Pada pagi hari, diadakan rapat redaksi untuk menentukan kasus atau isu apa yang akan diliput hari itu. Setelahnya, para jurnalis akan meliput sesuai yang diinstruksikan. Biasanya, naskah paling lambat masuk ke redaktur pada pukul tujuh atau delapan malam.
Setelah koreksi, bagian desain dan layout akan menata sedemikian rupa agar siap cetak. Dini hari biasanya menjadi waktu pencetakan. Pada pukul empat pagi, koran mulai didistribusikan untuk dibaca konsumen.
Satu hal yang sama dari tiap media konvensional adalah keteraturan. Setiap proses telah diberi waktunya masing-masing.
Televisi misalnya, punya runtime yang jarang berubah. Jika di pukul 15.00 terdapat acara berita, maka acara tersebut tidak seketika berubah menjadi pukul 18.00, pun dengan urutan berita yang ditampilkan. Radio juga sama dengan televisi, bedanya hanya tanpa menggunakan visual.
Prinsip keteraturan ini berdampak pada perilaku audiens.Â
Audiens akan cenderung menerima saja apa yang ditampilkan oleh media.
Kita tidak bisa melihat tayangan sepakbola pukul 11.00 jika di jadwal tertera pukul 19.00. Kita juga tidak bisa membaca berita tayangan bola tadi malam di surat kabar esok pagi, karena biasanya baru akan dimuat pada edisi lusa. Atau, kita tidak bisa semena-mena meminta lagu untuk diputar di radio, karena tergantung dari lagu apa yang ingin diputar oleh penyiar.
Prinsip keteraturan media dan penerimaan audiens ini berubah ketika media baru mulai masuk dan berkembang di Indonesia.
Media Baru, Aturan Baru
Kehadiran media baru dipelopori oleh internet, sekitar 25 tahun yang lalu di Indonesia. Saya sudah pernah membahas tentang awal mula kehadiran media baru ini pada tulisan berikut.
Pada awalnya, media baru sebatas hanya media daring. Contohnya seperti detik.com yang juga menjadi salah satu pelopor media daring pertama di Indonesia.
Pada fase ini, audiens bisa mendapatkan informasi nyaris secara real time. Audiens juga dapat memilih berita mana yang ingin dibaca.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!