Koleksinya tidak terbatas pada benda-benda bersejarah pemerintah kota Surabaya, tetapi juga benda-benda lainnya yang pernah menjadi bagian dari sejarah kota Surabaya secara umum, termasuk benda milik warga Surabaya yang historis dan legendaris, seperti replika biola milik pencipta lagu Indonesia Raya, Wage Rudolf Supratman, biola Srimulat, piano kuno milik penyanyi Gombloh yang terkenal dengan lagunya: Kugadaikan Cintaku, dan Kebyar-Kebyar, becak berwarna putih dan biru: rupanya di Surabaya tempo dulu ada becak khusus siang hari (berwarna putih), dan becak malam (becak berwarna biru), bajaj dan angguna (mobil angkutan serba guna), kursi dan meja sekolah di era tahun 1950-an - 1970-an, wayang kulit, wayung Potehi, buku-buku catatan kelahiran, kematian yang ditulis tangan yang dibuat pada 1800-an, buku arsip nama-nama orang Belanda yang dikubur di pemakan khusus orang belanda di Peneleh dan Ngagel, ketel uap abad ke-18, mesin ketik dan mesin hitung kuno, dan sebagainya.
Di luar samping gedung museum, terdapat juga sebuah lokomotif uap kuno berwarna hitam yang pernah digunakan di zaman Belanda.
Setelah Belanda berhasil diusir lagi dari Indonesia, pada 1945 barulah dimulai wali kota Surabaya dari bangsa Indonesia sendiri, dimulai dari Indrakoesoema, sampai pada yang sekarang, Tri Rismaharini (Bu Risma).
Tidak jauh dari foto-foto Wali Kota Surabaya itu, dipamerkan di atas meja yang diberi pelindung kaca tertutup puluhan tanda penghargaan yang pernah diraih Kota Surabaya, baik penghargaan nasional, maupun internasional.
Dua set meja dan kursi yang sudah ada di Balai Kota Surabaya sejak wali kota pertama yang berkebangsaan Belanda (awal 1900). Didesain oleh seorang arsitek terkenal Belanda di era itu, GC Citroen, yang juga mendesain beberapa bangunan di Surabaya. Desain Citroen selalu mempunyai ciri khas yang unik, yaitukebanyakan memiliki sudut-sudut yang lurus dan sandaran kursi melengkung, dengan garis-garis yang tegas. Terbuat dari kayu jati murni seluruhnya, kondisinya masih sangat baik: