"Aku takut"
"Tolong aku"
"Tolong"
"Do'ain aku sayang"
Dalam iringan lagu John Mayer, kami sama-sama menangis. Entahlah, aku bisa merasakannya. Kita terpisahkan jarak yang begitu jauh, mungkin sekitar 100 kilometer. Namun rasa jauhnya seperti Bumi yang terpisah dengan Neptunus. "Kalau ada yang gak restu sama hubungan kita, itu biar ibuku saja." Aku diam. Aku tidak tahu. Aku merasa tertusuk namun juga berdebar kencang.Â
Mungkinkah ada doa dalam ungkapanmu? Atau apa? Aku tak bisa menatap matanya sekarang. Aku tak bisa menebak kejujuran dari pupil matanya. Itu semua tidak diperlukan lagi, aku merasakannya lewat semesta. Lewat angin, lewat kicau burung, lewat sungai yang menderu dibelakangku.
Aku sendiri tak mengerti akan apa yang mungkin terjadi nanti. Mungkin akan menjadi bahagia, mungkin juga lebih bahagia. Aku percaya bahwa tidak ada akhir yang sedih dan duka. Barangkali yang disebut akhir belum berakhir. Itulah caraku menenangkan diriku sendiri. Tidak ada yang berakhir, semua berproses, terus berproses.Â
Seperti batu yang dipecah, masih bisa dipecah lagi sampai entah bagian terakhirnya seperti apa. Seperti sepiring tempe, tidak ada yang tahu. Aku memeluk diriku sendiri, semoga kamu juga melakukan hal yang sama disana.Â
Tepat saat John Mayer melantunkan "Parts of me were made by you." Masih dalam tangisan, aku tersadar. Luka kita sama, luka Gatto dan Vana. Biarlah restu Semesta menjelma dalam kita.
Masih di Kota Tembakau, 07.59 12 September 2022Â