Saya berhasil masuk di program studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, sebuah kampus yang dulu saya pikir tidak akan bisa saya masuki karena biayanya. Namun, rencana Tuhan sering tidak bisa diduga.
Di Ilkom UAJY, kami memiliki Kelompok Profesi Konsentrasi Studi (KPKS). Mudahnya, KPKS ini adalah semacam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Â yang fokus pada kemampuan khusus di tiap program studi. Ada KPKS tentang periklanan, kehumasan, broadcasting, radio, dan tentu saja jurnalistik.
KPKS yang fokus di bidang jurnalistik ini diberi nama Teras Pers. Saat awal masuk, saya tidak sempat mencari tahu bagaimana rekap perjalanan Teras Pers dsb. Kala itu, saya hanya ingin belajar dan tahu lebih dalam tentang dunia jurnalistik.
Maka, dengan keyakinan penuh, saya mendaftar di Teras Pers. Kebetulan, beberapa teman saya juga ikut mendaftar. Proses seleksi waktu itu mengharuskan kami untuk membuat satu liputan mengenai kafe-kafe yang ada di Yogyakarta. Saya lalu meliput De Travail Coffee, yang waktu itu masih berlokasi di seberang UPN Kampus 1. Itulah liputan pertama saya di Teras Pers.
Setelah resmi diterima, saya resmi juga masuk dalam dunia Pers Mahasiswa. Saya menjadikan Teras Pers sebagai tonggak kedua perjalanan saya di dunia jurnalistik. Untuk merealisasikan mimpi ini, saya masuk di divisi reporter kala itu.
Liputan kedua saya adalah meliput marching band UAJY yang kala itu berlaga di Hamengkubuwono Cup.  Saya meliput bersama tiga teman yang dua diantaranya bahkan belum bertemu sama sekali. Kami langsung bertemu on the spot di GOR Amongrogo.
Di tahun pertama ini, liputan paling menantang adalah saat meliput mengenai aksi Gejayan Memanggil. Kala itu, saya bertugas melakukan wawancara terhadap Rektor dan Wakil Rektor UAJY mengenai tanggapan kampus terhadap isu ini. Ini adalah liputan yang sangat menantang karena langsung mewawancara pimpinan tertinggi universitas dengan isu yang cukup sensitif.
Saya sempat melakukan blunder. Karena waktu itu sedang banyak kegiatan, persiapan yang dilakukan juga tergolong minim. Saya tidak tahu bahwa sudah ada surat yang dikeluarkan beberapa hari sebelum saya melakukan liputan. Pengalaman ini sangat berarti dan mendorong saya untuk melakukan riset yang lebih dalam sebelum melakukan wawancara.
Lalu, datanglah pandemi Covid-19 yang mengubah segalanya.