Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Program KPR Tanpa DP: Anies-Sandi Mau Membohongi Rakyat Demi Menjadi Gubernur?

18 Februari 2017   22:43 Diperbarui: 4 April 2017   18:13 7540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam acara debat pertama sampai ketiga, beberapakali Ahok dan Djarot ceplas-ceplos mengingatkan Agus-Sylvi dan Anies-Sandiaga, agar dalam berkompetensi adu program, hendaklah membuat program yang masuk akal, yang bisa mencerdaskan rakyat, yang bisa dilaksanakan, jangan memanfaatkan ketidaktahuan rakyat, lalu membuat program muluk-muluk yang hanya untuk menyenangkan hati rakyat supaya mau memilih mereka, tetapi ternyata tidak bisa dilaksanakan.

"Saya berharap siapa pun yang jadi gubernur rakyat itu di edukasi-lah jangan dibodohi, kita pengin menang tapi kita menang dengan elegan rakyat bisa jadi cerdas," itulah peringatan Ahok kepada Agus yang punya program “rumah apung” untuk mengatasi banjir tanpa melakukan penggusuran terhadap rumah-rumah kumuh yang dibangun di bantaran sungai.

Jika Agus-Sylvi punya program muluk “rumah apung”, yang tidak mungkin lagi diteruskan janjinya itu, karena yang bersangkutan sudah tereliminasi dari kancah persaingan Pilgub DKI Jakarta, maka Anies-Sandiaga, yang lolos ke putaran kedua bersaing lagi dengan Ahok-Djarot, punya salah satu program muluk andalan mereka: KPR tanpa membayar uang muka (down payment/DP).

Program tersebut kedengarannya sangat pro-rakyat, sangat membantu rakyat untuk bisa memperoleh rumah sendiri, rakyat Jakarta yang mendengar janji ini pasti senang, dan bisa jadi terdorong untuk memilih Anies-Sandiaga, tetapi sesungguhnya program ini merupakan program yang tidak mungkin bisa dilaksanakan.

Di acara debat ketiga antara paslon gubernur DKI Jakarta, 10 Februari 2017, cawagub Djarot Saiful Hidayat mengingatkan Anies-Sandiaga tentang program muluk mereka itu, karena itu adalah salah satu contoh program muluk yang sangat sulit dilaksanakan.

Djarot berkata: “Kami beri contoh, ada program rumah murah untuk rakyat, memiliki rumah tanpa uang muka dan kredit selama 30 tahun. Kami ingin tahu di mana rumahnya, siapa yang dapatkan, apakah itu sesuai aturan dari Kemenpera (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat)?”

"Untuk pasangan nomor 3, kami ingin mengingatkan di Pilkada janganlah kita obral janji di awang-awang yang tidak bisa dilaksanakan. Beri masyarakat program konkret dan pasti dilaksanakan," Djarot mengingatkan Anies-Sandiaga.

"Sederhana saja. Anda lihat skema KPR yang sekarang ada. Jadi Perbankan dan KPR, sama semuanya. Bedanya adalah down payment(DP)-nya. Jadi tidak ada yang berubah dari sisi pembiayaan. Skemanya KPR, tetapi down paymentnya." ujar Anies, saat konferensi pers seusai acara debat ketiga itu (Kompas.com).

Anies menjelaskan, untuk mendapatkan rumah tanpa DP, masyarakat harus melewati prosedur seperti KPR. Nantinya, pihak bank akan melakukan pengecekan perizinannya.

"Jadi hati-hati, jangan sampai kredit gratis, tidak ada kredit gratis. Jadi yang benar adalah kredit seperti KPR biasa, hanya down payment-nya nol," jelasnya lagi dengan penuh keyakinan.

"Jangan keliru ya, kami bukan mau membangun perumahan. Ini adalah anda mau kredit, ambil dengan Bank DKI, lalu anda mendapat kredit itu dengan DP nol," kata Anies lagi.

Dari penjelasannya itu yang kelihatan justru Anies sepertinya tidak mengerti programnya sendiri, juga tak paham sepenuhnya pertanyaan Djarot. Bukan maksud Djarot mengatakan, seolah-olah di dalam program Anies-Sandiaga itu Pemprov DKI akan membangun perumahan murah untuk dikreditkan ke rakyat kecil, tetapi yang dimaksud Djarot adalah bisa didapat di mana, pengembang perumahan (murah) yang mau menjual rumah-rumahnya tanpa DP?

Lagipula sesuai dengan syarat dan prosedur KPR di bank manapun selama ini, tidak pernah ada dalam sejarah, kredit perumahan diberikan tanpa kewajiban membayar DP. Bank Indonesia bahkan melarang perbankan maupun pengembang perumahan menjual rumah dengan cara kredit tanpa DP.

Ketika diminta konfirmasinya tentang program KPR tanpa DP dari Anies-Sandiaga itu, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo dengan tegas mengatakan program itu tidak mungkin bisa dilaksanakan karena melanggar aturan Bank Indonesia, jika nekad dilaksanakan pasti akan mendapat teguran (dan sanksi) dari BI.

"‎Kalau seandainya (DP) 0 persen, tentu itu menyalahi dan sebaiknya jangan dilakukan, karena nanti akan mendapatkan teguran dari otoritas," tegas Agus di kantornya di Gedung BI, Jumat (17/2/2017).

Agus menjelaskan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai Loan to Value yang berlaku saat ini, kredit kepemilikan properti harus ada DP. Pada Agustus 2016,  BI menetapkan bahwa uang muka kredit pemilikan rumah pertama sebesar 15 persen (liputan6.com).

Sedangkan menurut Direktur Utama Bank BCA, Jahja Setiaatmadja, program itu secara teori mungkin bisa saja dilaksanakan di bank pemerintah, seperti Bank DKI, tetapi secara hukum itu melanggar peraturan Bank Indonesia. Sedangkan di bank swasta, KPR tanpa DP itu mutlak tidak mungkin bisa diterapkan. Dengan kata lain, hanya dalam teori saja program tersebut bisa, tetapi di dalam praktik tidak mungkin dilaksanakan.

"Kalau Pemda Bank DKI bisa saja, kalau bank komersial mana bisa kasih KPR (DP) 0 persen, itu juga enggak sesuai ketentuan BI/OJK," ujar Jahja, Kamis (16/2/2017) (kumparan.com).

Hal yang sama juga dijelaskan oleh Corporate Secretary PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rohan Hafas. Kata dia, program DP KPR tanpa DP itu pasti tidak diperkenankan. Hal tersebut tertuang dalam peraturan BI.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya Effendi Siregar juga menjelaskan hal yang sama: KPR tanpa DP merupakan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya, dan yang pasti melanggar Peraturan Bank Indonesia (PBI).

PBI yang dimaksud adalah PBI Nomor 18/16/PBI/2016, di situ ada ketentuan yang mewajibkan bank, maupun pengembang yang memberi kredit perumahan wajib meminta DP kepada pembelinya minimal sebesar 15 persen dari harga rumah tersebut.

Sebetulnya dengan penjelasan dari Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo itu sudah cukup menegaskan bahwa program KPR tanpa DP itu dilarang oleh Bank Indonesia, oleh karena itu pasti akan mendapat sanksi yang tegas jika ada pihak (bank) yang nekad melanggarnya.

Tetapi, “luar biasanya” Anies, ia yang hanya mantan rektor, mantan dosen yang selama ini hanya menguasi teori, itu pun bukan teori ilmu perbankan, merasa dirinya lebih paham soal KPR perbankan daripada seorang Gubernur Bank Indonesia – pejabat yang paling berwenang dalam regulasi perbankan, termasuk KPR, maupun para banker senior yang disebut tadi.

Anies dengan nekad membantah penjelasan mereka semua. Menurut dia, penjelasan Gubernur BI (dan para banker senior itu) salah!

Lalu, ia menjelaskankannya kebenaran menurut versinya.

"Tidak menyalahi aturan, jika itu termasuk dalam program pemerintah daerah," kata Anies di Jakarta, Jumat (17/2) ketika diminta komentarnya tentang penjelasan dari Gubernur Bank Indonesia itu.

Menurut Anies program KPR dengan DP nol persen, atau tanpa DP itu tetap bisa dijalankan, dan sama sekali tidak melanggar Peraturan Bank Indonesia, karena sesuai dengan Pasal 17 PBI Nomor 18/16/2016, terhadap KPR yang termasuk dalam program perumahan rakyat dari pemerintahpusat, maupun pemerintah daerah ketentuan tentang wajib DP itu dikecualikan, asalkan tetap memenuhi prinsip-prinsip kehati-hatian.

Padahal justru untuk memenuhi salah satu prinsip kehati-hatian itulah Bank Indonesia membuat kewajiban DP KPR minimal sebesar 15 persen itu.

Jika konsumen mengambil KPR kedua, DP minimalnya ditingkatkan menjadi 20 persen, dan KPR ketiga dan seterusnya, DP-nya minimal 25 persen.

Larangan KPR dengan DP nol persen itu dibuat justru untuk melindungi konsumen dan industri perbankan.

Semakin tinggi DP yang dibayarkan oleh pembeli akan semakin murah dan ringan cicilannya, sebaliknya semakin kecil DP-nya akan semakin besar dan berat cicilannya. Semakin berat cicilan yang harus dibayar membuat risiko kredit macet akan semakin tinggi.

Ekonom BCA David Sumual mengatakan, membeli rumah tanpa uang muka juga bisa jadi ajang para spekulan. Ketika ada program rumah murah tanpa uang muka, orang akan berbondong-bondong mengajukan kredit ke perbankan. Mereka membeli rumah bukan untuk tempat tinggal namun sebagai tempat memutar uang, artinya rumah ini akan dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.

"Jadi secara regulasi BI enggak boleh DP KPR 0 persen. Kalau pun mau menerapkan, harus diubah dulu aturan BI. Jadi, kalau mau diterapkan sulit," kata David.

Kecuali, kata dia, uang muka pembelian rumah tersebut sepenuhnya disubsidi pemerintah DKI Jakarta. Namun, Pemda DKI harus siap mengalokasikan dana lebih besar dalam Anggaran Pendapatan Daerah (APBD) khusus untuk subsidi rumah.

"Kalau pun bisa ya harus disubsidi pemerintah. DP nya dibayarin pemerintah jadi kayak subsidi KUR (Kredit Usaha Rakyat). Tapi itu rentan, takutnya salah sasaran subsidi ini," tandasnya (kumparan.com).

Susbtansi penjelasan David Sumual dari BCA itu menyatakan penjualan rumah dengan sistem kredit tanpa DP (DP 0 persen) itu tidak bisa dilaksanakan, karena selain melanggar Peraturan Bank Indonesia, juga berdampak buruk pada perekonomian negara.

Untuk mencegah dampak buruk itu pula Bank Indonesia melarang KPR tanpa DP, jadi tak mungkin Bank Indonesia akan mengubah peraturan itu, apalagi hanya untuk disesuaikan dengan program muluk Anies-Sandiaga itu.

Demikian juga kemungkinan DP KPR-nya ditanggung oleh Bank DKI, sebab selain tidak lazim, memberatkan keuangan Bank, juga sesungguhnya memberi kredit atas DP juga dilarang oleh Bank Indonesia.

Pasal 14 ayat 1 PBI Nomor 18/16/2016: Bank dilarang memberikan Kredit atau Pembiayaan untuk pemenuhan Uang Muka dalam rangka KP, PP, KKB, dan PKB kepada debitur atau nasabah.

**

Setelah mendapat banyak kritik keras dari kalangan perbankan tentang KPR dengan DP nol persen, Anies berkelit dengan mengatakan bahwa yang dia katakan itu bukan KPR dengan DP nol persen, tetapi dengan DP-nya nol Rupiah. Padahal jelas-jelas, kita dengar sendiri di televisi, dia sendiri bilang waktu itu kredit rumah dengan DP nol persen.

Anies menjelaskan, ada perbedaan pemahaman antara DP nol persen dan DP nol Rupiah. DP itu diberikan sekali saat membeli rumah. Sementara, jika nol persen maka logikanya merupakan cicilan yang harus dibayar (cnnindonesia.com).

Anda mengerti dengan logika Anies tentang perbedaan antara “DP nol persen” dengan “DP nol rupiah” itu?

Saya bingung, pengertian saya tentang logika Anies itu nol persen.

Kalau KPR, DP nol persen dari harga rumah, kan berarti kita tidak perlu membayar DP-nya sama sekali, alias nol Rupiah juga kan? Lalu maksud Anies Baswedan itu dengan ada bedanya “DP nol persen” dengan “DP-nya nol Rupiah” itu bagaimana sebenarnya?

**

Ngeyel mempertahankan program muluknya, Anies justru mempertanyakan  mereka yang menolak programnya itu, ia menuding orang-orang yang menolak programnya itu tidak punya solusi agar rakyat kecil bisa punya rumah sendiri, giliran dia bersama Sandiaga punya solusi, malah ditolak.

Ia juga mengkritik Gubernur Bank Indonesia, dan menaruh curiga penolakan programnya itu dikarenakan ada pengembang yang khawatir merugi jika programnya itu dijalankan.

"Yang penting bukan nol persen atau tidaknya. Tujuan kami adalah memberikan solusi bagi warga Jakarta. Karena, kenyataannya warga Jakarta sekarang banyak yang enggak memiliki rumah."

"Kalau enggak khawatir dengan pengembang, ya jalankan ini. Karena justru ini untuk warga Jakarta yang membutuhkan rumah dengan harga terjangkau," tutur Anies.

