Apakah Majelis Hakim yang mengadili Ahok itu akan “lebih berani” daripada Presiden, Polri, dan Kejaksaan Agung, dengan memutuskan kasus Ahok itu sesuai dengan keyakinan dan hati nuraninya?
Dari keputusan sela yang telah diputuskan itu, kelihatannya mereka belum menunjukkan keberaniannya itu. Dengan menolak seluruh eksepsi Ahok, angin kembali justru diberikan kepada para penganut radikalisme, antipluralisme, dan intoleran itu. Padahal, sangat jelas, Ahok memang tidak bermaksud melakukan penistaan agama itu.
Ahok hanya “keseleo lidah”, tak sengaja telah membuat sebagian umat Islam tersinggung, ia sudah menyatakan penyesalannya yang teramat dalam atas kejadian tersebut, ia sudah meminta maaf berkali-kali. Seharusnya kasus ini cukup diselesaikan dengan musyawarah.
Tetapi, apa mau dikata, namanya saja musuh-musuhnya itu sudah lama selalu mencari-cari kesalahan Ahok, begitu ada kejadian ini, mereka pun tak akan pernah mau melepaskannya, tiada maaf bagi Ahok, apa pun yang terjadi, Ahok harus dipenjarakan. Ironisnya, para penegak hukum justru memberi ruang kepada mereka, ketimbang kepada Ahok yang jelas-jelas sudah membuktikan bahwa dirinya adalah pimpinan yang baik, yang benar-benar bekerja untuk rakyat.
Ahok menjadi seperti Yesus di hadapan sidang Pilatus, ia yang tidak bersalah malah yang diadili, sedangkan mereka yang menganggap dirinya suci, tetapi hatinya penuh dengan kedengkian dan kebencian antara sesama manusia, yang menyebarkan kebenciannya itu ke mana-mana, dari mulut mereka dengan entengnya menyebutkan kata: “Bunuh, bunuh, bunuh ... ”, malah dibiarkan bebas berkeliaran meneruskan perbuatan mereka itu. *****
Sumber Data:
Majalah Tempo, 21-27 November 2016
Majalah Tempo, 5-11 Desember 2016
CNN Indonesia 1, CNN Indonesia 2, JPNN.com, Arah.com 1, Arah.com 2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H