Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Malioboro Selepas Malam

14 April 2018   07:05 Diperbarui: 14 April 2018   10:32 2272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tinggal hitungan menit saja menuju dua belas malam ketika saya tiba di Malioboro, setelah berjalan kaki dari penginapan di Jalan Mataram yang jaraknya cukup dekat. 

Keindahan Malioboro malam ini sedikit berkurang karena sepanjang sisi baratnya sedang dalam perbaikan, namun hal itu tidak terlalu mengurangi ketertarikan para pengunjung untuk menikmati jalanan legendaris ini. Meski hampir memasuki pergantian hari, masih saja tersisa keriuhan di jalan satu arah tersebut. 

Lima musisi terlihat begitu piawai memainkan gitar, banjo, drum, biola dan kontra bas. Saya ikut larut dalam permainan para pemusik yang sekaligus berperan juga sebagai vokalis untuk menghibur pengunjung. 

Satu lagu yang sedang populer, Jaran Goyang, menjadi pertunjukan meriah yang diikuti dengan pengunjung yang bertepuk tangan menyesuaikan tempo lagu. Satu dua pengunjung terlihat mengambil gawai dan merekam pertunjukan artis-artis jalanan Jogja tersebut.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Begitu lagu berakhir, seorang pengunjung kemudian membuat permintaan lagu berikutnya untuk dimainkan. Sebuah intro kemudian dimainkan oleh kelima musisi, dan gesekan biola yang halus dan indah membuat saya terkagum. 

"Denting piano kala jemari menari

Nada merambat di kesunyian malam"

Bait pertama yang lembut dinyanyikan, dari lagu yang cukup terkenal bertajuk "Yang Terlupakan" karya Iwan Fals. Dan begitu memasuki bagian chorus, pengunjung ikut bersama-sama bernyanyi.

"Rasa sesal di dalam hati

Diam tak mau pergi

Haruskah aku lari dari kenyataan ini"

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Entah sudah berapa menit memasuki hari yang baru, keriaan kecil di pinggir Malioboro masih saja terus berlanjut. Saya beranjak dari tempat itu dan mencoba menikmati sudut-sudut yang lain. Warung-warung tenda lesehan sudah mulai sepi, hanya satu dua pengunjung yang terlihat masih menikmati gudeg, pecel lele, ayam goreng dan yang lainnya sebagai menu makan larut malam. Sementara warung yang lain sudah mulai dibereskan dan dibongkar oleh pemiliknya.

Gerobak kopi keliling terlihat ada di beberapa titik di Malioboro. Penjual kopi yang mengenakan baju tradisional khas Jawa bermotif lurik atau garis-garis hitam dan coklat setia melayani pembeli yang masih ingin bertahan menikmati malam. 

Secangkir kopi hitam saya pesan, lalu saya mengambil duduk di salah satu bangku panjang yang ada di trotoar. Perlahan saya menyesap kopi sambil menikmati Malioboro selepas malam yang sudah mulai kehilangan hiruk-pikuknya.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Masih ada pengunjung lainnya di bangku-bangku trotoar Malioboro, ikut menikmati suasana kota budaya itu. Ada yang duduk seorang diri, ada pula yang berdua. Mungkin dengan teman, mungkin juga kekasih. Atau bisa saja bersama selingkuhan, entahlah. 

Masing-masing larut dengan caranya untuk mencoba memberi makna bagi waktu yang ada tersebut. Saya mulai mengaktifkan tombol wifi pada gawai, dan menikmati hotspot gratis untuk membuka berita daring atau media sosial.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Beberapa pengunjung yang mungkin sudah puas (mungkin juga jenuh atau lelah) menikmati Jogjakarta mulai meninggalkan bangku-bangku trotoar Malioboro. Ada yang berjalan kaki sambil sesekali berhenti untuk berswafoto, ada pula yang memesan taksi atau ojek online. 

Saya mencoba bertahan beberapa menit lagi, sembari menikmati secangkir kopi yang tersisa beberapa reguk lagi. Hingga pada akhirnya saya memutuskan menyudahi kesyahduan itu.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Saya berjalan kaki untuk kembali ke penginapan. Satu dua penarik becak terlihat masih mencoba bertahan di sudut jalan sambil berharap masih ada keberuntungan dan rezeki mampir kepadanya. 

Di tengah maraknya bisnis sewa kendaraan online, mungkin ia tetap yakin masih ada tersisa penumpang terakhir yang menyewa jasa becaknya. Dan nadi Malioboro berdenyut semakin pelan, sebelum pagi nanti akan kembali mengencang.

***

(Semua foto adalah dokumentasi pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun