Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Tour de Java" vs "Blusukan de Hambalang"

19 Maret 2016   13:46 Diperbarui: 19 Maret 2016   14:51 6957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Meme sindiran di Twitter"][/caption]

Mantan Presiden RI yang juga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY akhir-akhir ini kian sering mengritik kebijakan-kebijakan Presiden Jokowi, baik melalui akun Twitter kesayangannya, maupun melalui pidato-pidatonya di berbagai kesempatan.

Yang terbaru, dilakukan SBY melalui siaran persnya, pada 15 Maret 2016.

Di dalam siaran persnya itu SBY antara lain mengingatkan Jokowi agar tidak banyak membuat janji kepada rakyat. Pemerintah didesak mengerjakan program-program yang dampaknya nyata untuk warga.

SBY juga menasihati Jokowi, agar tidak membuang atau meninggalkan program yang pernah ia buat dahulu. Ganti namanya saja boleh, tetapi programnya jangan dihilangkan. Boleh juga dikembangkan dengan program-program yang baru, tetapi semuanya harus jelas.

Sebelumnya, awal Maret lalu, SBY bersama istrinya, Ani Yudhoyono juga melakukan kegiatan kunjungan ke masyarakat di empat provinsi di Pulau Jawa. Kunjungan itu dinamakan “Tour de Java.” Pada kesempatan itu, SBY juga melontarkan beberapa kritiknya kepada pemerintahan Jokowi.

Dalam suasana demikian, lalu beredar kabar bahwa Partai Demokrat berencana untuk mengusung Ani Yudhono sebagai calon presiden 2019, atau menjadi rival Jokowi di Pilpres tersebut. Jadi, apakah ini ada hubungannya dengan kegiatan SBY yang semakin rajin mengritik Jokowi itu dengan rencana mengusung istrinya itu maju di pilpres 2019 mendatang?

Tentu saja apa yang dilakukan oleh SBY, dan rencana – jika itu memang benar – Demokrat mengusung Ani Yudhono sebagai calon presiden melawan Jokowi di Pilpres 2019 itu sah-sah. Semua WNI berhak mencalonkan dirinya sebagai presiden (meskipun sebaiknya juga bisa mengukur diri sendiri), dan berhak mengritik pemerintah, apalagi SBY adalah mantan presiden dua periode, alias 10 tahun berturut-turut.

Tetapi dengan statusnya itu pula, kita jadi bertanya-tanya, kenapa justru cukup banyak program kerja pemerintah di masa pemerintahan SBY yang mandek, tidak pernah dikerjakan, dan bermasalah?

Selama 10 tahun apa yang dikerjakan SBY, sehingga mega proyek MRT, misalnya, tidak pernah dikerjakan sama sekali? Justru di masa pemerintahan Jokowi-lah mega proyek itu langsung tancap gas, hanya beberapa bulan setelah Jokowi menjabat sebagai Presiden RI, langsung dikerjakan.

Lalu, bagaimana dengan rencana pembubaran PT Pertamina Energy Trading Limited atau lebih dikenal dengan nama “Petral”, yang justru sempat dicanangkan pada 2006 (di masa pemerintahan SBY), tetapi tak pernah diwujudkan oleh Presiden SBY sampai akhir masa jabatannya?

Justru tak lama setelah menjadi Presiden, tepatnya pada 15 Mei 2015, Jokowi-lah yang tanpa ragu sedikitpun membubarkan anak usaha Pertamina yang sudah puluhan tahun diketahui umum sebagai sarang koruptor dan mafia terbesar di bidang perminyakan Indonesia itu.

Maksud SBY mengadakan “Tour de Java”, dan melakukan kritik-kritik kepada pemerintahan Presiden Jokowi itu, katanya, adalah demi menjadi penyeimbang dan pengingat kepada Jokowi agar selalu berada di jalur yang benar dalam menjalani pemerintahannya, fokus agar tidak melenceng dari kepentingan rakyat.

Juga agar rakyat selalu sadar dan kritis, tidak terhipnotis dengan pencitraan Jokowi yang didukung oleh media, sehingga seolah-olah Jokowi itu tidak pernah salah (sumber).

Namun, ternyata, justru SBY sendiri yang lupa sesuatu, saat ia melakukan kegiatan "Tour de Java"-nya itu.

SBY Lupa dengan "Maha Karya"-nya

SBY dan Ibu Ani Yudhoyono bersama rombongan dari Partai Demokrat itu giat dan bersemangat melakukan kunjungan di daerah-daerah di Jawa, termasuk Jawa Barat, tetapi rupanya SBY dan rombongannya dari Demokrat  lupa untuk melakukan kunjungan juga ke daerah yang tidak jauh dari kediamannya sendiri.

Apa itu?

Tidak lain, dan tidak bukan adalah bekas “maha karya” SBY sendiri, itulah mega proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat, bernilai Rp 1,2 triliun, yang terbengkalai, atau mangkrak sampai sekarang.

Mega proyek itulah yang juga dijadikan mega korupsi oleh para petinggi Partai Demokrat, mulai dari  (ketika itu) Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, anggota DPR dari Fraksi Demokrat Angelina Sondakh, Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum, dan Menteri Pemuda dan Olah Raga (Menpora), yang juga adalah kader Demokrat kesayangan SBY, Andi Alfian Mallarangeng bersama adiknya, Zulkarnain Mallarangeng.

