Pasal 26 ayat (7) dan (8):
(7) Dalam penyelenggaraan kewenangan dan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.
(8) Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 31: Gubernur mempunyai hak protokoler, termasuk mendampingi Presiden dalam acara kenegaraansesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan ketentuan Pasal 26 ayat 8 di atas adalah bahwa sebagai Ibukota NKRI maka persoalan dan kepentingan DKI Jakarta juga merupakan kepentingan negara secara nasional, oleh karena itu di dalam rapat-rapat kabinet tertentu yang membahas mengenai persoalan Ibukota, maka gubernur DKI Jakarta diperlukan pula kehadirannya.
Contoh: mengenai persoalan pembahasan penghentian secara permanen reklamasi Pulau G, pantai utara Jakarta, Presiden Jokowi sudah mengagendakan rapat kabinet terbatas untuk membahasnya bersama para menteri terkait. Di dalam agenda rapat kabinet terbatas itu dipastikan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta akan ikut hadir bersama para menteri terkait tersebut.
Yang dimaksud dengan ketentuan Pasal 31 tentang hak protokoler gubernur DKI Jakarta, misalnya di dalam acara-acara pelantikan pejabat tinggi negara oleh Presiden Jokowi di Istana Negara, maka Ahok sebagai Gubernur DKI biasanya juga turut diundang untuk menghadirinya bersama para menteri kabinet, seperti saat pelantikan Jendral Tito Karnavian sebagai Kapolri baru, pada 13 Juli lalu, dan pelantikan Suhardi Alius sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Istana Negara, pada 20 Juli lalu.
Jakarta sebagai Ibukota Negara dan Sebuah Megapolitan Harus Dipimpin oleh Gubernur Selevel Menteri
Dari ulasan tersebut di atas, maka tak diragukan lagi bahwa pernyataan Ahok bahwa status gubernur DKI Jakarta setara dengan menteri adalah benar, demikian juga ada dasar hukumnya. Meskipun tidak secara tegas menyebutnya seperti itu, tetapi secara tersirat Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia mengaturnya demikian.
DKI Jakarta dalam statusnya sebagaimana diulas di atas memang harus dipimpin oleh gubernur yang mempunyai kewenangan yang lebih luas dan kuat setara dengan menteri, apalagi Jakarta sekarang sudah berkembang sedemikian majunya dengan berbagai persoalan pelik khas sebuah megapolitan, ya, Jakarta sudah lebih tepat disebut sebagai suatu megapolitan daripada metropolitan.
Megapolitan adalah kota dengan ciri-ciri: