Pada akhirnya, akses informasi yang serba terbatas ini yang secara tidak langsung memunculkan stereotip-stereotip seperti yang sudah penulis tuliskan di atas. Media akan mengambil frame berdasarkan desas-desus dan informasi yang sangat bias. Jika tidak segera dibenahi, maka Papua akan terus menjadi anak tiri yang seolah terasingkan dari dunia luar.
Efek pemberitaan media ini dapat menyentuh akar rumput. Pola pikir masyarakat kita sangat berpotensi untuk terpancing dari apa yang diberitakan oleh media tersebut. Hal ini selaras dengan teori agenda setting yang menjelaskan bahwa agenda media dapat memengaruhi agenda publik.Â
Kondisi  demikian rawan menimbulkan konflik yang berpotensi memecah belah bangsa. Kita mungkin masih ingat akan pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, di mana mereka diteriaki dengan kata-kata seperti 'monyet', 'hitam', 'bodoh', dan lain sebagainya. Penulis yakin masih banyak kasus serupa yang tidak terekspos oleh media.
Maka dari itu, bersikap kritis  menjadi hal yang sangat perlu untuk dikembangkan. Kita perlu menumbuhkan pemahaman bahwa berita di media tidak pernah lepas dari kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Maka dari itu, carilah informasi dari berbagai sumber yang kredibel sebagai bahan pembanding. Jangan lupakan juga untuk selalu menumbuhkan sikap toleransi kepada seluruh warga negara tanpa terkecuali.Â
Salam hangat.
DAFTAR PUSTAKA
Christiani, Lintang C. 2017. Representasi Identitas Etnis Papua dalam Serial Drama Remaja Diam-Diam Suka. Jurnal Komunikasi dan Kajian Media 1(1):15-30.
Ihsanuddin. (2020, September 11). Indeks Kemerdekaan Pers di Jakarta, Papua Barat, dan Papua Paling Rendah. Diakses pada 9 Desember 2020 dari Â
Remotivi. (2017, September 8). Papua dalam Media Indonesia. Diakses pada 9 Desember 2020 dari
Remotivi. (2019, Oktober 2). Menyensor Papua. Diakses pada 9 Desember 2020 dari https://www.youtube.com/watch?v=TejBXBF4rHE
Samovar, Larry A., et al. Komunikasi Lintas Budaya. Salemba Humanika, 2014.