Ahli pidana dari Bareskrim Polri yang diperiksa tahap ini adalah guru besar pidana Universitas Gajah Mada Edward Omar Sharif Hiariej. Sebelumnya, Edward berpendapat pernyataan Ahok bukan penistaan agama, tetapi entah mengapa ia mengubah pendapatnya itu dengan mengatakan perbuatan Ahok itu dapat dikategorikan sebagai penistaan agama.
Tiga ahli pidana dari polisi yang di tahap penyelidikan mengatakan tidak ada penistaan agama dalam kasus Ahok itu, tidak lagi diminta keterangannya. Salah satunya guru besar Universitas Krisnawipayana, Indriyanto Seno Adji. Mantan Wakil Ketua KPK ini mengaku tidak tahu kenapa dia tidak dipanggil lagi, padahal sebelumnya, ketika ia ada di Tokyo, Jepang, ia sampai diminta Bareskrim Polri agar bersedia menjadi saksi ahli untuk kasus tersebut.
Ahli bahasa yang diperiksa pada tahap penyidikan adalah yang sebelumnya berpendapat pidato Ahok bermuatan penistaan agama. Mereka adalah dua ahli bahasa dari pelapor, pengajar di Universitas Mataram, NTB. Salah satunya adalah Husni Muadz. Sebelum diminta keterangannya sebagai saksi ahli agama itu, dalam beberapakali pernyataannya di publik, Husni sudah menyatakan pidato Ahok itu merupakan penistaan agama.
Lima ahli agama yang diperiksa pada tahap penyidikan itu adalah mereka yang juga sebelumnya (di tahapan penyelidikan dan gelar perkara) sudah mengatakan Ahok menistakan agama. Mereka adalah ahli agama dari Muhammadiyah yang juga Wakil Ketua MUI Yunahar Ilyas, Wakil Rais Am PB Nahdlatul Ulama Miftahul Akhyar, dan anggota Komisi Fatwa MUI, Hamdan Rasyid. Dua lagi dari pelapor, yakni Ketu Umum FPI Muhammad Rizieq Shihab dan guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Muhammad Amin Suma.
Dengan komposisi saksi-saksi, dan para ahli seperti tersebut di atas, sudah sangat jelas mereka semua pasti menyatakan kepada penyidik, Ahok telah melakukan penistaan agama itu. Terutama sekali dari MUI, dan dari pelapor: Ketua Umum FPI Rizieq Shihab.
Logika hukumnya, sebagai pihak pelapor seharusnya mereka tidak boleh dijadikan saksi ahli (agama) untuk kasus Ahok itu. Yang namanya ahli itu kan seharusnya bebas dari segala kepentingan ketika menyatakan pendapatnya, bagaimana bisa penyidik justru menggunakan ahli-ahli yang jelas-jelas pihak yang juga melaporkan Ahok atas tuduhan penistaan agama itu.
Kejaksaan Agung Ditekan Massa
Selesai di Kepolisian, kasus Ahok juga diistimewakan di Kejaksaan Agung, dikebut secepat-cepatnya, juga karena tak lepas dari tekanan massa. Sejarah hukum baru pun tercipta di sini.
Hanya dalam waktu tiga hari, lembur tanpa libur, 13 jaksa pidana umum di Kejaksaan Agung merampungkan berkas perkara penistaan agama Ahok tersebut, dan langsung dikirim ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo sendiri mengaku bahwa percepatan pemberkasan perkara itu untuk memenuhi tuntutan masyarakat: “Kami bergerak cepat untuk merespon tuntutan masyarakat,” kata dia.
Seorang jaksa senior juga mengatakan, proses perkara Ahok yang sangat cepat itu sangat tidak lazim, bahkan belum pernah terjadi sebelumnya. Biasanya, jaksa butuh waktu paling cepat tiga minggu sejak menerima berkas perkara dari penyidik Polri sampai ke pengadilan. Ia mengatakan proses percepatan itu tak lepas dari hasil pembicaraan Kapolri dengan Jaksa Agung. “Kalau tidak ada ‘permintaan khusus,’ tidak mungkin secepat ini,” ujarnya.