Masa iya SBY, Ibu Ani, dan rombongan Partai Demokrat, peserta Tour de Java itu sampai bisa lupa sehingga melewati kunjungannya ke "kawasan bersejarah” di masa pemerintahan SBY sendiri itu?

Mungkin karena khawatir SBY memang lupa, maka pada Jumat kemarin (18/3), Presiden Jokowi yang melakukan kunjungan ke lokasi mega proyek mangkrak bernilai Rp. 1,2 triliun itu. Sekaligus juga secara tak langsung agar rakyat juga tidak terhipnotis dengan pencitraan yang sedang dibangun oleh SBY itu sehingga lupa dengan kasus Hambalang itu.

Roy Suryo Menyalahkan KPK

Roy Suryo, yang juga sempat menjadi Menpora menggantikan Andi Mallarangeng, kini Waketum Partai demokrat, tidak terima jika mega proyek di Hambalang, Bogor itu disebut mangkrak.

[caption caption="Roy Suryo ada di rombongan Tour de Java itu (Meme di Twitter)"]

[/caption]

Kata dia, ketika dia menjadi Menpora, pada 2013, dia sudah ingin melanjutkan pembangunan mega proyek tersebut, tetapi tidak bisa, karena KPK dan Komisi X DPR tidak mengizinkannya, dengan alasan karena mega proyek itu sedang bermasalah, sedang diperiksa kasus korupsinya oleh KPK.

"Dulu jelas bahwa KPK memberi catatan kepada pemerintah SBY saat itu dengan Menpora saat itu saya untuk tidak menyentuh atau meneruskan proyek Hambalang karena masih dalam proses hukum. Suratnya ada di DPR, di Komisi X,” katanya di Hotel Shangri-La, Surabaya, Jumat (18/3).

"Clear, bukan niat pemerintah saat itu membuat itu mangkrak, niat kami ingin meneruskan. Tidak perlu mengatakan ini mangkrak atau ini sisa-sisa penginggalan. Tidak baik karena Pak SBY juga dulu banyak sekali menyelesaikan proyek-proyek mangkrak, katanya (sumber).

[caption caption="(Twitter)"]

[/caption]

Salah satu bakal calon gubernur DKI Jakarta itu lupa satu hal substansial, bahwa seandainya saja tempo hari para koleganya di Demokrat itu tidak ramai-ramai melakukan korupsi di mega proyek itu, tentu saja KPK tidak akan hadir di sana. Jika tak ada korupsi di sana, tidak mungkin KPK melarang proyek itu dilanjutkan, proyek itu akan lancar-lancar progres pengerjaannya, dan pasti selesai dan menjadi salah satu prestasi hebat lagi di tangan SBY.

Namun itu tidak terjadi, karena SBY gagal mendidik dan mengawasi para anak buahnya itu: M Nazaruddin, Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, dan Andi Mallarangeng. Mereka korupsi, KPK turun tangan, proyek menjadi proyek bermasalah, mangkrak, dan para anak buahnya itu semua masuk penjara.

Mega proyek itu memang harus dihentikan karena terkena kasus hukum (korupsi) yang dilakukan oleh para petinggi Demokrat atau para kolega Roy Suryo itu. Jika tidak ada korupsi di situ, maka proyek itu tidak mungkin mangkrak, jadi hendaklah Roy Suryo itu jangan menggunakan logika jungkir balik untuk menyangkal kenyataan tersebut.

Terjadinya mega korupsi di mega proyek itu juga merupakan bukti pula bahwa SBY dan Demokrat telah gagal total, bahkan dibuat malu dengan slogannya sendiri, yang sempat terenal di kala itu, yaitu “Gelengkan Kepala, dan Katakan TIDAK pada korupsi!”

Bumerang

Presiden Jokowi yang melakukan kunjungan ke lokasi mega proyek sempat terkaget-kaget melihatnya, rumput ilalang sudah tumbuh tinggi menutup sebagian bangunan di proyek itu, lumut hitam pun memenuhi tiang-tiang dan dinding-dinding bangunan-bangunan setengah jadi itu,  tumpukan barang-barang rusak di suatu ruangan, kompleks itu kini praktis telah berubah  menjadi  "sarang hantu terbesar di dunia", dan  uang negara sebesar Rp 1,2 triliun menjadi sia-sia di sini. 

[caption caption="(Twitter)"]

[/caption]

[caption caption="(Twitter)"]

[/caption]

Setelah melihat secara langsung ke lokasi itu, Jokowi mempunyai rencana untuk melanjutkan pembangunannya. Hal ini dimungkinkan karena KPK kini sudah tidak lagi melarang jika mega proyek itu hendak dilanjutkan pengerjaannya, karena proses hukum berkaitan langsung dengan mega proyek itu sudah selesai.

Dengan demikian, "maha karya" SBY yang mangkrak itu, kini justru akan menambah poin prestasi pemerintahan Jokowi lagi, dibandingkan dengan SBY.

Jika Tour de Java-nya SBY bermaksud untuk menyerang kepimpinan Jokowi, maka itu berarti maksud tersebut gagal total, bahkan berbalik menjadi bumerang bagi kubunya. Para netizen pun dengan bersemangat, dengan daya kritis dan kreatifitanya pun membuat berbagai meme sindiran membandingkan "Tour de java" dengan "Blusukan di Hambalang" seperti yang saya sertakan sebagian di sini.

[caption caption="(Twitter)"]

[/caption]

[caption caption="(Koran KOMPAS, 19/3/2016)"]

[/caption]

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun