Bergegas turun dari kamar hotel di lantai dua, sore hampir jam 6 itu aku melihat beberapa teman sedang asyik berendam di kolam renang. Mereka mengajakku turut dalam keriaan yang ada, namun aku menampiknya. Cipratan air kolam yang sengaja diarahkan kepadaku tidak aku hiraukan dan aku memilih berjalan menuju pantai yang berada di seberang kolam.
Ini adalah kedua kali aku berada di Pantai Senggigi di pesisir barat Lombok, namun titik di mana aku berada kali ini tidaklah sama saat kedatanganku sekitar setahun lalu. Senggigi memiliki garis pantai sangat panjang, dan menikmati keindahannya bisa dilakukan di sudut-sudut yang berbeda.
Sehimpun bocah terlihat riang bermain dan berenang di air laut. Sesaat kemudian mereka berkejaran di pasir lembut Senggigi. Suara cekikikan yang sesekali berganti dengan teriakan khas seakan berpadu dengan jilatan-jilatan ombak di pasir pantai yang membentuk sebuah harmoni. Aku melanjutkan langkah, membiarkan jiwaku terombang-ambing dalam buaian waktu.
dok. pribadi
Agak jauh ke tengah sana, sepasang muda-mudi berecengkerama di atas perahu kecil. Tak ada yang lebih nikmat selain secawan anggur yang sedang dianugerahkan Sang Esa kepada anak-anak Adam ini. Dua tiga perahu kecil lain nampak hilir mudik membawa kegembiraan orang-orang yang menumpangnya.
Dua pria seumuran denganku datang mendekat. Pria pertama menawarkan agar aku menyewa perahu. Yang kedua memamerkan beberapa kaos oblong agar aku membelinya. Pria yang kedua itu pun lebih beruntung memenangkan persaingan bisnis, dan sebuah kaos berpindah ke tanganku setelah beberapa rupiah kuberikan kepadanya. Sebagai bonus, sang penjual kaos bersedia memberikan bantuan untuk memotretku.
Matahari bergerak surut dan aku berbalik arah hendak kembali ke hotel. Aku berjalan menyelinap di antara perahu-perahu nelayan yang bersandar. Dari balik badan, layar dan katir perahu, aku menjadi saksi atas kemegahan cahaya di langit Senggigi senja itu.
[caption id="attachment_348790" align="aligncenter" width="600" caption="dok. pribadi"]