[caption id="attachment_302766" align="aligncenter" width="600" caption="Papan nama Jl. Soekarno di pusat kota Begkulu"][/caption]
Papan penunjuk "JL. SOEKARNO" berwarna hijau itu mulai terkelupas pada bagian tulisan warna putihnya. Dari simpang lima di pusat kota Bengkulu, saya berjalan kaki menyusuri jalan itu. Jalanan tampak lengang pada hari Rabu yang bertepatan dengan hari libur nasional. Dua TPS di sisi kanan jalan yang saya lalui terlihat ramai oleh warga yang memberikan suara. Dan akhirnya tepat di samping TPS kedua di jalan itu, saya akhirnya tiba di tempat yang saya tuju, sebuah rumah yang beralamat di Kelurahan Anggut Atas RT 05 RW 02, Kecamatan Ratu Samban.
Rumah kediaman Bung Karno semasa pengasingan di Bengkulu tahun 1938 - 1942 memiliki halaman yang luas. Awalnya rumah tersebut dimiliki oleh Tjang Tjeng Kwat, seorang pengusaha setempat masa itu. Rumah utama yang berukuran 9 x 18,5 meter terdiri atas lima ruangan (ruang tamu, ruang kerja, kamar tamu, dan 2 kamar tidur) serta dua beranda atau teras (depan dan belakang). Setelah masuk ke beranda depan dan membayar tiket masuk 5.000 rupiah, maka saya pun mulai melihat satu per satu ruangan.
[caption id="attachment_302768" align="aligncenter" width="640" caption="Kediaman Bung Karno semasa 1938-1942 di Bengkulu"]
Dari beranda depan saya bergerak ke sisi kanan, masuk ke ruang kerja Bung Karno. Di sini terdapat dua lemari yang berisi buku-buku tua milik Bung Karno. Pada dinding ruangan, terdapat foto rumah dan masjid yang dibangun berdasarkan hasil karya rancang bangunan Bung Karno yang memang seorang arsitek.
[caption id="attachment_302770" align="aligncenter" width="640" caption="Koleksi buku-buku dan foto masjid hasil rancangan Bung Karno"]
[caption id="attachment_302771" align="aligncenter" width="640" caption="Meja-kursi di ruang tamu"]
Pada ruang tamu, seperangkat meja dan kursi dari kayu yang pernah dipergunakan olrh Bung Karno semasa pengasingan tahun 1938-1942. Di sebelah kanan ruang tamu, ada kamar tamu yang menyimpan sebuah sepeda yang pernah dipakai keluarga Bung Karno dan sebuah lemari yang berisi pakaian seragam tonil (semacam drama) Monte Carlo yang diasuh oleh Bung Karno semasa di Bengkulu.
[caption id="attachment_302772" align="aligncenter" width="640" caption="Sepeda yang pernah digunakan Bung Karno"]
Masuk ke dalam lagi, ada dua kamar tidur utama. Kamar di sebelah kanan adalah kamar tidur Bung Karno dan Ibu Inggit Garnasih. Sementara yang kiri adalah kamar tidur anak angkat Bung Karno, yaitu Ratna Djuami dan Sukarti (yang kemudian diubah menjadi Kartika).
Satu ketika, di rumah ini Bung Karno menjamu keluarga Hassan Din, tokoh Muhammadiyah asal Curup, Rejang Lebong. Gadis belia putri Hassan Din, yakni Fatmawati dibawa pada saat itu. Fatmawati kemudian menjadi sahabat Ratna Djuami, mereka sama-sama bersekolah di sekolah katholik di Bengkulu, RK Vakschool Maria Purrisima. Singkat cerita, Bung Karno menaruh hati pada Fatmawati dan akhirnya menikahinya. Dari pernikahan ini lahirlah putra-putri Bung Karno yaitu Guntur, Mega, Rachma, Sukma dan Guruh.
[caption id="attachment_302773" align="aligncenter" width="640" caption="Tempat tidur Bung Karno dan Ibu Inggit Garnasih"]
[caption id="attachment_302775" align="aligncenter" width="640" caption="Tempat tidur Ratna Djuami dan Sukarti"]
Bergerak ke bagian belakang bangunan utama, tibalah saya di beranda belakang yang menghadap halaman belakang kompleks rumah Bung Karno itu. Sebuah sumur timba ada di samping kanan dan saya pun menyempatkan untuk membasuh muka dengan air sumur itu. Sebuah bangunan penunjang ada di dekat sumur, dengan ruang-ruang yang berfungsi sebagai dapur, gudang dan kamar mandi.
Di teras belakang ini saya beristirahat sejenak di siang yang cukup terik hari Rabu itu, sambil berbincang-bincang dengan pengunjung lain dan salah seorang pengurus rumah yang sudah berusia 73 tahun. Beliau begitu berapi-api menceritakan tentang Bung Karno dan sejarah Bengkulu yang akhirnya menjadi provinsi baru ke-26 terpisah dari Sumatera Selatan.
[caption id="attachment_302776" align="aligncenter" width="640" caption="Beranda dan halaman belakang"]
Hampir jam 12 siang, saya akhirnya meninggalkan rumah Bung Karno. Sementara dari sebelah rumah bersejarah ini, sesekali saya mendengar petugas melalui pengeras suara yang memanggil warga yang hendak memilih para wakilnya yang akan duduk di lembaga legeslatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H