Pusat Pembelajaran Strategis Kerajaan Islam di Amman, Yordania, Desember 2020 lalu kembali merilis buku publikasi tahunan "The Muslim 500" untuk tahun 2020, yang berisi 500 tokoh Muslim paling berpengaruh di dunia. Jokowi berada di urutan 13 para tokoh Islam dunia tersebut, persis di bawah Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamid Al-Thani.
Sejak 2016 sampai dengan yang terbaru (2020) Jokowi selalu masuk 20 besar tokoh Islam dunia menurut versi Pusat Pembelajaran Strategis Kerajaan Islam di Yordania tersebut.
Daftar Top 50 muslim paling berpengaruh di dunia versi publikasi The Muslim 500 untuk edisi tahun 2012, Presiden Jokowi ada di urutan ke-13.
**
Dengan fakta-fakta tersebut di atas sungguh tidak masuk akal menuduh Pemerintah memusuhi dan menyakiti umat Islam. Tidak mungkin juga Pemerintah mengkriminalisasi ulama. Kalau ada orang berpredikat ulama yang diproses hukum, ditahan, sampai divonis penjara, maka itu karena perilaku oknum itu sendiri yang melanggar hukum, yang tidak mencerminkan perilaku ulama sebagaimana mestinya.
Ulama dari agama apapun tetap saja adalah manusia biasa, yang bisa saja melakukan tindak pidana, dan semua orang sama di hadapan hukum, siapa pun dia jika melanggar hukum, berbuat kejahatan, maka harus menanggung konsekuensi hukumnya. Yang dihukum bukan ulamanya, tetapi orangnya yang melakukan tindak pidana tersebut.
Adalah fakta pula bahwa ada beberapa tokoh yang karena perilaku dan perbuatannya lebih menunjukkan dia seorang kriminal daripada seorang ulama. Ia kerap melakukan perbuatan melanggar hukum/tindak pidana,  dalam dakwah/ceramahnya sering  memprovokasi pengikutnya dan masyarakat dengan hasutan-hasutan kebencian SARA, kabar bohong dan hasutan-hasutan untuk memberontak (makar) Pemerintah yang sah.
Adalah fakta bahwa ada tokoh-tokoh tertentu berpredikat ulama yang dari perilaku dan tindakannya jauh dari karakter ulama yang sejati, karena kerap melakukan pelanggaran hukum, seperti hasutan-hasutan kebencian SARA, penganiayaan, bahkan sampai pada upaya mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain (khilafah), hingga kejahatan terorisme.
Terhadap yang begini tentu tidak tepat masih layak disebut ulama. Jika Pemerintah dan aparat kepolisian melakukan tindakan tegas terhadap mereka berdasarkan hukum yang berlaku, sama sekali tidak dapat disebut sebagai "kriminalisasi ulama". Sebaliknya janganlah tetap menganggap mereka layak disebut ulama. Jangan "mengulamakan" pelaku kriminal, lalu menuduh pemerintah melakukan kriminalisasi ulama, apalagi memusuhi Islam.
Yang sebenarnya terjadi adalah atas nama hukum dan demi kesatuan dan persatuan bangsa Pemerintah melalui alat negara Kepolisian RI bilamana perlu dibantu TNI akan selalu menindak dengan tegas siapa saja, termasuk mereka sebagai individu dengan predikat ulama, maupun ormas yang hanya menggunakan agama untuk membenarkan tindakan pelanggaran hukum, premanisme, penghasutan, sampai terorisme.
Mayoritas ulama Indonesia adalah ulama yang sejati, karena mereka mendakwah agama yang benar, penyampaian ajaran-ajaran agama yang sejuk, damai, pemaaf, kasih di antara sesama, meskipun berbeda keyakinan, bahkan mengayominya. Sehingga mereka bukan hanya didengar dan dicintai oleh umat Islam saja, tetapi juga oleh umat agama lain.