Dengan tertundanya sidang paripurna pada 17 Maret tersebut, berarti telah terjadi dua kali penundaan sidang karena tidak kuorum.
Pertama, tanggal 22 Februari, dan yang kedua 17 Maret. Yang 25 Februari tidak dihitung, karena dibatalkan sebelum sidang dimulai.
Berarti DPRD DKI tinggal punya satu kesempatan lagi untuk mengadakan sidang paripurna dengan agenda pengesahan kedua Raperda tersebut. Jika pada sidang paripurna ketiga itu, juga tidak mencapai kuorum, maka otomatis pembahasan tentang Raperda tersebut tidak bisa lagi dilanjutkan lagi. Harus dimulai dari awal lagi, kembali ke tingkat Komisi.
Ketentuan tersebut diatur di Tata Tertib DPRD DKI Nomor 1 Tahun 2014, Pasal 4, Ayat 90, yang berbunyi:
Apabila pada akhir waktu penundaan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat 3 kourum belum juga terpenuhi, pemimpin sidang dapat menunda paling lama tiga hari atau sampai waktu yang ditetapkan oleh Badan Musyawarah.
Dan, Pasal 5-nya, yang berbunyi:
Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 kourom sebagaimana dimaksud pada ayat satu belum juga terpenuhi, maka untuk pelaksaan hak angket dan hak menyatakan pendapat menetapkan peraturan daerah serta memberhentikan pemimpinan DPRD sidang tidak dapat mengambil keputusan dan sidang paripurna DPRD tidak dapat diulang lagi.
Diduga kuat tertunda-tundanya sidang paripurna Raperda tersebut ada kaitannya dengan sedang berlangsungnya perundingan antara pihak PT Agung Podomoro Land (APL) dengan pihak M Sanusi. Â
Dengan hanya tersisanya satu kali kesempatan sidang paripurna Raperda Zonasi dengan ancaman tidak kuorum lagi itu, membuat pihak APL panik. Jika sampai sidang yang ketiga itu juga tidak mencapai kuorum, maka semua pembahasannya dibatalkan, kembali lagi dari awal, mulai dari tingkat Komisi lagi. Akan semakin banyak waktu yang terbuang percuma, padahal setiap waktu adalah uang besar bagi APL.
Oleh karena itu mereka pun semakin intens menghubungi M Sanusi yang diduga mewakili kawan-kawannya di DPRD DKI, agar bagaimana caranya diupayakan semaksimal mungkin, jangan sampai sidang paripurna itu ditunda lagi, dan ketentuian tentang kewajiban kontribusi itu ditetapkan 5 persen.
Tentu saja semua itu tidak gratis, dan tidak murah, serta juga dibutuhkan M Sanusi dan kawan-kawannya itu, apalagi sejak Ahok menutup sumber utama penghasilan mereka dari pengadaan proyek-proyek siluman sejenis UPS itu.