Contoh lain, lanjut Anies, adalah janji Prabowo yang seakan berpihak kepada heterogenitas dan pluralisme yang ada di Indonesia. "Tapi, dia justru mengakomodasi dan merangkul kelompok ekstremis seperti FPI!"
Masyarakat harus bertanya, tegasnya Prabowo itu pencitraan atau kenyataan? Tunjukkan tiga saja keputusan Prabowo yang tegas," tambah Anies waktu itu (Kompas.com).
Tidak usah sampai tiga bukti, sebagaimana Anies minta untuk pembuktian ketegasan Prabowo, cukup satu saja kita minta dari Anies untuk membuktikan ia memang sosok yang tegas.
Yang ada justru bukti ketidaktegasan Anies.
Misalnya, tentang program KPR Nol Rupiahnya bersama Sandiaga, di mana ketegasannya?
Program Anies-Sandi itu terus-menerus dimodifikasi (berubah-ubah) seiring dan disesuaikan dengan kritik-kritik yang susul-menyusul yang menyatakan program itu nyaris mustahil untuk dilaksanakan. Programnya diubah-ubah supaya yang tidak masuk akal itu bisa masuk akal, tetapi tetap saja tidak bisa.
Bahkan di antara Anies dan Sandiaga pun tidak seia sekata dengan program mereka sendiri itu (baca: Anies-Sandi Beda Pandangan Soal Program DP 0 Rupiah).
Sedangkan, mengenai ketegasan sikapnya terhadap heteregonitas, pluralisme, sama persis dengan ia tempo hari katakan tentang Prabowo Subianto; katanya perajut kebhinekaan, berpihak kepada heterogenitas dan pluralisme, tetapi ketika tergiur dengan jabatan gubernur demi mendapat suara, justru merangkul dan bersekutu dengan kelompok ekstremis anti-kebhinekaan, seperti FPI, FUI, HTI, dan lain-lain.
Kini, demi bisa jadi gubernur DKI Jakarta, Anies pun menjilat kembali semua ludahnya kembali; Prabowo dielu-elukan, dikatakan sebagai negawaran besar, dan FPI dipuja-puji, dikatakan sebagai ormas agama berintelek tinggi, setaraf dengan universitas, sehingga dijadikan “panutannya”.
Kontrak Politik “Jakarta Bersyariah”