Dana kampanye paslon nomor urut 2, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, Rp 60,190 miliar. Dana yang terpakai Rp 53,696 miliar. Hasil audit untuk paslon nomor urut 3, Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno, Rp 65,272 miliar dan dana yang terpakai 64,719 miliar.
Pada putaran kedua, Ahok-Djarot memiliki dana Rp 32,4 miliar dengan pengeluaran Rp 31,75 miliar. Anies-Sandi pada putaran kedua menghabiskan dana kampanye Rp 17,6 miliar.
Jika pengakuan-pengakuan tersebut di atas benar, bahwa mereka saat masih berstatus calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah telah menggunakan uang pribadinya mencapai puluhan miliar sampai dengan ratusan miliar untuk keperluan kampanyenya, pertanyaannya adalah apakah mereka benar-benar ikhlas padahal ada risiko sudah habis puluhan miliar sampai ratusan miliar, mereka ternyata tidak terpilih. Dan, jika terpilih, apakah mereka semua benar-benar tidak akan tergoda berupaya dengan segala cara untuk mengembalikan modal yang telah habis itu, sungguhkah mereka semua benar-benar total semata-mata mengabdi sebagai kepala daerah dengan gaji yang meskipun digabungkan selama lima tahun masa jabatannya tidak akan cukup menyamai dana pribadi yang telah dihabiskan untuk keperluan kampanye itu?
Sanksi UU Belum Bisa Diterapkan
Larangan politik uang (mahar politik) diatur di Pasal 47 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada:
Pasal 47
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama.
(3) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4) Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
(5) Dalam hal putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menyatakan setiap orang atau lembaga terbukti memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota maka penetapan sebagai calon, pasangan calon terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dibatalkan.