[caption caption="PHL Suku Dinas Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Pusat Maryati atau Tuti berfoto bersama Gubernur Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota, Rabu 23/3/2016 (detik.com)"][/caption
Maryati alias Tuti (54) sudah 17 tahun bekerja sebagai Pekerja Harian Lepas (PHL) Pemiliharaan Jalur Hijau Jalan Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta. Â Dia bekerja di taman median Jalan Medan Merdeka Selatan, depan Monas dan Balai Kota. Ia sangat serius dan sepenuh hati menjaga taman itu. Jika ada warga yang membuang sampah sembarangan, buang air kecil di situ, Bu Tuti tidak segan-segan memarahi mereka. Jika bandel, sapu di tangan Bu Tuti pun ikut bicara, membuat pelakunya menghentikan perbuatan mereka.
Ia menjadi perhatian Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat diliput media daring, pada Selasa lalu (22/3) dengan berani mengusir para pengunjuk rasa yang membuang sampah dan merusak taman di depan Balai Kota yang selama ini dirawatnya.
Tuti lalu diundang Ahok untuk bertemu dan berdialog dengannya, di Balai Kota, Rabu, 23 Maret 2016. Sebelum mendengar laporan Tuti, Ahok menjamunya, makan sate dan soto bersama dengannya di kantor Ahok.
Ahok pun mendengar dengan seksama laporan  Tuti itu, mereka berdua berdialog dengan begitu cair, seolah-olah bukan antara seorang Gubernur dengan seorang tukang taman, tetapi antara dua sahabat.
Setelah mendengar laporan Tuti itu Ahok memberikan dia sebuah ponsel baru. Saat keluar dari Balai Kota, dengan bangga  Tuti menunjukkan kepada wartawan ponsel baru pemberian Ahok bermerek Samsung Galaxy J5 kepada wartawan. Di pasaran harga ponsel itu sekitar Rp 2,5 juta per unit.
Tetapi, rupanya pemberian Ahok itu bukan cuma-cuma, tapi ada pamrihnya!
Pamrih Ahok itu adalah pamrih yang positif.
Tentu saja karena ponsel itu merupakan suatu pemberian pribadi, bukan pinjaman, maka ponsel itu kini menjadi milik  Tuti sepenuhnya. Ahok hanya minta kepada  Tuti agar nanti jika ada orang yang masih buang sampah sembarangan, buang air kecil sembarangan, merusak tamannya, supaya mereka itu dipotret! Lalu hasil potret itu dikirim kepada Ahok. Nanti, bagian Ahok-lah yang menindak para pelanggar hukum itu.
Jika sampai Ahok yang bertindak, yang memarahi para pelanggar hukum itu, mereka tentu tidak bisa mengabaikannya seperti mereka mengabaikan  Tuti, mereka tidak mungkin berani melawan Ahok, karena selain Ahok memang sangat galak dan tak pernah mengenal kompromi soal yang begini-begini, juga yang terpenting adalah mereka telah melakukan pelanggaran hukum Perda tentang kebersihan lingkungan dan kota. Ahok mempunyai bukti berupa foto yang diperoleh dari  Tuti itu. Bila perlu Ahok publikasikan saja foto-foto itu.
Yang pasti juga Ahok tidak hanya akan memarahi orang-orang tidak tahu aturan itu, tetapi ia pasti dengan tegas ia akan menerapkan sanksi hukum yang terdapat Perda DKI tentang larangan buang sampah sembarangan, buang air kecil sembarangan, dan merusak aset Pemprov DKI. Minimal sanksi denda yang cukup besar akan dijatuhkan kepada orang-orang ini, sehingga mereka jera.
Diharapkan dengan demikian tak ada lagi warga yang berani membuat kotor dan rusak taman itu lagi. Selanjutnya diharapkan pula dengan demikian akan tumbuh kesadaran dari warga untuk selalu menjaga kebersihan kota, membuang sampah pada tempatnya, dan seterusnya.
Hal ini bukan hanya diharapkan terjadi di taman di depan Balai Kota yang dirawat  Tuti, tetapi juga akan menjalar ke semua taman di Ibu Kota, bukan hanya taman, tetapi di semua lahan di seluruh wilayah DKI Jakarta.
Dari kejadian ini kita bisa melihat bagaimana dahsyatnya pertemuan antara dua orang yang berbeda strata sosialnya  itu, tetapi keduanya punya integritas dan tanggung jawab yang besar terhadap masing-masing tugas dan kewajibannya. Tuti begitu sungguh-sungguh merawat dan bertanggung jawab terhadap taman yang dipercayakan pemerintah DKI kepadanya itu, sedangkan Ahok sebagai seorang Gubernur yang begitu menghargai integritas seorang tukan taman seperti  Tuti, ia pun menunjukkan keseriusannya dan kreatifitasnya dalam menjaga aset Ibu Kota itu, sehingga bisa muncul idenya untuk memberi apresiasi kepada Tuti berupa sebuah ponsel berkamera, sekaligus menjadikan  Tuti sebagai matanya di taman itu, dengan cara memotret setiap pelaku pelanggaran di sana. Dengan bukti potret itu, Ahok bisa langsung menindaknya secara hukum.
[caption caption="(Kompas.com)"]
Selain itu, Ahok tidak hanya mendengar  Tuti tentang taman Pemprov DKI yang dirusak masa pengunjuk rasa itu, tetapi juga menanyakan berbagai hal tentang kehidupan dan ekonomi Tuti, mengenai BPJS, tentang kehidupan sehari-harinya, dan sebagainya.
Ternyata, selama ini  Tuti belum mendapat BPJS. Maka, Ahok pun berjanji akan memberi BPJS gratis kepada  Tuti.
"Iya, saya kerja 17 tahun di dinas pertamanan, belum dapat BPJS. Dia (Ahok) jawab, lagi diproses," kisah Tuti kepada para wartawan.
Pada kesempatan itu Tuti juga bercerita kepada Ahok bahwa dia pernah punya sepeda motor, tetapi hilang dicuri. Ahok pun berjanji akan mengurus sepeda motor Bu Tuti yang hilang itu, Tuti diminta menyerahkan kepadanya surat tanda laporan kehilangan sepeda motor dari kepolisian.
"Baru pertama kali ada kejadian begini. Dari zaman dulu boro-boro. Saya kerja dilirik saja nggak. Senang sih Pak Ahok merhatiin kesejahteraan kita semua sampai BPJS saya ditanyain," kata  Tuti bangga.
Itulah Ahok, yang di balik sikapnya yang sangat tegas dan cenderung kasar itu, serta tidak pernah mengenal kata kompromi dan toleransi terhadap setiap pelanggaran hukum,  tetapi berhati lembut, dengan selalu memperhatikan kesejahteraan orang-orang kecil, pekerja keras, dan jujur seperti  Tuti itu. Sama dengan ketika ia juga telah berhasil mensejahteraan kehidupan tukang-tukang kebersihan kota, penjaga pintu air, dan lain-lain.*****
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H