Mohon tunggu...
Daniel Kalis
Daniel Kalis Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Ingin meraih mimpi lewat untaian kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memahami Roda Kehidupan

4 Januari 2021   14:20 Diperbarui: 10 Januari 2021   19:04 3182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Warga beraktivitas di pemukiman padat penduduk di bantaran Sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta, Minggu (28/7/2019). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, persentase penduduk miskin DKI Jakarta pada Maret 2019 adalah 3,47 persen atau sebesar 365,55 ribu orang. Saat ini pemerintah DKI Jakarta melakukan pilot project di beberapa wilayah dengan mengutamakan program KJP, Kesehatan, dan Pendidikan yang ditargetkan dapat mengurangi kemiskinan. (Foto: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Mari kita ambil contoh orang miskin yang tinggal di emperan sungai. Mayoritas dari mereka berpendidkan dan berpenghasilan rendah. 

Anak-anak mereka juga dibesarkan dengan pola makan dan gizi yang ala kadarnya. Budaya yang tumbuh di sekitar mereka pun juga budaya marjinal yang menghambat mereka untuk naik ke strata yang lebih tinggi. 

Belum lagi jika kita tambah relasi dengan kelas atas yang minim. Maka dari itu, jangan heran jika semisal ada anak tukang sampah yang menjadi sarjana maka beritanya heboh bukan main. 

Ya karena jarang-jarang ada orang yang bisa mendobrak garis nasib ini, butuh effort berkali-kali lipat lebih besar daripada mereka yang sudah mapan.

Saya jadi ingat, dulu saya pernah membaca artikel yang membahas tentang Maudy Ayunda diterima di dua universitas bergengsi dunia. Lalu ada seseorang yang berkomentar begini 

"Maudy Ayunda itu bisa kayak gitu karena keluarganya sudah kaya, biaya hidup dia waktu sekolah aja bisa buat biaya hidup kamu sampai berkeluarga (Maudy dari SD-SMA bersekolah di Mentari Intercultural School yang memang terkenal mahal). Jadi, wajar jika dia bisa sampai pada level itu. Kita yang cuma rakyat biasa ini diterima di universitas negeri juga sudah bersyukur".

Dari komentar tersebut, mungkin ada sebagian dari pembaca yang menganggap hal ini sebagai sebuah rasa pesimis. 

Namun bagi saya, kenyataan yang terjadi memang seperti itu. Kalau ada yang mau mencapai level Maudy dengan kondisi finansial biasa-biasa saja, ya maka harus mengeluarkan effort berkali-kali lipat daripada yang dilakukan Maudy. Semakin sulit tantangannya, semakin sedikit juga yang berhasil.

Kembali ke masalah gir, kecepatan berputar tiap gir ini berbeda. Perawatan yang kita lakukan pun pasti berbeda. Namun, perlu diingat bahwa dari sekian banyak gir tersebut, ada satu gir utama yang mengendalikan semuanya, yakni gir kehidupan. 

Ketika gir ini berhenti, maka semua gir lainnya juga akan berhenti, bahkan ketika mereka belum menyelesaikan putarannya. Ini bisa menjawab pertanyaan kenapa ada manusia yang tidak mendapatkan pasangan hingga akhir hayat atau tidak sempat kaya hingga akhir hayat.

Lalu, bagaimana cara kita menyikapi tentang roda kehidupan ini? Soal ini, saya jadi ingat pepatah yang mengatakan "Berlomba-lombalah dalam hidup". Jujur, saya pribadi tidak setuju dengan pepatah ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun