Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Adakah Itikad Buruk Tempo terhadap Ahok?

22 Maret 2017   16:10 Diperbarui: 22 Maret 2017   16:18 5473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hak Jawab Cyrus Network terhadap pemberitaan Tempo berdasarkan Keputusan dan Rekomendasi dari Dewan Pers, dimuat di majalah Tempo edisi 20-26 Maret 2017.

Senin, 13 Maret 2017, ketika membuka majalah Tempo, edisi 13-19 Maret 2017, saya kaget membaca di halaman 6, di situ dimuat iklan  Koran Tempo dengan menampilkan halaman depan Koran Tempo edisi Juni 2016 dengan laporan utama berjudul: “KPK Usut Rp. 30 Miliar ke Teman Ahok.”

“Ada apa dengan Tempo ini?” spontan pertanyaan ini muncul di benak saya.

Saya pun langsung mencuitkan komentar saya tentang iklan itu di akun Twitter saya:

Ada apa dgn Koran Tempo, beriklan dgn isu lama yg pojokkan Ahok, dan tdk ada buktinya itu, persis di masa putaran kedua Pilgub DKI Jakarta?!!

Kenapa di saat Pilgub DKI Jakarta memasuki putaran kedua ini, tiba-tiba majalah Tempo dan Koran Tempomemuat iklan seperti ini, iklan dengan tampilan halaman depan Koran Tempo edisi hampir setahun lalu yang judulnya sangat provokatif dan tendesius bahwa ada uang suap dari pengembang reklamasi Rp. 30 miliar yang mengalir ke “Teman Ahok.”

Blunder Tempo

Apakah Tempo mempunyai maksud buruk politik tertentu untuk kembali memberi gambaran negatif terhadap Ahok di masa putaran kedua Pilgub DKI Jakarta ini? Karena sekarang tidak ada bahan yang bisa dipakai untuk memperburuk Ahok itu, maka digunakan isu lama yang disamarkan dengan membuat iklan dengan menggunakan halaman Koran Tempo usang itu?

Berita lama tentang adanya dana Rp 30 miliar dari pengembang ke Teman Ahok melalui Cyrus Network  itu sudah lama tidak terbukti, dan olehkarena itu KPK tidak lagi mengusutnya, kenapa Tempo justru memunculkan kembali berita basi tersebut, meskipun dengan “disamarkan” dalam bentuk iklan seperti itu?

Berita basi (Juni 2016) yang pernah dibuat heboh oleh Tempo itu adalah tuduhan tentang uang suap Rp 30 miliar yang diberikan oleh dua pengembang reklamasi pantai utara Jakarta, PT Agung Podomoro Land dan PT Agung Sedayu Group kepada “Teman Ahok” dan teman-teman Ahok lainnya melalui Sunny Tanuwidjaja dan Cyrus Network/Hasan Nasbi, dan bahwa Teman Ahok dan teman-teman Ahok itu telah menerima uang suap itu pula.

Berita yang ditulis majalah  Tempo, Koran Tempo, dan Tempo.co itu sebagian besar berdasarkan kesaksian dari Andreas Bertoni, bekas Managing Director Cyrus Network Public Affairs yang dipecat oleh Hasan Nasbi karena diduga melakukan penggelapan keuangaan Cyrus Network sebesar Rp. 300 juta.

Dengan latar belakang sebagai bekas Managing Director Cyrus yang dipecat karena diduga melakukan penggelapan keuangan perusahaan itu (Andreas menolak konfirmasi ketika hal ini ditanya Tempo kepadanya) seharusnya kredibilitas dia menjadi meragukan, tetapi kenapa Tempo justru menjadikannya sebagai sumber berita utama pemberitaan yang dijadikan berita utama di tiga medianya itu?

Tempo Diwajibkan Minta Maaf

Terbukti kemudian setelah digugat oleh pihak Cyrus Network ke Dewan Pers, Tempo tidak bisa mempertanggungjawabkan berita yang ditulisnya itu, sehingga pada 29 Agustus 2016, Dewan Pers memutuskan dan merekomendasikan bahwa sebagian besar dari berita Tempo itu telah melanggar Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik, dan oleh karena itu Tempo wajib memuat hak jawab dari pengadu (pihak Cyrus Network) dan meminta maaf kepada pihak pengadu dan pembacanya, yang dimuat di majalahTempo, Koran Tempo, dan Tempo.co.

Selengkapnya putusan dan rekomendasi Dewan Pers tersebut adalah sebagai berikut (yang dimuat di Majalah Tempo edisi 20-26 Maret 2017:

Pernyataan Penilaiaan Dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers Nomor 28/PPR-DP/VIII/2016 Tentang Pengaduan PT. Cyrus Nusantara, Hasan Nasbi, Amir Maulana, dan Yustian Fadji Marsanto terhadap Majalah Tempo.

Memutuskan:

  • Berita “Dua Wajah Ahok” tidak melanggar Kode Etik Jurnalistik.
  • Berita “Dari Pantai Mutiara ke Teras Balai Kota” melanggar Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik karena tidak berimbang, tidak uji informasi, dan memuat opini yang menghakimi.
  • Judul Sampul “Duit Reklamasi Untuk Teman-Teman Ahok” melanggar Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik karena memuat opini yang menghakimi.
  • Tidak ditemukan adanya itikad buruk atau upaya sistematis dari Teradu untuk merugikan nama baik Pengadu.

Rekomendasi:

  • Pengadu mengajukan kembali Hak Jawab kepada Teradu yang berisi hal-hal yang belum dimuat pada Hak Jawab sebelumnya (edisi 11-17 Juli 2016), paling lambat dua minggu setelah Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi ini diterima dengan mengacu pada Peraturan Dewan Pers No. 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab.
  • Teradu wajib memuat kembali Hak Jawab Pengadu (poin 1) secara proporsional yang disertai permintan maaf kepada Pengadu dan pembaca. Hak Jawab tersebut dimuat pada edisi berikutnya setelah Teradu menerima Hak Jawab dari Pengadu. Format Hak Jawab yang disertai permintaan maaf dimuat dalam bentuk wawancara, liputan atau format lain dengan teknis dan rincian yang disepakati Pengadu dan Teradu.

Cover majalah Tempo, edisi 20-26 Juni 2016
Cover majalah Tempo, edisi 20-26 Juni 2016
Keputusan Dewan Pers tersebut menyatakan pihak Teradu (majalah Tempo,Koran Tempo, dan Tempo.co) bersalah terhadap pihak Pengadu (Cyrus Network) dengan melanggar Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik, dan oleh karena itu merekomendasikan Cyrus Network untuk mengajukan kembali Hak jawabnya secara lebih lengkap dengan mengacu pada Peraturan Dewan Pers No. 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab kepada pihak Tempo.

Sedangkan pihak Tempo diwajibkan memuat kembali Hak Jawab pihak Cyrus Network di tiga medianya itu pada edisi berikutnya setelah Hak Jawab itu diterima pihaknya.

Surat Keputusan Dewan Pers yang bernomor 28/PPR-DP/VIII/2016, Nomor 29/PPR-DP/VIII/2016, Nomor 30/PPR-DP/VIII/2016 itu bertanggal 29 Agustus 2016, artinya seharusnya Hak Jawab dari pihak Cyrus Network sudah dimuat di majalahTempo, Koran Tempo, dan Tempo.co,paling lambat di minggu kedua bulan September 2016, tetapi kenapa Hak Jawab tersebut tak kunjung dilakukan pihak Tempo sampai dengan Maret 2017 ini?

Apakah Tempo memang sengaja mengulur-ulurkan waktu sebab masih belum bisa menerima keputusan dan rekomendasi Dewan Pers itu, karena gengsi harus mengaku salah dan harus meminta maaf kepada pihak Cyrus Network dan pembacanya? Sesuatu yang dalam sejarah Tempo belum pernah dilakukannya? Tetapi, bersamaan dengan itu Tempo juga tidak mampu mempertanggungjawabkan kebenaran pemberitaannya itu.

Dugaan itu diperkuat dengan blunder yang dilakukanKoran Tempo dan majalah Tempo yang bukannya mematuhi Keputusan Dewan Pers tersebut, tetapi malah seolah-olah menentangnya dengan justru memuat iklan provokatif terselubung dengan menggunakan halaman muka Koran Tempo edisi Juni 2016 yang berjudul: “KPK Usut Duit Rp. 30 Miliar ke Teman Ahok” yang saya sebutkan di awal tulisan ini.

Iklan itu justru seolah-olah hendak mengembalikan persoalan ke titik awal lagi, dan menjadi semakin sensitif dikarenakan bertepatan dengan masa putaran kedua Pilgub DKI Jakarta 2017, sehingga dapat menimbulkan kesan bahwa Tempo sengaja melakukannya untuk mempengaruhi (menurunkan) elektabilitas Ahok-Djarot.

Mungkin gara-gara iklan itu Tempo itu pula telah membuat pihak Cyrus Network kembali marah kepada Tempo sambil menangih kembali kewajiban Tempo yang belum memuat Hak Jawab mereka sebagaimana diputuskan dan direkomendasikan Dewan Pers itu.

Mungkin juga gara-gara iklan itu juga Dewan Pers telah melakukan teguran keras kepada Tempo, dan mengingatkan kewajibannya yang belum dipenuhi kepada pihak Cyrus Network dan pembacanya, yaitu memuat Hak Jawab pihak Cyrus Network disertai dengan permintaan maafnya atas kesalahannya dalam memuat berita itu.

Maka itulah di edisi berikutnya (20-26 Maret 2017, majalah Tempo memuat pernyataan dalam bentuk Ralat, yang menyatakan: Menarik kembali iklan Koran Tempo itu, disertai dengan janji tidak akan lagi menayangkan iklan dengan tampilan koran seperti ini di kemudian hari. Tapi, tidak disertai penjelasan, kenapa iklan seperti itu sampai ditayangkan, dan tanpa permohonan maaf kepada pembaca dan pihak-pihak yang berkaitan dengan tampilan iklan seperti itu.

Di majalah Tempo edisi 20-26 Maret 2017, Tempo meralat dan mencabut iklan provokatif memojokkan Ahok, yang dimuat di majalah Tempo seminggu sebelumnya, serta berjanji tidak akan menayangkannya kembali, tanpa menjelaskan kenapa iklan sepertiitu ditayangkan, dan juga tanpa permintaan maaf.
Di majalah Tempo edisi 20-26 Maret 2017, Tempo meralat dan mencabut iklan provokatif memojokkan Ahok, yang dimuat di majalah Tempo seminggu sebelumnya, serta berjanji tidak akan menayangkannya kembali, tanpa menjelaskan kenapa iklan sepertiitu ditayangkan, dan juga tanpa permintaan maaf.
Yang pasti pada edisi itu pula majalah Tempo memuat Hak Jawab dari pihak Cyrus Network tersebut secara khusus satu halaman penuh di halaman 6 majalahnya, tetapi belum disertai dengan permintan maaf secara khusus oleh pihak Tempo kepada Cyrus Network dan pembacanya, sebagaimana yang diwajibkan Dewan Pers.

Poin-poin penting dari Hak Jawab Cyrus Network yang dimuat di majalah Tempoitu adalah sebagai berikut:

- Pemberitaan majalah Tempo edisi 20-26 Juni 2016 yang menyatakan adanya aliran dana dari pengembang sebesar Rp 30 miliar kepada Teman Ahok melalui Cyrus Network (CN) dan Sunny Tanuwidjaja sebagai berita yang tendensius dan mengada-ada, telah merusak harga diri dan integritas pihak CN yang selama ini terjaga baik.

- Pihak CN keberatan dengan sampul majalah Tempo, edisi 20-26 Juni 2016 tersebut yang berjudul: “Duit Reklamasi untuk Teman-Teman Ahok”, seolah-olah teman-teman Ahok (termasuk Teman Ahok) merupakan pihak yang menerima uang dari pengembang tersebut. Tuduhan Tempo itu salah besar.

- Tempo menulis berdasarkan kesaksian Andreas kepada KPK bahwa ia bersama dengan Amir Maulana, Yustian FM berangkat dari kantor Cyrus di Pejaten, Jakarta Selatan, pada 14 April 2015, jam 12.00 menuju dermaga perumahan Pantai Mutiara untuk mengambil uang Rp. 1,3 miliar dari Presiden Direktur Agung Podomoro Ariesman Widjja melalui Sunny, padahal pada tanggal tersebut, Andreas dan tim Cyrus berada di Cianjur, Jawa Barat, untuk mengikuti sejumlah kegiatan.

- Pihak CN membantah mengenai laporan Tempo, yang katanya berdasarkan data yang diperoleh wartawannya dari KPK dan PPATK, tentang pemberian mobil Honda CRV kepada Yustian Fadji Marsanto, yang disebutkan sebagai bagian dari hadiah yang dibeli dari uang suap pengembang reklamasi.

Faktanya: Honda CRV itu dibeli secara patungan oleh BOD CN sebagai mobil operasional untuk level eksekutif. Mobil itu dibeli di dealer Honda Mugen Jalan Pasar Minggu, bukan Honda Simatupang seperti yang dikhayal Tempo (di Simatupang tidak ada dealer mobil Honda, pen.). Yustian secara sukarela namanya dipakai untuk pembelian mobil itu ketika di level eksekutif ditanyakan nama siapa yang akan dipakai untuk mobil Honda CRV tersebut.

- Berdasarkan keterangan dari Andreas, Tempo menulis bahwa Staf Keuangan CN Erika Zahara menjadi juru bayar pembelian mobil tersebut dengan menggunakan rekening pribadinya.

Bisa dibuktikan bahwa rekening Erika tidak pernah dipakai untuk transaksi yang Andreas tuduhkan. Cara Wartawan Tempo Anton Aprianto yang berusaha mengkonfirmasikan Erika dengan cara memberitahu bahwa rekeningnya selama setahun terakhir sudah ditelusuri PPATK jelas melanggar etika dan menjadi ancaman. Padahal belakangan diinformasikan bahwa PPATK belum pernah mendalami rekening Erika tersebut.

- Tempo menulis Andreas mengaku turut menerima Rp 7 miliar dari Sunny, yang merupakan pemberian Bos Agung Sedayu Group, Aguan, di lantai dua kantor CN pada 19 Agustus 2015.

Padahal pada tanggal 19 Agustus 2015 dini hari, Andreas lembur menyusun proposal untuk klien Pilkada Depok, Jawa Barat, hingga menjelang subuh. Akibatnya Andreas baru datang menjelang sore. Selain itu, sekitar jam 17.00 proposal tersebut dipresentasikan kepada klien Pilkada Depok, di lantai dua kantor CN hingga malam. Sehingga sangat mengada-ada jika disebut ada penyerahan uang senilai Rp. 7 miiliar pada hari itu.  

Hak Jawab Cyrus Network terhadap pemberitaan Tempo berdasarkan Keputusan dan Rekomendasi dari Dewan Pers, dimuat di majalah Tempo edisi 20-26 Maret 2017.
Hak Jawab Cyrus Network terhadap pemberitaan Tempo berdasarkan Keputusan dan Rekomendasi dari Dewan Pers, dimuat di majalah Tempo edisi 20-26 Maret 2017.
dewan-pers-58d232147293735f51217440.jpg
dewan-pers-58d232147293735f51217440.jpg
Di dalam pemberitaan Tempo tersebut, memang disebutkan pula bahwa wartawan Tempo mendapat data-data penting tersebut antara lain dari pihak KPK dan PPATK.

Pengakuan Tempo ini menimbulkan tanda tanya, apakah benar KPK dan PPATK boleh membocorkan data-data yang seharusnya rahasia itu kepada publik melalui wartawan?

Bertentangan dengan pengakuan wartawan Tempo tersebut, ternyata setelah dilakukan penyelidikan yang mendalam, KPK tidak menemukan bukti-bukti yang cukup untuk meningkatkan dugaan suap pengembang  reklamasi kepada teman Ahok melalui Cyrus Netwok itu, ke tingkat penyidikan, jadi, jika ternyata wartawan Tempo itu berbohong, mengaku data-data yang dapat membuktikan adanya suap pengembang reklamasi itu yang digunakan untuk menulis berita itu diperoleh dari KPK dan PPATK, kenyataannya tidak, apa tindakan Tempo terhadap wartawannya itu?

Tentang Itikad Buruk Tempo

Dalam poin ketiga keputusannya itu, Dewan Pers menyatakan: Tidak ditemukan adanya itikad buruk atau upaya sistematis dari Teradu untuk merugikan nama baik Pengadu. Tidak ditemukan ada niat buruk atau upaya sistematis dari Tempo untuk merugikan nama baik pihak Cyrus Network.

Tapi, bagaimana dengan, ketika itu,  banjir artikel dalam kurun waktu yang cukup lama, yang hampir semuanya tendensius dan cenderung sekali menghakimi Ahok sebagai pelaku KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) dalam kasus-kasus pembelian lahan RS Sumber Waras, reklamasi, kedekatan Ahok dengan pemilik perusahaan pengembang yang ditulis secara negatif, yang dimuat secara berkesinambungan selama berbulan-bulan, di tiga media Tempo: majalah Tempo, Koran Tempo,dan Tempo.co?

(sumber: https://chirpstory.com/li/319685)
(sumber: https://chirpstory.com/li/319685)
Bahkan majalah Tempo sampai menjadikan berita-berita tentang kasus KKN Ahok versi Tempo itu sebagai laporan utamanya hingga enam edisi majalahnya nyaris secara berturut-turut dalam waktu yang sangat berdekatan, suatu “prestasi” yang hanya bisa disamakan oleh mantan Bendahara DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, yang juga pernah kasus korupsinya dijadikan laporan utama majalah Tempo sampai enam edisi nyaris berturut-turut.

(sumber: https://chirpstory.com/li/319685)
(sumber: https://chirpstory.com/li/319685)
Laporan-laporan negatif tentang Ahok di tiga media Tempo itu sampai sekarang tidak terbukti kebenarannya, dan bahkan laporan Tempo tentang suap reklamasi ke Teman Ahok itu pun tidak bisa dipertanggungjawabkan Tempo, sehingga Dewan Pers pun menjatuhkan sanksi kepadanya.

Dan, yang terhangat,  tiada hujan tiada angin di bulan Maret ini, di saat Pilgub DKI memasuki putaran kedua, Tempo danKoran Tempojustru blunder dengan menayangkan iklan dengan menampilkan halaman depan Koran Tempoedisi Juni 2016 yang memuat berita yang tidak bisa dipertanggungjawabkan di depan Dewan Pers, dan oleh karenanya oleh Dewan Pers telah dijatuhkan sanksi itu.

Perbuatan Grup Tempo (majalah Tempo, Koran Tempo, dan Tempo.co) yang ketika itu sangat gencar luar biasa memuat berita-berita tendensius yang memojokkan Ahok, terutama tentang kasus pembelian lahan RS Sumber Waras dan reklamasi, dan kedekatan Ahok dengan pengembang secara negatif, -- majalah Tempo sendiri sampai 6 edisi nyaris berturut-turut menjadikan berita negatif tentang Ahok, lengkap dengan cover-nya yang menghakimi, sebagai laporan utamanya -- memberi indikasi kuat seolah-olah memang ada itikad buruk atau upaya sistematis dari Tempo untuk merugikan nama baik Ahok.

Tapi, apakah memang ada bukti Tempo mempunyai itikad buruk kepada Ahok seperti itu? Jawabannya bisa beraneka ragam.

Seandainya Ahok turut melaporkan Tempo ke Dewan Pers, Dewan Pers tentu bisa memberi jawabannya, tetapi Ahok tidak melakukan itu.

Namun demikian, yang terpenting sekarang adalah seiring dengan berjalannya waktu, apa yang dilaporkan Tempo tentang Ahok itu sebagian besarnya tidak terbukti, dan bahkan untuk laporan utamanya tentang suap reklamasi dari pengembang ke "Teman Ahok", dan teman-teman Ahok lainnya, tidak bisa dipertanggungjawabkan Tempo, sehingga mereka dijatuhi sanksi oleh Dewan Pers dengan kewajiban memuat Hak jawab pihak Cyrus Network, dan harus meminta maaf kepada Cyrus Network dan pembacanya, hal yang sudah dimuat di majalah Tempo edisi 20-26 Maret 2017.

Sedangkan, sekarang, dalam beberapa hal, Tempo juga memberitakan dan juga memberi opini positif terhadap Ahok, misalnya dalam kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok. Tempo secara tegas menyatakan Ahok tidak melakukan penistaan agama itu, kasus hukum Ahok itu murni kasus politik yang dibungkus agama dengan memperalat hukum untuk menyingkirkan Ahok dari kontetasi Pilgub DKI Jakarta 2017, oleh karena itu seharusnya kasus hukum itu dihentikan. *****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun