Senin, 13 Maret 2017, ketika membuka majalah Tempo, edisi 13-19 Maret 2017, saya kaget membaca di halaman 6, di situ dimuat iklan Koran Tempo dengan menampilkan halaman depan Koran Tempo edisi Juni 2016 dengan laporan utama berjudul: “KPK Usut Rp. 30 Miliar ke Teman Ahok.”
“Ada apa dengan Tempo ini?” spontan pertanyaan ini muncul di benak saya.
Saya pun langsung mencuitkan komentar saya tentang iklan itu di akun Twitter saya:
Ada apa dgn Koran Tempo, beriklan dgn isu lama yg pojokkan Ahok, dan tdk ada buktinya itu, persis di masa putaran kedua Pilgub DKI Jakarta?!!
Kenapa di saat Pilgub DKI Jakarta memasuki putaran kedua ini, tiba-tiba majalah Tempo dan Koran Tempomemuat iklan seperti ini, iklan dengan tampilan halaman depan Koran Tempo edisi hampir setahun lalu yang judulnya sangat provokatif dan tendesius bahwa ada uang suap dari pengembang reklamasi Rp. 30 miliar yang mengalir ke “Teman Ahok.”
Blunder Tempo
Apakah Tempo mempunyai maksud buruk politik tertentu untuk kembali memberi gambaran negatif terhadap Ahok di masa putaran kedua Pilgub DKI Jakarta ini? Karena sekarang tidak ada bahan yang bisa dipakai untuk memperburuk Ahok itu, maka digunakan isu lama yang disamarkan dengan membuat iklan dengan menggunakan halaman Koran Tempo usang itu?
Berita lama tentang adanya dana Rp 30 miliar dari pengembang ke Teman Ahok melalui Cyrus Network itu sudah lama tidak terbukti, dan olehkarena itu KPK tidak lagi mengusutnya, kenapa Tempo justru memunculkan kembali berita basi tersebut, meskipun dengan “disamarkan” dalam bentuk iklan seperti itu?
Berita basi (Juni 2016) yang pernah dibuat heboh oleh Tempo itu adalah tuduhan tentang uang suap Rp 30 miliar yang diberikan oleh dua pengembang reklamasi pantai utara Jakarta, PT Agung Podomoro Land dan PT Agung Sedayu Group kepada “Teman Ahok” dan teman-teman Ahok lainnya melalui Sunny Tanuwidjaja dan Cyrus Network/Hasan Nasbi, dan bahwa Teman Ahok dan teman-teman Ahok itu telah menerima uang suap itu pula.
Berita yang ditulis majalah Tempo, Koran Tempo, dan Tempo.co itu sebagian besar berdasarkan kesaksian dari Andreas Bertoni, bekas Managing Director Cyrus Network Public Affairs yang dipecat oleh Hasan Nasbi karena diduga melakukan penggelapan keuangaan Cyrus Network sebesar Rp. 300 juta.
Dengan latar belakang sebagai bekas Managing Director Cyrus yang dipecat karena diduga melakukan penggelapan keuangan perusahaan itu (Andreas menolak konfirmasi ketika hal ini ditanya Tempo kepadanya) seharusnya kredibilitas dia menjadi meragukan, tetapi kenapa Tempo justru menjadikannya sebagai sumber berita utama pemberitaan yang dijadikan berita utama di tiga medianya itu?