Dalam pidatonya itu, Ridwan juga menegaskan setiap peribadatan (di tempat umum) tidak memerlukan izin, cukup dengan adanya pemberitahuan kepada Kementerian Agama dan Kepolisian, maka peribadatan itu sudah bisa dilaksanakan (selama tidak mengganggu ketertiban umum).
Ridwan berkata di dalam pidatonya itu:
“Di negeri ini, tidak boleh ada warga dan rakyat yang ketakutan dalam menjalankan ibadahnya. Kita harus melawan ketakutan itu dengan cara-cara yang baik. Di negeri ini, tidak boleh ada keluarga-keluarga yang mengalami kecemasan dalam meyakini keimanannya. Kita harus menghapuskan kecemasan itu dengan cara-cara yang baik.
Di negeri ini tidak boleh ada satu golongan memaksakan pendapat keyakinannya kepada golongan yang lain. Kita harus dialogkan perbedaan itu dengan cara-cara yang baik.
Oleh karena itu atas nama pemerintah Kota Bandung, apapun yang terjadi di Kota Bandung, walaupun itu rakyat saya, siapapun juga, saya sebagai pemimpin, menghaturkan permohonan maaf kepada seluruh jemaah di sini, atas terkendalanya, ketidaknyamanan, di waktu-waktu sebelumnya.”
Ridwan Mengikuti Suara Hati Nuraninya
Di dalam pidatonya itu, Ridwan juga mengungkapkan bahwa tempo hari, ketika dia berinisiatif berkomitmen agar Pemkot Bandung akan memfasilitasi KKR pengganti di Gedung Sabuga, pada 23 Desember tersebut (yang kini sudah terlaksana dengan tertib, aman dan lancar), timbul pro-kontra. Ada saja pihak yang berkeberatan, atau tak ingin KKR itu dilaksanakan lagi.
Menghadapi sikap tersebut, dia teringat dengan pesan ibunya, dan ajaran agama Islam yang dianutnya, agar selalu bisa menjadi pemimpin yang adil terhadap semua rakyatnya.
"Sebaik-baiknya pemimpin adalah pemimpin yang adil, dan agama saya mengajarkan, surga dan neraka pemimpin ada di atas adil tidaknya keputusan pemimpin. Bathin dan akal sehat saya mengatakan, semua yang saya putuskan saya pertanggungjawabkan. Itulah kenapa saya memutuskan untuk memberi hari pengganti dari tanggal 6 yang terkendala," ucap Ridwan.
Ridwan pun memutuskan mendengar nasihat ibunya yang telah tertanam pula di hati nuraninya, serta ajaran agama Islam yang diyakininya mengenai bagaimana seharusnya menjadi seorang pimpinan sejati yang adil dan bijaksana untuk seluruh warganya, tanpa kecuali, ketimbang dikendalikan oleh ormas yang biasanya mengatasnamakan agama dan mengandalkan kekuatan massa untuk memaksa kehendaknya – sesuatu yang lazimnya dilakukan kepala daerah lainnya, bahkan oleh pemerintah pusat.
Maka itu, tanpa ragu sedikit pun, Ridwan Kamil segera melakukan langkah-langkah yang cepat, berani, adil dan bijaksana dalam mengatasi kasus intoleran sebagaimana diuraikan di atas.