Meskipun demikian, saat ini Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta sudah melakukan beberapa terobosan hasil kerjasamanya dengan pemerintah daerah kota penyanggah terkait transportasi massal yang teringrasi dengan transportasi DKI Jakarta, seperti berhasil membuka enam rute baru TransJakarta. Â Di antaranya tujuan Bekasi dan Depok (Universitas Indonesia), sejak 25 April lalu. Semua rute baru ini terhubung dengan koridor dan halte Transjakarta.
Tentu saja semua itu belumlah cukup, masih tetap diperlukan adanya ketentuan hukum yang secara tegas mengatur mengenai kewenangan gubernur DKI Jakarta yang dibuat selevel dengan menteri agar bisa mengordinasikan dan mengatur kawasan-kawasan penyanggah di luar wilayah DKI Jakarta, agar benar-benar sinkron dengan pengaturan kawasan di DKI Jakarta.
Salah satu cara menerapkan wacana tersebut adalah dengan menetapkan DKI Jakarta sebagai Kota Megapolitan, sebagaimana konsepnya pernah diusulkan oleh Sutiyoso kepada Presiden SBY, saat ia masih sebagai Gubernur DKI Jakarta di periode kedua: 2002-2007, tetapi tidak mendapat respon dari SBY.
Sekarang, setelah ia menjadi bagian dari pemerintahan, Sutiyosa berencana untuk menyampaikan kembali gagasannya itu kepada Presiden Jokowi.
Konsep tersebut telah ditulis Sutiyoso dalam buku berjudul "Jakarta Megapolitan" yang terbit awal 2014. Konsep Megapolitan Sutiyoso itu adalah bagaimana mengintegrasikan tata ruang yang meliputi wilayah DKI Jakarta dan kawasan penyangga di sekitarnya.
Konsep itu dilaksanakan dengan membentuk sebuah lembaga megapolitan (yang dipimpin oleh gubernur DKI Jakarta). Lembaga itulah yang akan menangani tata ruang wilayah yang berkaitan dengan berbagai masalah Jakarta dan melibatkan daerah penyangga, seperti banjir, sampah, kemacetan, dan kependudukan. Masalah-masalah itu tidak bisa diselesaikan oleh DKI sendiri, tapi harus bersama daerah-daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Usulan Sutiyoso tersebut berpotensi besar bisa diterima Jokowi, karena Jokowi juga pernah menyatakan hal yang sama tentang problem besar Jakarta (dalam sebuah wawancara dengan Majalah Tempo ketika dia masih Gubernur DKI Jakarta), yang tidak pernah bisa dituntaskan karena keterbatasan kewenangan gubernur DKI Jakarta, yang tidak bisa menjangkau sampai di kota-kota penyanggah tersebut di atas.
Salah satu solusinya adalah menentukan dengan peraturan perundang-undangan Jakarta  sebagai suatu megapolitan dan memperbesar kewenangan gubernur DKI jakarta, sehingga benar-benar selevel dengan menteri. *****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H