Dalam praktiknya, masalah pensertifikatan tanah dan pendaftaran peralihan haknya itu sering lambat dilakukan oleh pemilik/pembeli barunya. Padahal ia beritikad baik. Seperti dalam kasus A tersebut di atas.
Pada 9 Desember 2016 Mahkamah Agung RI menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.
SEMA tersebut merupakan bagian dari penerapaan sistem kamar di Mahkamah Agung yang salah satu tujuannya untuk menjaga kesatuan penerapan hukum dan konsistensi putusan hakim di semua pengadilan.
Pada Bagian Kamar Perdata, Perdata Umum angka 7 SEMA itu ditentukan pedoman untuk hakim dalam memutuskan perkara terkait peralihan hak atas tanah berdasarkan PPJB, bahwa:
Peralihan hak atas tanah berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) secara hukum terjadi jika pembeli telah membayar lunas harga tanah serta telah menguasai objek jual beli dan dilakukan dengan itikad baik.
Di dalam pedoman dari Mahkamah Agung yang harus dipatuhi hakim itu ditentukan bahwa peralihan hak atas tanah harus dianggap sudah terjadi meskipun belum disertifikasikan atau belum dibaliknama atas nama pemilik/pembeli baru dengan syarat:
1.Pembeli harus sudah membayar lunas harga tanah tersebut;
2.Pembeli sudah harus menguasai obyek tanah tersebut;
3.Pembeli harus pembeli yang bertitikad baik.
Dengan demikian pada kasus tersebut di atas dapat dipastikan bahwa meskipun A belum melakukan balik nama atas namanya untuk tanah dan bangunan yang dibeli dari B berdasarkan PPJB yang dibuat di hadapan PPAT pada 10 Januari 2022 itu, secara hukum peralihan hak atas tanah dan bangunan tersebut harus dianggap sudah terjadi pada saat itu juga.
Alasannya, karena:
1.A telah membayar lunas tanah dan bangunannnya kepada B, B telah menerima baik pembayaran itu, sebagaimana tersebut pada PPJB;
2.Tanah dan bangunan tersebut telah dikosongkan B, semua kunci rumahnya telah diserahkan oleh B kepada A. Dengan demikian A telah menguasai tanah dan bangunan tersebut;
3.A mempunyai itikad baik dalam transaksi jual beli tanah dan bangunan itu dari B.
Tentang itikad baik A itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas tanah dan bangunan itu dilakukan secara resmi menurut hukum yang berlaku, yaitu dengan akta PPJB di hadapan PPAT.
Sertifikat Tanah itu semula dijaminkan B di Bank. Sesuai kesepakatan di antara mereka yang tertuang di PPJB, A telah membayar lunas dipotong hutang B kepadanya harga tanah dan bangunan tersebut. Dengan uang yang diperoleh dari A, B telah menebus hutangnya kepada Bank. Bank melakukan roya Hak Tanggungan pada Sertifikat itu di BPN, lalu mengembalikan Sertifikat itu kepada B. B menyerahkan Sertifikat itu kepada A sebagai pemilik baru.