Di media sosial sempat viral dua foto dokumen tentang kontrak politik yang “ditandatangani” Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, dan yang “ditandatangani” sendiri oleh Anies, isinya mengenai janji mereka dengan ormas-ormas Islam radikal, jika terpilih menjadi pasangan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta akan membuat Jakarta menjadi kota bersyariah, menerapkan hukum Islam melalui perda-berda bersyariah.
Dokumen yang berisi tanda tangan Anies dan Sandi kelihatan sekali tanda tangan palsu, sedangkan dokumen yang ada tanda tangan Anies saja seperti tanda tangan asli, tetapi kedua-duanya sudah dibantah Anies dan Sandi, dan tim suksesnya. Mereka mengatakan, viral itu merupakan fitnah.
Tak lama kemudian, bertebaran pula di Jakarta, banyak spanduk yang bertuliskan tentang program kerja 100 hari pertama Anies-Sandi untuk mewujudkan DKI Jakarta menjadi kota bersyariah melalui qanun jinayah yang terdiri dari 9 perda bersyariah.
Anies, Sandi, dan tim suksesnya kembali mengatakan bahwa pembuatan dan penyebaran spanduk-spanduk itu merupakan bentuk fitnah terhadap mereka, Anies dan Sandi tidak pernah membuat kontra politik seperti itu.
Anies Baswedan mengatakan, pihak lawannya sudah tidak percaya diri dalam adu program di pilkada Jakarta ini, jadi, hobinya bikin fitnah melulu. Padahal itu merupakan cara tidak keren, yang hanya mengganggu suasana politik Jakarta yang sedang memanas.
Anies-Sandi dan tim suksesnya sah-sah saja membantah mengenai kontrak politik Jakarta Bersyariah ini, mungkin juga benar, itu semua hanya fitnah.
Sudah menjadi rahasia umum, ormas-ormas sektarian itu punya agenda untuk mensyariahkan NKRI, yang diawali dengan Jakarta, untuk menuju cita-cita mereka yang lebih besar lagi, yaitu mendirikan negara khilafah di negara ini, mengubah dasar negara Pancasila dengan ideologi khilafah.
Apabila niat Anies merangkul ormas-ormas itu bukan demi kepentingan politiknya semata, tetapi demi kepentingan bangsa dan negara, maka seharusnya ia dengan sungguh-sungguh mau mengajak mereka untuk secara kongkrit mengakui Pancasila sebagai dasar negara, mengakui dan mendukung pluralisme, mengakui adanya persamaan hak dan kewajiban bagi semua WNI tanpa kecualinya berdasarkan UUD 1945, serta mengakui bahwa NKRI ini NKRI berdasarkan Pancasila, bukan berdasarkan agama Islam.
Sebagai awal dari upaya itu, mungkin Anies dan Sandiaga bisa mengajak para petinggi ormas-ormas itu, untuk sejenak melepaskan jubah khas Arab mereka, diganti dengan busana Batik sebagai busana nasional NKRI, atau mengenakan busana khas daerah, seperti busana khas Betawi, lalu foto bersama mereka. Sebab, bukankah selama ini kita tidak pernah melihat para petinggi ormas-ormas radikal yang katanya pendukung NKRI itu mengenkaan busana nasional Batik?
Masjid Sebagai Media Kampanye Paling Efektif Anies-Sandi?