Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Densus 88 Tangkap Terduga Teroris di Kampus UNRI, Fahri Hamzah Bilang Otak Jokowi Kekecilan

3 Juni 2018   23:53 Diperbarui: 4 Juni 2018   00:18 1921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anggota dari Satuan Brimob bersenjata lengkap bersiaga di depan Gedung Gelanggang Mahasiswa Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau, Sabtu (2/6). Tim Densus 88 dibantu Polda Riau dan Polresta Pekanbaru melakukan penggeledahan digedung tersebut dan membawa sejumlah barang. Tribun Pekanbaru/Doddy Vladimir (Tribun Pekanbaru/Doddy Vladimir)

Sabtu sore kemarin (2/6) pasukan Densus 88 dengan persenjataan lengkap  masuk kampus Universitas Riau, Pekanbaru, Riau, untuk melakukan penggebrekan dan penangkapan terhadap terduga teroris yang bersembunyi di sana (mess Mapala Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik).

Pasukan Polri Antiteror itu berhasil menangkap tiga orang terduga teroris, yang merupakan alumni Universitas tersebut, angkatan tahun 2002, 2004, dan 2005 dengan sejumlah barang bukti, antara lain 4 buah bom siap digunakan, sebuah granat tangan rakitan, satu pucuk senapan angin, dua busur panah dengan delapan buah anak panah, dan bubuk mesiu untuk membuat bom.

Menurut keterangan dari Kapolda Riau Irjen Pol Nandang, para terduga teroris itu mengaku, bom-bom tersebut rencananya akan diledakkan di kantor DPRD Riau dan DPR RI.

Tentu saja kita menyambut gembira keberhasilan Densus 88 menangkap para terduga teroris itu, meskipun juga merasa prihatin bahwa penangkapan itu semakin membuktikan bahwa paham radikalisme (terorisme) benar-benar sudah merasuk ke kampus-kampus.

Tetapi tidak demikian dengan Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PKS, Fahri Hamzah, yang paling cepat merespon aksi antiteror Densus 88 itu lewat akun Twitter-nya, @FahriHamzah,  ia -- seperti biasanya -- justru protes dan  mengecam keras penggebrekan yang dilakukan Densus 88 di dalam kampus Universitas Riau itu, alasannya kampus harus steril dari segala macam senjata api.

Dalam cuitannya, Sabtu(2/6), dimulai pukul 19.40 WIB itu, Fahri menuduh penggebrekan yang dilakukan Densus 88 dengan persenjataan lengkapnya ke dalam kampus Universitas Riau itu sudah sama dengan perilaku rezim Orde Baru.

Ia bahkan men-tag akun Twitter Presiden Jokowi, @Jokowi, untuk menyampaikan kecamannya terhadap aksi antiteror Densus 88 itu, cuitannya:

"Pak @jokowi, ini jangan dibiarkan, kalau senjata laras panjang sudah masuk kampus, kita telah kembali ke zaman batu! Mungkin bapak tidak pernah menjadi aktivis. Maka bapak biarkan kejadian ini. Ini perang dengan mahasiswa!"

Padahal jelas-jelas yang menjadi target Densus 88 itu adalah para terduga teroris yang bersembunyi di dalam kampus itu, bukan mahasiswa yang benar-benar belajar di sana, bukan mahasiswa yang tidak suka dengan Jokowi.

Fahri yang dahulu seorang aktivis merasa bangga, dan oleh karenanya menjadi angkuh dengan menyindir Jokowi dengan kata-kata "Mungkin bapak tidak pernah menjadi aktivis". Seolah kalau sudah mantan aktivis itu pasti menjadi manusia yang baik dan berguna, kenyataannya tidak selalu demikian, contoh kongkritnya, ya, Fahri Hamzah itu.

Jokowi memang dahulu bukan siapa-siapa, mungkin termasuk bukan aktivis, tetapi Jokowi yang sekarang adalah Jokowi Presiden yang benar-benar mengabdi jiwa raganya bagi NKRI berdasarkan Pancasila, oleh karena itu ia juga mati-matian mempertahankan Pancasila dari segala macam rongrongan paham radikalisme, sektarianisme, dan khalifaisme.

Saking galaunya Fahri Hamzah mengetahui Densus 88 masuk kampus Universitas Riau itu, ia sampai lupa dengan etika, ia pun melanjutkan cuitannya itu dengan gaya bahasa yang melecehkan Jokowi sebagai seorang Presiden, dengan mengatakan ukuran otak Jokowi yang kecil, katanya:

"Ini sebenarnya soal diameter ukuran otak pemerintahan dan presidennya. Tidak lebih. Presiden @jokowi tidak punya kemampuan memahami kompleksitas Indonesia. Itu masalahnya. Dan otak mini sekarang jadi wabah. Menjalar ke mana-mana. #SaveKampus #SaveUNRI."

Padahal dengan segala sikapnya yang kerap tak beretika, anti pemberantasan korupsi dan anti pemberantasan terorisme, Fahri hamzah sendirilah sesungguhnya yang sangat tidak patut menjadi anggota DPR. Sesungguhnya ia menjadi Wakil Ketua DPR itu merupakan suatu kecelakaan sejarah bagi Indonesia.

Tak heran banyak warganet yang sarkastik menyayangkan Densus 88 keburu menangkap para terduga teroris itu, padahal mereka berencana mengebom DPR RI. Komentar banyak warganet, seharusnya biar saja para teroris itu mengebom gedung DPR itu dengan harapan ketika bom meledak ada Fahri Hamzah di situ, setelah itu baru Densus 88 menangkap mereka.

Sesungguhnya salah satu hal yang paling berbahaya dan menjalar kemana-mana saat ini adalah mengwabahnya paham radikalisme, sektarianisme dan khalifaisme, yang diduga kuat diam-diam didukung oleh politikus-politikus tertentu, bahkan parpol tertentu.

Wabah radikalisme, sektarianisme dan khalifaisme itu sudah merasuk sampai ke kampus-kampus, dan ketika Presiden Jokowi memerintahkan pemberantasannya sampai ke sana, wajarlah tokoh-tokoh dan parpol politik tertentu simpatisannya merasa resah dan galau luarbiasa. #SaveKampus #SaveUNRI dari bahaya radikalisme dan khalifaisme dan para simpatisannya.

Fahri Hamzah juga mencuit di akun Twitter-nya itu:

"Kampus, parlemen, rumah sakit adalah di antara tempat yang harus bersih dari senjata. Apalagi senjata laras panjang. Siapa pun termasuk mahasiswa dan dosen dilarang membawa senjata mematikan. Karena ini tempat orang bicara tanpa ancaman kekerasan fisik. #SaveKampus."

Fahri sendiri menulis: "Kampus itu tempat orang bicara (belajar) tanpa ancaman kekerasan fisik," jelas apa yang dia cuitkan itu tidak nyambung dengan apa yang dilakukan Densus 88, karena yang digebrek dan ditangkap Densus 88 itu bukan orang yang sedang belajar di kampus sebagaimana mestinya, tetapi orang-orang yang menyebarkan ideologi radikalisme dan khalifaisme, dan teroris yang bersembunyi di kampus-kampus.

Fahri melanjutkan kritikannya dengan mencuit:

"Apakah ada teroris bersenjata dalam kampus? Kenapa tidak kirim intel? Kenapa tidak ditangkap di luar kampus? Apakah mereka bikin markas teroris di kantor menwa? Kenapa senang menampakkan pasukan bersenjata dan laras panjang masuk kampus? Ini Polri atau kompeni? #SaveKampus."

Seolah-olah ia lebih tahu daripada Densus 88, bagaimana SOP dari suatu operasi antiteror dalam menghadapi teroris-teroris berkedok itu.

Faktanya bukan hanya ada terduga teroris bersenjata di kampus, tetapi ada teroris dengan bom siap ledak di kampus.

Tentu saja Densus 88 bergerak masuk kampus itu berdasarkan informasi dari intel, bukan asal masuk menggebrak begitu saja. Dari sini saja kita bisa menduga kapasitas otak Fahri Hamzah bisa jadi lebih kecil daripada yang ia lecehkan kepada Jokowi.

Untuk cuitannya itu, baiknya kita kutip saja, tanggapan langsung dari Kapolda Riau Irjen Nandang.

"Berkaitan penggerebekan di Kampus pakai senjata, karena yang digerebek bukan pencuri ayam," tegas Nandang dalam jumpa pers, Sabtu (2/6/2018) malam di Mapolda Riau Riau Pekanbaru.

"Tetapi (yang digerebek) adalah salah satu bentuk kejahatan yang extra ordinary, yakni kejahatan yang sangat meresahkan bangsa-bangsa di dunia ini, sehingga menggunakan senjata," katanya.

**

Selain Fahri Hamzah, petinggi  PKS lainnya juga selalu menyampaikan ketidaksukaannya, atau protesnya setiap kali ada teroris yang ditangkap atau ditembak mati Densus 88, maka itu tak heran kalau sampai Ketua Progres Aktivis 1998 Faizal Assegaf sampai melaporkan PKS ke polisi karena diduga kader-kadernya mendukung terorisme di Indonesia.

Ketika terjadi pemberontakan para narapidana teroris (napiter) di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, 7-10 Mei 2018, yang menyebabkan 5 orang polisi tewas dibunuh secara sadis, Fahri Hamzah juga termasuk orang pertama yang memberi komentar nyinyir-nya dengan membawa-bawa nama Ahok segala. Ia tidak perduli dengan tewasnya 5 polisi itu, tetapi langsung mengecam sistem keamanan di sana, dan menuduh peristiwa itu terjadi karena ada perbedaan perlakuan tahanan di sana, antara perlakuan (istimewa) terhadap Ahok dengan perlakuan tak manusiawi terhadap tahanan teroris. Oleh karena itu, katanya, Ahok harus dipindahkan dari sana.

"Mungkin ada perlakuan tidak adil. Ada peristiwa pejabat tak mau dipindah ke LP. Ada perasaan tidak adil, kadang-kadang memancing orang melakukan tindakan perlawanan. Aparat tak cukup berbuat adil, tapi harus tampak berbuat adil."

"(Ahok harus dipindahkan) salah satunya. Kita kalau memakai asas kepastian hukum dan persamaan di mata hukum, harusnya dilakukan. Aparat penegak hukum kayak ada perasaan bersalah menghukum Ahok, itu dibaca orang dan itu menyebabkan ketidakpastian," tuding Fahri ketika itu (9/5/2018).

Komentar senada tentang kerusuhan di Mako Brimob itu, juga diucapkan oleh Wakil Ketua Dewan Syuro PKS Hidayat Nur Wahid, ia mengatakan ada kejanggalan di balik peristiwa tersebut, dan menduga penyebab pemberontakan para napiter itu karena ada perbedaan perlakuan mereka dengan Ahok. Padahal bagaimana caranya dia, Fahri, dan para tahanan napiter itu tahu, bagaimana perlakuan terhadap Ahok selama menjalani masa hukumannya di Mako Brimob itu.

"Di situ juga ada Ahok yang ternyata tidak ada masalah sama sekali. Nah kenapa dia enggak ada masalah. Terus sebagian ada masalah, ini kan berarti jadi bagian daripada keadilan. Ini pasti terkait penegakan hukum dan juga keadilan terhadap warga penghuni lapas itu," kata Hidayat ketika itu (Kumparan.com, 11/5/2018).

Hidayat Nur Wahid juga pernah "berkeberatan" jika Densus 88 menggunakan peluru tajam melawan teroris, ia menyarankan peluru tajam diganti dengan peluru bius, dengan alasan supaya terorisnya tidak mati, dan bisa diminta keterangannya.

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera juga memberi komentar serupa tentang peristiwa di Mako Brimob itu, meskipun dengan embel-embel mengutuk peristiwa itu, tetapi tidak menyatakan keprihatinannya atas tewasnya lima polisi di tangan napiter, malah menyinggung tentang hak napiter, kata dia:

"Janggal dan aneh. Makanya perlu penyelidikan yang transparan. Cek SOP dan bagaimanapun napiter juga manusia yang perlu mendapat haknya" (Inilah.com, 12/5/2018).

Merespon tiga bom bunuh diri di tiga Gereja di Surabaya yang menewaskan banyak orang, dan satu bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya baru-baru ini, Presiden PKS Muhammad Sohibul Iman menyatakan kecurigaannya bahwa empat peristiwa bom bunuh diri itu merupakan upaya adu domba antar umat beragama yang dilakukan pihak-pihak tertentu demi kepentingan politik tertentu (CNNIndonesia.com, 14/5/2018). Sepertinya ia hendak mengatakan itu bukan ulah teroris, tetapi merupakan settingan.

Pernyataan Sohibul Iman itu dapat dinilai sebagai upaya membantah beberapa kali pernyataan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang secara gamblang menyatakan aksi empat bom diri itu dilakukan teroris dari kelompok yang bernama Jamaah Ansarut Daulah (JAD) yang berafiliasi ke ISIS, yang bercita-cita ingin mendirikan negara Islam (Khilafah) di Indonesia, bahkan Dita Supriyanto, yang melakukan bom bunuh diri di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya adalah Ketua JAD di Jawa Timur.

Demikianlah memang kenyataanya bahwa hampir setiap kali ada operasi Densus 88 menangkap atau menembak mati teroris, ada saja kader PKS yang memprotes, atau menisbikan kesuksesan Densus 88 itu. Mereka tidak pernah mengapresiasi kesuksesan Densus 88 menangkap terduga teroris. Sebaliknya, malah terkesan mereka tidak senang dengan kesuksesan Densus 88 itu, dan justru bersimpatik kepada teroris.

Bukan tak mungkin, entah saking bencinya mereka kepada Presiden Jokowi telah membuat mereka gelap mata, sampai-sampai seandainya harus memilih berpihak kepada Presiden Jokowi (Negara), atau teroris, mereka memilih teroris. Sepertinya mereka akan sangat gembira seandainya Presiden Jokowi dan Densus 88 gagal memberantas terorisme di negara ini, ataukah memang sesungguhnya diam-diam ideologinya memang selaras dengan ideologi teroris, yang antara lain bercita-cita ingin mendirikan negara khilafah di Indonesia?

Mantan Presiden PKS Anis Matta -- hanya PKS satu-satunya parpol dalam sejarah politik Indonesia, yang menggunakan sebutan "Presiden" untuk jabatan ketua umumnya --, pernah membuat pernyataannya yang bersimpatik kepada ISIS, dengan mengatakan bahwa aksi dunia bersama-sama memerangi ISIS itu suatu hal yang lebay alias terlalu berlebihan (baca artikelnya di sini).

Dengan dua puisinya yang berjudul "Surat untuk Osama" dan "Jawaban Osama" (2001), Anis Matta juga telah secara terang-terangkan menyatakan kekagumannya yang luar biasa kepada gembong teroris Al-Qaedah (alm.) Osama bin Laden.

Dalam puisinya "Surat untuk Osama", Anis menyatakan kekagumannya terhadap Osama bin Laden sebagai teladan terbaik bagi para mujahidin (pejuang Islam) memerangi negara-negara adi daya pimpinan Amerika Serikat, dengan (teror) merampas rasa aman mereka, membuat mereka tak bisa tidur nyenyak, yang membuat mereka tak lagi bisa menikmati hidupnya, dan seterusnya.

Sedangkan dalam puisinya "Jawaban Osama", Anis menulis imajinernya, Osama membalas suratnya itu, dengan antara lain mengatakan rasa senangnya karena teladannnya dalam memerangi AS dan sekutunya telah diikuti para mujahidin, dan pesannya, jika ia mati syahid, maka utusannya akan menemui Anis, membawa sebuah pundi yang berisi darah Osama. Darah itu untuk disiramkan ke taman jihad di Ambon, Ternate, dan Poso. Tetapi, jika ia masih hidup, ia akan datang ke sini untuk "berinvestasi," demi menguburkan Amerika di Indonesia.

Untuk membaca kedua puisi Anis Matta itu, klik di sini.

*****

Artikel lain yang terkait:

Jangan Sampai Ada Kesan Anis Matta (PKS) Simpatik kepada ISIS

Hasil Positif Penggeledahan KPK di Kantor Kader PKS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun