Kondisi inilah yang membuat Komnas HAM berkesimpulan telah terjadi unlawfull killing, pembunuhan di luar hukum. Karena keempat orang itu sedang dalam penguasaan aparat negara, lalu ditembak mati dalam waktu hampir bersamaan. Tanpa ada upaya lain untuk menghindari jatuhnya korban jiwa lagi.  Dengan demikian perbuatan tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana pembunuhan yang merupakan pelanggaran HAM.
"Penembakan sekaligus terhadap empat orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain yang dilakukan untuk menghindari semakin banyaknya jatuh korban jiwa, mengindikasikan adanya unlawfull killing terhadap empat orang laskar FPI."
Atas berbagai temuan itu, Komnas HAM memberi sejumlah rekomendasi kepada Polri. Komnas HAM merekomendasikan peristiwa pelanggaran HAM ini diselesaikan melalui mekanisme pengadilan pidana.
"Komnas HAM merekomendasikan kasus ini harus dilanjutkan ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana guna mendapatkan kebenaran materiil lebih lengkap dan menegakkan keadilan."
Komnas HAM merekomendasi tiga orang polisi itu diadili di pengadilan pidana biasa, karena dugaan tindak pidana yang mereka lakukan itu tergolong tindak pidana pembunuhan biasa, atau pelanggaran HAM biasa, bukan pelanggaran HAM berat.
Kalau pelanggaran HAM berat, maka itu harus diadili di pengadilan HAM, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Pelanggaran HAM berat yang tergolong kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan harus memenuhi tiga unsur, yaitu harus dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan masif (lihat Pasal 7, 8 dan 9 UU No. 26 Tahun 2000).
Ketiga polisi itu mengaku mereka menembak empat laskar FPI itu karena di dalam perjalanan melakukan perlawanan hendak merampas senjata petugas. Tetapi menurut Komnas HAM pengakuan tersebut sepihak. Tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Tidak ada saksi-saksi pembanding atau bukti lain yang bisa memperkuat pengakuan tersebut.
Jika kita merekonstruksi  kejadian polisi vs laskar FPI pada peristiwa tersebut, kita dapat membayangkan begitu tingginya tensi bentrokan di antara kedua belah pihak ketika itu. Â
Polisi-polisi yang sedang mengintai itu tidak menyangka akan mendapat perlawanan yang sedemikian berani. Mereka tidak menyangka akan ditembak dengan niatan dibunuh. Ketika terjadi tembak-menembak risiko yang ada adalah membunuh atau terbunuh.
Dengan pengalaman dan kemahiran menembaknya sebagai polisi wajar jika mereka unggul. Mereka berhasil menembak mati dua orang. Ini yang disebut Komnas HAM dengan konteks pertama.