Penyebabnya antara lain:
Pembatasan Muatan dan Penetapan Kuota
Pelni ditenggarai melakukan pembatasan angkutan pada kapal-kapal Tol Laut jauh di bawah kapasitas kapal-kapal itu. Ditambah dengan adanya ketentuan kuota untuk setiap pelabuhan yang jauh di bawah kebutuhannya.
Sebagai contoh kasus. Pada trayek 28B (T-28B): Tanjung Perak - Fakfak - Kaimana - Elat - Dobo - Tanjung Perak. Kapasitas kapal Tol Laut-nya adalah 300 Teus. Tetapi yang dimuat hanya maksimal 105 Teus. Dengan ketentuan kuota untuk pelabuhan:
- Fakfak: 25 Teus. Kebutuhan: 80 - 100 Teus;
- Kaimana: 25 Teus. Kebutuhan: 60 - 70 Teus;
- Elat: kuota 15 Teus (sesuai kebutuhan);
- Dobo: kuota 40 Teus. Kebutuhan: 70 - 80 Teus.
Tidak maksimalnya pemanfaatan kapasitas kapal dan adanya ketentuan kuota itu menyebabkan pada setiap trayek selalu saja ada pedagang yang kekurangan kontainer. Padahal ada belasan pedagang pada setiap kota yang memanfaatkan Tol Laut dengan kebutuhan masing-masing 2 - 10 Teus per trayek.
Dengan demikian barang-barang yang dikirim pun jumlahnya tidak maksimal, atau berpotensi kurang dari dari jumlah yang dibutuhkan suatu daerah dalam periode tertentu.
Sedangkan durasi pelayaran kapal Tol Laut dari Tanjung Perak sampai kembali lagi ke Tanjung Perak untuk pengangkutan berikutnya sampai kembali ke pelabuhan yang sama memerlukan waktu sekitar 2 bulan.
Dampaknya pada daerah-daerah tersebut berpotensi mengakibatkan terjadi kekurangan stok barang tertentu yang berdampak pada kenaikan harga.
Tak jarang terjadi saat kapal Tol Laut belum kembali lagi dari Tanjung Perak untuk membongkar muatannya lagi di pelabuhan tersebut, barang-barang tertentu di daerah itu sudah habis stoknya.
Kelangkaan Kontainer
Dengan pembatasan tersebut masih sering terjadi kelangkaan kontainer.