Pendapat yang disampaikan tokoh adat Batak yang diwawancarai oleh Tempo termasuk kritik, masukkan, tetapi apa yang dilakukan kedua orang itu sama sekali bukan kritik, tetapi benar-benar penghinaan.
Demikian kesan yang muncul saat membaca tulisan Tempo.co, yang membahas mengenai kasus ini. Tempo.co antara lain menulis:
"Penyematan perangkat adat Batak itu terdiri dari talitali ikat kepala atau topi khas Batak, tongkat, serta ulos untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, acara adat itu justru menuai kritik di media sosial. Kritik terutama tentang topi raja yang dikenakan Presiden Jokowi disertai rambut palsu (wig) warna putih. Bahkan, pengkritik sampai diadukan ke polisi."
Sekarang, meme-meme itu sudah dihapus dari Facebook mereka, tetapi itu tidak ada gunanya, karena meme-meme mereka itu sudah terlanjur menjadi viral di media sosial dan media berita daring. Meskipun demikian keduanya masih menayangkan penghinaan-penghinaan lainnya kepada Jokowi di akun Facebook masing-masing.
Andi Redani Putribangsa, misalnya, di tanggal 25 Agustus 2016 menayangkan foto orang yang sedang memegang selembar kertas bertuliskan : "No Jokowi, No Komunis.”
Seperti yang saya sebutkan di atas, Presiden Jokowi adalah presiden yang benar-benar ingin mewujudkan pemerataan pembangunaan di seluruh Indonesia, tidak hanya terpusat di Jawa, seperti yang selama ini terjadi, sejak Republik ini merdeka.
Jika presiden-presiden lebih banyak melakukan kunjungan kerja ke luar negeri, tidak demikian dengan Jokowi. Boleh dikatakan, dia adalah presiden pertama negara ini yang paling sering dan paling banyak melakukan kunjungan ke daerah-daerah di seluruh Indonesia, dari ujung timur sampai ke ujung barat, terutama ke daerah-daerah yang selama ini tertinggal pembangunannya, yang potensi-potensi perekonomian dan pariwisatanya besar, tetapi selama ini justru sangat kurang diperhatikan pemerintah pusat.