Ketika paman dan bibi sedang tidak ada di rumah, sepupu saya menonton video tersebut dan meminta saya untuk melakukan oral sex kepadanya.
Lalu, fantasi sepupu saya mungkin menjadi lebih liar. Setiap kali ibu dan ayahnya tidak berada dirumah, saya didandani layaknya wanita lalu diminta untuk melakukan hal sama.
Mungkin Anda akan mengatakan, kenapa mau?
Saat itu saya adalah bocah sekolah dasar yang tidak tahu apa-apa. Saat itu yang saya pikirkan adalah bahwa saya tetap bisa bersekolah dan tidak memikirkan dampak perlakuan itu kepada masa depan saya.
Perlakuan yang membuat saya tumbuh menjadi pria kemayu setidaknya sampai enam tahun berikutnya. Perlakuan yang mengakibatkan saya tidak hanya harus memuaskan nafsu seorang remaja yang sedang puber di rumah, tapi juga menjadi sasaran perundungan oleh anak-anak lain disekolah. Saya tidak tahu harus berlari ke mana. Saya hilang.
Pernah suatu kejadian, sepupu saya berfantasi seolah saya adalah wanita yang dia culik dan perkosa. Saya didandani sedemikian rupa. Dan saya tidak sanggup untuk mengatakan tidak.
Kemayu yang saya dapatkan, berdampak buruk juga di sekolah. Seorang siswa yang terkenal adalah paling nakal, tidak naik kelas selama beberapa kali, juga berhasil menjadikan saya budak nafsunya. Dan saya menjalani kehidupan seperti itu sampai setidaknya lulus dari sekolah dasar.
Saya yakin betul, saat tanda-tanda akan tumbuh menjadi pria yang tidak normal di hadapan masyarakat muncul, bibi saya menyadarinya. Hanya saja, bukannya memberi bantuan, bibi tampaknya lebih bangga saat saya menjadi seperti itu.
Singkat cerita, saya muak tidak hanya oleh sepupu, tidak hanya oleh orangtuanya, tapi saya tidak ingin tinggal di kota yang sama dengannya sama sekali.
Saya tidak ingin melihat wajahnya. Tidak ingin bertegur sapa. Dendam yang membuat saya memaksa ayah agar menyekolahkan saya di Jakarta. Waktu itu saya baru akan duduk di bangku sekolah menengah atas.
Sampai di Jakarta, dengan semua akses yang ada saya mulai mencari informasi mengenai korban perlakuan pelecehan seksual.