.

Selama 10 tahun berdiri, LPSK turut membantu penuntasan kasus seperti korupsi, KDRT, pelanggaran hak asasi manusia, dan lain-lain. Sepanjang tahun 2017 saja, sebanyak 1.901 permohonan perlindungan masuk ke LPSK, di mana jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun 2016 sejumlah 1.727 pemohonan. Ini menjadi gambaran betapa banyaknya masyarakat yang memerlukan sebuah pengayoman saat melaporkan atau memberikan keterangan terkait kasus hukum.

Mengingat pentingnya keberadaan LPSK, saat ini LPSK juga mulai membuka kantor perwakilan untuk bisa melayani masyarakat lebih luas. Sebanyak 12 kantor pewakilan akan dibuka dalam waktu dekat, dan tentunya kita berharap semakin banyak lagi kantor-kantor perwakilan LPSK bisa tersebar di seluruh Indonesia.

Saat ini LPSK bersiap memiliki pemimpin baru untuk masa periode 2018-2023. Kehadiran pemimpin baru diharapkan bisa semakin memperkokoh peranan LPSK dalam memberikan pengayoman terhadap saksi dan korban, demi terciptanya rasa keadilan.

Peran Aktif Masyarakat

Sebagai penutup, tidak hanya LPSK yang semakin berbenah namun juga masyarakat ikut aktif dalam mendukung terciptanya keadilan. Apresiasi patut diberikan kepada masyarakat Indonesia yang semakin giat menyuarakan keadilan.

Kasus Nuril misalnya, telah memicu dukungan terhadap wanita yang sebenarnya menjadi korban tersebut. Sebuah petisi di laman change.org dibuat oleh Koalisi Masyarakat Sipil Save Ibu Nuril pada Minggu 18 Nopember 2108 lalu.

Petisi tersebut mengharapkan Presiden Joko Widodo memberi amnesti bagi Baiq Nuril. Presiden Jokowi memberikan respon serta dukungan terhadap petisi ini untuk ditindaklanjuti sesuai prosedur hukum yang berlaku. Kabar terahir, Koalisi Masyarakat Sipil Save Ibu Nuril juga berencana mengajuan perlindungan melalui LPSK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun