Sampai sekarang, meskipun sudah dilarang, di lingkungan perkampungan tertentu di Jakarta, Â masih terdapat segelintir becak, tetapi dengan adanya kebijakan melegalkan kembali becak oleh Gubernur Anies, dengan sendirinya pasti akan bermunculan becak-becak baru di Jakarta.
Siapa bisa menjamin tukang-tukang becak itu kelak akan sepenuhnya patuh pada kebijakan Gubernur Anies yang hanya membolehkan mereka beroperasi di lingkungan perkampungan, tidak boleh di jalan-jalan raya/protokol? Bagaimana jika ada pengguna becak yang hendak ke tempat tujuannya harus melewati jalan raya/protokol?
Sekarang saja, seperti yang bisa dilihat di video yang ditayangkan Najwa Shihab, di Trans7, "Mata Najwa", bertajuk "100 Hari Anies-Sandi", becak-becak sudah mulai berkeliaran di jalan-jalan raya. Para tukang becak pun mengaku, mereka akan tetap lewat jalan raya, jika memang harus melewatinya saat mengantar penumpang ke tujuannya.
Anies dengan enteng menjawab, justru itu, dia akan menertibkan becak-becak itu agar tidak melewati jalan raya. Becak-becak akan dibatasi hanya beroperasi di kawasan tertentu, dan tidak boleh bermunculan becak-becak baru yang tidak terdata/berizin, apalagi yang dari luar Jakarta.
Bicara saja memang gampang, sebab cara yang sama pernah dilakukan oleh Gubernur Sutiyoso, tetapi karena tetap saja tidak bisa ditertibkan, sebaliknya justru semakin bertambah banyak dan semakin bikin semrawut lalu lintas, akhirnya Sutiyoso pun melarang semua becak beroperasi di seluruh wilayah DKI Jakarta, dengan Perda Nomor 8 Tahun 2007 itu.
Karena dasar hukum larangan becak di DKI Jakarta itu adalah Perda DKI Jakarta  2007, maka untuk mencabut larangan tersebut harus pula dengan Perda. Karena Perda harus dibuat oleh Kepala Daerah (Gubernur DKI Jakarta)  bersama dengan DPRD DKI Jakarta, maka untuk mencabut larangan becak itu Anies Baswedan sebagai Gubernur tidak bisa membuat keputusan sendiri. Ia tidak bisa mencabut larangan itu dengan suatu Peraturan Gubernur (Pergub), karena secara hierarki peraturan perundang-undangan, Perda berada di atas Pergub.
Tetapi lucunya, di acara "Mata Najwa", 24 Januari 2018 itu, Anies sempat mengatakan sebagai Gubernur ia punya otoritas untuk mengubah Perda, lalu dikoreksi oleh Najwa, bahwa Perda itu harus dibuat bersama DPRD. Otoritas Gubernur adalah membuat Pergub (Peraturan Gubernur). Hal ini sampai terjadi dua kali di acara itu.
Ketika diminta kepastiannya, apakah dengan akan dilegalkan kembali becak di Jakarta, berarti Perda tersebut akan direvisi, Anies tidak langsung menjawab, tetapi berputar-putar bicaranya, katanya, "Saya menjadi Gubernur, membawa amanat dari rakyat, dan salah satu amanat itu adalah soal keadilan. Karena itu, saya tidak hanya mengurusi 13 juta kendaraan bermotor, tetapi juga ..."
Ia kemudian juga menjelaskan kenapa becak mau ia legalkan kembali, padahal pertanyaan Najwa itu simpel saja: Apakah Perda Nomor 8 Tahun 2007 itu mau diubah supaya becak boleh bebas lagi beroperasi di Jakarta, Anies cukup menjawab, "ya" atau "tidak".
Anies masih tidak tegas menjawab, masih bermain dengan kata-kata, katanya: "Kalau memang harus mengubah, kita ubah, tapi kalau tidak harus mengubah, tetapi bisa mengatur, kita atur."