Toh, sambung dia, harga terjangkau  bukan cuma persoalan harganya saja, melainkan juga skema keuangannya terjangkau.

"Nah kami mau menawarkan supaya warga Jakarta punya solusi. Kalau anda enggak punya solusi, jangan salahkan orang yang punya solusi. Buatlah solusi alternatif untuk menyelasaikan permasalahan warga Jakarta yang kesulitan mendapatkan rumah sebagai hak milik," ucapnya yakin (cnnindonesia.com).

Sangat aneh tapi nyata, pernyataan-pernyataan Anies  yang ngeyelini, mempertahankan programnya itu. Seandainya saja dia terpilih, lalu benar-benar menjalankan programnya itu, pastilah sebelum program itu mulai berjalan sudah diperintahkan Bank Indonesia untuk dibatalkan. Jika nekad menjalankan, Pemprov DKI, maupun Bank DKI bisa mendapat sanksi tegas dari Bank Indonesia, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Apakah ini artinya sesungguhnya dia bersama Sandiaga Uno tidak paham dengan program mereka sendiri, ataukah memang – seperti yang dikatakan oleh Ahok dan Djarot – mereka memang bermaksud membodohi rakyat DKI dengan program muluk-muluk seperti KPR tanpa DP itu, agar rakyat tertarik, dan memilih mereka? Urusan apa nanti bisa dilaksanakan atau tidak, itu urusan nanti, yang penting sudah jadi gubernur dan wakil gubernur.

Sikap Anies Baswedan ini mengingatkan kita dengan kejadian pada Agustus 2016, saat ia menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, ketika itu Menteri Keuangan Sri Mulyani menemukan kelebihan dana anggaran tunjangan profesi guru di APBN 2017 sebesar Rp. 23,3 triliun.

Kelebihan itu bisa terjadi karena Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dipimpin oleh Anies Baswedan mengusulkan dana tunjangan profesi guru sebesar Rp 69,7 triliun, dan sudah lolos dalam APBN 2016.

Untungnya, sebelum sempat dicairkan, Menteri Sri Mulyani menemukan kejanggalannya, sebab dana anggaran guru yang tersertifikasi ternyata tidak sebanyak itu, ada kelebihan Rp 23,3 triliun. Sri Muljani pun memutuskan memotong dana tunjangan guru sebesar kelebihan tersebut, selamatlah keuangan negara.

Kejadian ini sesungguhnya membuktikan bahwa kelihaian berbicara Anies tidak sejalan dengan kemampuan dia dalam memimpin, ketidakmampuan dia dalam mengelola dan mengawasi anggaran. Bayangkan saja, apa jadinya, jika Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak menemukan kelebihan anggaran tersebut, lalu dicairkan?

Anehnya juga, yang memberi penjelasan atas kelebihan anggaran kelas jumbo itu bukan dilakukan oleh Mendikbud Anies, tetapi hanya oleh Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud (Sumarna Suryapranata), yang menjelaskan bahwa kelebihan anggaran yang diusulkan itu terjadi karena ada perubahan data guru yang sudah disertifikasi dan berhak mendapat tunjangan profesi. Suatu penjelasan yang menjelaskan betapa buruknya kinerja Kemendikbud di bawah kepimpinan Anies. 

Entah salah hitung benaran, atau pura-pura salah hitung?

Faktor inilah mungkin merupakan salah satu penyebab Presiden Jokowi mencopot Anies dari jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.

Jokowi yang semula terpesona dengan kelihaian berbicara dan mulut manis Anies, menemukan kenyataan bahwa kelihaian berbicara Anies itu tidak selaras dengan kemampuan dia bekerja, apalagi memimpin, meksipun itu “hanya” memimpin sebuah Kementerian.

Dari rekam jejak Anies menyangkut kelebihan anggaran akibat “salah hitung” di masa dia menjadi Mendikbud itu, maka sebetulnya kita tidak perlu terlalu heran, jika sekarang ia membuat program KPR tanpa DP yang sesungguhnya tidak mungkin bisa dilaksanakan itu.

Yang kita sangat patut khawatir itu adalah justru dengan rekam jejak seperti itu, Anies Baswedan justru mau jadi Gubernur DKI Jakarta, yang tugas utamanya antara lain mengelola dan mengawasi penggunaan APBD yang setiap tahunnya mencapai Rp 70 triliun. 


*****

Artikel terkait:

Anies, Alexis, Antara Teori dan Praktik

Percaya Anies atau Buwas?

Anies yang Sensi, Antara Teori dan Praktik

Demi Jabatan Gubernur, Anies Baswedan Berubah

Anies Baswedan Bilang, Sungai Bersih Karena Foke, Google pun Heran

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun