Tinggal hitungan menit saja menuju dua belas malam ketika saya tiba di Malioboro, setelah berjalan kaki dari penginapan di Jalan Mataram yang jaraknya cukup dekat.Â
Keindahan Malioboro malam ini sedikit berkurang karena sepanjang sisi baratnya sedang dalam perbaikan, namun hal itu tidak terlalu mengurangi ketertarikan para pengunjung untuk menikmati jalanan legendaris ini. Meski hampir memasuki pergantian hari, masih saja tersisa keriuhan di jalan satu arah tersebut.Â
Lima musisi terlihat begitu piawai memainkan gitar, banjo, drum, biola dan kontra bas. Saya ikut larut dalam permainan para pemusik yang sekaligus berperan juga sebagai vokalis untuk menghibur pengunjung.Â
Satu lagu yang sedang populer, Jaran Goyang, menjadi pertunjukan meriah yang diikuti dengan pengunjung yang bertepuk tangan menyesuaikan tempo lagu. Satu dua pengunjung terlihat mengambil gawai dan merekam pertunjukan artis-artis jalanan Jogja tersebut.
"Denting piano kala jemari menari
Nada merambat di kesunyian malam"
Bait pertama yang lembut dinyanyikan, dari lagu yang cukup terkenal bertajuk "Yang Terlupakan" karya Iwan Fals. Dan begitu memasuki bagian chorus, pengunjung ikut bersama-sama bernyanyi.
"Rasa sesal di dalam hati
Diam tak mau pergi
Haruskah aku lari dari kenyataan ini"
Gerobak kopi keliling terlihat ada di beberapa titik di Malioboro. Penjual kopi yang mengenakan baju tradisional khas Jawa bermotif lurik atau garis-garis hitam dan coklat setia melayani pembeli yang masih ingin bertahan menikmati malam.Â
Secangkir kopi hitam saya pesan, lalu saya mengambil duduk di salah satu bangku panjang yang ada di trotoar. Perlahan saya menyesap kopi sambil menikmati Malioboro selepas malam yang sudah mulai kehilangan hiruk-pikuknya.
Masing-masing larut dengan caranya untuk mencoba memberi makna bagi waktu yang ada tersebut. Saya mulai mengaktifkan tombol wifi pada gawai, dan menikmati hotspot gratis untuk membuka berita daring atau media sosial.
Saya mencoba bertahan beberapa menit lagi, sembari menikmati secangkir kopi yang tersisa beberapa reguk lagi. Hingga pada akhirnya saya memutuskan menyudahi kesyahduan itu.
Di tengah maraknya bisnis sewa kendaraan online, mungkin ia tetap yakin masih ada tersisa penumpang terakhir yang menyewa jasa becaknya. Dan nadi Malioboro berdenyut semakin pelan, sebelum pagi nanti akan kembali mengencang.
***
(Semua foto adalah dokumentasi pribadi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H