Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Teknologi "Home Video" dari Masa ke Masa

25 Juni 2017   23:40 Diperbarui: 26 Juni 2017   17:05 4182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proyektor video 1970-an (http://ian-partridge.com/tranp4.html)

Toko-toko retail besar DVD di AS pun, seperti Best Buy , Walmart , dan Circuit City, dan  di Kanada, seperti Future Shop pun menghentikan penjualan HD DVD, maka kematian HD DVD pun hanya menunggu waktu.

Pada 19 Februari 2008 Toshiba mengumumkan akan mengakhiri produksi dan pengembangan HD DVD sehingga secara langsung menyudahi perang format tersebut.

Bisnis VCD/DVD yang Sempat Berkembang Pesat

Sebelum datang teknologi-teknologi canggih yang berkaitan dengan home video dalam format dan teknologi lebih canggih lainnya, bisnis penjualan dan persewaan (rental) DVD sempat memperoleh masa kejayaannya selama lebih dari satu dekade.

Saat itu nama “Disc Tarra” sebagai toko musik dan DVD terbesar di Indonesia sangat dikenal, ia selalu ada di semua mall besar di seluruh Indonesia, dan selalu ramai pembelinya.

Demikian juga dengan bisnis franchise (waralaba) persewaan VCD dan DVD, seperti jaringan persewaan VCD/DVD “Odiva” (grup Disc Tarra) dan Video-Ezy (dari Australia), tersebar di seantero Nusantara, selain rental-rental perorangan lainnya.

odivavideo-594fe1d90bb0bd52227d4fe0.jpg
odivavideo-594fe1d90bb0bd52227d4fe0.jpg
Di Amerika Serikat, terkenal dengan jaringan toko rental-nya terbesarnya yang bernama Blockbuster dan Red Box.

Namun seiring berjalannya waktu, mulai tumbuh pesat pula bisnis DVD bajakan di Indonesia. Kebanyakan konsumen Indonesia yang tidak memperdulikan kwalitas, yang penting bisa nonton filmnya, lebih memilih DVD bajakan yang harganya rata-rata hanya Rp 5.000 per film, dibandingkan DVD original yang rata-rata di atas Rp. 100.000 per film, dan sewa DVD original yang Rp Rp. 8.000 – Rp. 10.000, atau sewa VCD yang Rp. 4.000-Rp. 5.000 per film, denganbatas waktu pengembalian tertentu, yang jika dilewati akan dikenakan denda.

Beli DVD bajakan dengan harga segitu, habis nonton dibuang juga tidak masalah, dibandingkan sewa dengan ongkos sewa yang sama, tetapi harus dikembalikan tepat waktu, atau kena denda. Apalagi kwalitas DVD bajakan pun terus berkembang sehingga nyaris sama dengan DVD original.

Maka perlahan namun pasti DVD dan VCD original di Disc Tarra pun semakin tidak laku. Disc Tarra semakin terpukul ketika teknologi dan kecepatan internet semakin maju dengan setiap orang bisa mengunduh musik dari internet dan menyimpannya di USB, flash-disc atau media lainnya. Disc Tarra yang sangat mengandalkan penjualan CD musik pun semakin terpuruk, sampai akhirnya terpaksa menutup tokonya di seluruh Indonesia. Bangkrut!

Di Amerika pun  jaringan persewan DVD Blockbuster yang sangat terkenal di sana, pun terpaksa lempar handuk putih,  menutup seluruh tokonya, karena gempuran teknologi internet (video streaming), apalagi ketika bermunculan bisnis persewaan film jenis baru berteknologi internet kecepatan tinggi (broadband), yang dipelopori oleh Netflix.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun