“Kalau kita berbicara tentang ayat Quran, jelas, di situ dikatakan itu, tetapi kalau sudah sampai pada putusan politik, putusan politik itu diserahkan kepada rakyat, karena itu adalah proses demokrasi.”
Tapi, bukan namanya Najwa Shihab kalau berhenti mengejar subyek yang ngeles ketika ditanya, maka Najwa mengulangi lagi pertanyaannya: “Jadi, Anda tidak sependapat?”
Anies menjadi tanpak konyol ketika masih mencoba berpura-pura tidak mengerti pertanyaan Najwa itu, seolah-olah masih ingin mengulur-ulur waktu, dia berbalik bertanya kepada Najwa: “Tentang...?”
“Tentang gubernur DKI harus orang muslim,” Najwa terpaksa menjelaskan lagi.
Tak bisa menghindar lagi, Anies pun menjawab: “Sebagai seorang muslim saya mentaati Al-Maidah 51 (gubernur DKI harus beragama Islam).”
Kenapa dari awal, tidak langsung saja Anies menjawab tegas begini?
Karena sesungguhnya ketika itu Anies terpojok dengan pertanyaan Najwa itu, antara menunjukkan sifat aslinya, ataukah harus mempertahankan kepura-puraannya, seolah-olah ia perajut kebhinekaan, seolah-olah ia pro-pluralisme, pro-heteregonitas, mengakui adanya kesamaan hak dan kewajiban setiap WNI sebagaimana dijamin oleh UUD 1945, itu semua ternyata hanyalah seolah-olah.
Karena sudah terpojok dengan pertanyaan Najwa Shihab itu, akhirnya, mau tak mau, Anies pun menunjukkan sikap aslinya itu. Benarlah kata orang bijak, seseorang yang sedang berpura-pura akan menunjukkan sifat aslinya ketika dia merasa terpojok.
Jadi, pandangan politik Anies jelas sama dengan FPI dan kawan-kawannya bahwa seorang gubernur DKI Jakarta harus orang beragama Islam. Artinya, dengan kata lain bagi Anies, tidak semua WNI berhak menjadi gubernur DKI Jakarta, hanya WNI Islam yang berhak, maka, Ahok yang beragama Kristen tidak berhak dipilih untuk menjadi gubernur DKI Jakarta.
Silakan menyimak rekaman videonya di bawah ini (mulai menit ke 4:45):
Dalam Hal Ini, Anies Serupa Benar dengan Prabowo