Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ridwan Kamil Mundur, Kita Tak Jadi Kehilangan Salah Satu Pimpinan Terbaik

1 Maret 2016   12:38 Diperbarui: 1 Maret 2016   13:11 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="(Tempo.co)"][/caption]

Keputusan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil alias Emil untuk tidak ikut Pilkada DKI Jakarta 2017 adalah putusan yang sangat tepat. Sebelumnya, rupanya, dia agak bimbang juga, antara ikut atau tidak.

Meskipun, Partai Gerindra sudah mengiming-iming untuk mendukungnya, Emil lebih percaya suara rakyat, suara keluarganya, dan suara hatinya sendiri. Maka itu, diam-diam dia mengadakan survei internal untuk mendengar suara rakyat, terutama warga Bandung, juga Jakarta, apakah mereka menghendakinya untuk maju di Pilkada DKI Jakarta 2017 itu, ataukah tidak

Hasilnya, lebih dari 90 persen suara warga tidak menghendaki Emil ikut di Pilkada DKI 2017 dengan berbagai alasan. Mayoritas ingin dia tetap di Bandung, karena Bandung masih membutuhkannya, alasan lain agar pimpinan-pimpinan yang baik tersebar di sebanyak mungkin kota. Ahok di Jakarta, Emil di Bandung, Tri Risma di Surabaya, dan seterusnya.

Di Face Book dan di Instagram-nya pun sama saja, lebih dari 90 persen pengikutnya tidak sudi jika Emil hijrah ke DKI Jakarta.

Suara hati Emil pun berkata demikian, maka tiada pilihan lain, selain dengan suara mentap, saat mengadakan konferensi pers khusus untuk mengumumkan keputusannya itu, di Balai Kota Bandung, Jalan Wastu Kencana, Bandung, Senin, 29 Februari 2016, Emil mengatakan bahwa dia memutuskan untuk tidak ikut di PIlkada DKI Jakarta, ia akan tetap mengurus Bandung, karena warga Bandung sudah merasa cocok dengan gaya kepimpinannya.

“... Silakan lanjutkan proses pemilihan gubernur 2017 tanpa saya. Saya doa kan warga Jakarta bisa memilih gubernur yang cocok, ya, yang pas dengan kapasitas di Jakarta. Saya meilihat Indonesia ini bisa hebat tanpa harus semua mesti berkumpul di Jakarta. Kalau yang bagus-bagus, yang amanah itu, bisa tersebar merata, di Jawa, di Sumatera, ... saya kira Indonesia bisa juara. ...” demikian sebagian pernyataan Emil tentang tidak ikutnya dia di Pilkada DKI Jakarta 2017.

Sebelum Emil melakukan survei internal tersebut di atas, yang nota bene mencakup responden yang terbatas pada mereka yang sudah pasti mendukungnya, sudah cukup banyak survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei independen terpercaya mengenai elektabilitas tokoh-tokoh yang punya potensi di Pilkada DKI 2017 itu.

Hasilnya nama Ahok selalu mengungguli siapa pun juga dengan selisih angka yang sangat jauh. Emil adalah satu-satunya tokoh yang selalu berada di urutan kedua, dengan selisih yang tidak terlalu jauh dibandingkan tokoh yang lain. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, tingkat elektabilitas Ahok terus meningkat, sebaliknya Emil relatif tetap, bahkan agak menurun.

Dengan kata lain, jika Pilkada diselenggarakan sekarang, dengan peserta calon gubernurnya adalah tokoh-tokoh tersebut, maka Ahok-lah yang menang.

Contoh terbaru adalah hasil survei yang dilakukan oleh Populi Center pada Februari 2015, yang diumumkan pada 22 Februari lalu, di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, hasilnya elektabilitas Ahok mencapai 59 persen, sedangkan Emil yang berada di urutan kedua 25,5 persen.  Sisanya,  11,5 persen suara yang menyatakan ragu-ragu dan 4 persen tidak menjawab.

Dibandingkan dengan pada Desember 2015, suara untuk Ahok 47,2 persen, sedangkan untuk Emil 24 persen. Sedangkan 23,5 persen menjawab tidak tahu, dan 5,2 persen tidak menjawab.

Dari berbagai hasil survei seperti yang diumumkan oleh Populi Center seperti ini, juga ditambah dengan hasil survei internal Emil, dan suara puluhan ribu netizen tersebut di atas, maka jika kita mau realistis, di atas kertas, meskipun Emil merupakan pesaing Ahok yang paling kuat, jika keduanya benar-benar bertarung, Ahok masih tetap lebih unggul. Meskipun mungkin saja, kemenangan Ahok itu akan diperoleh dengan selisih angka yang tipis. Seperti yang digurau Ahok, “Dengan Kang Emil, gue nyaris kalah aja!”

Berdasarkan pemikiran ini, maka keputusan Emil untuk tidak ikut bertarung di Pilkada DKI 2017 tersebut memang selain realistis juga merupakan suatu keputusan yang tepat yang bermanfaat bagi bangsa ini, dikarenakan negara ini memang membutuhkan banyak pimpinan daerah yabg berkwalitas tinggi seperti, tersebar ke sebanyak mungkin wilayah.

Jika Emil dengan Ahok bertarung, maka sudah pasti bangsa ini akan kehilangan salah satu pimpinannya yang sangat bernilai tinggi. Bila Ahok yang menang, maka bangsa ini kehilangan Emil, karena ia tidak mungkin lagi ikut di Pilkada Bandung, atau Pilkada Jawa Barat pada periode yang sama. Demikian juga dengan jika Emil yang menang, maka bangsa ini akan kehilangan Ahok.

Bagi Emil sendiri, berlakulah peribahasa: “Mengharapkan hujan di langit, air di tempayan dicurahkan.” Padahal hujannya belum tentu turun, atau bahkan ternyata tidak turun. Yang artinya mengharapkan sesuatu yang belum pasti, yang sudah pasti, yang sudah ada di tangan disia-siakan, atau dibuang.

Kesempatan untuk menang, menjadi gubernur DKI Jakarta, bagi Emil adalah sesuatu yang belum pasti, -- apalagi dengan tingkat elektabilitas menurut hasil berbagai survei selama ini yang selalu menunjukkan dia kalah dibandingkan dengan Ahok. Sebaliknya, peluang dia untuk terpilih kembali menjadi Wali Kota Bandung, bahkan gubernur Jawa Barat sangat besar, angka 90 persen kemenangan bukan sesuatu yang sulit dicapai.

Sama dengan Ahok di DKI Jakarta, Emil di Bandung, bahkan di Jawa Barat, sampai saat ini belum ada lawannya yang sepandan, jika Pilkada dilaksanakan sekarang.

Jika Emil ikut di Pilkada DKI Jakarta 2017, maka peluangnya untuk ikut dan menang di Pilkada Bandung, atau Pilkada Jawa Barat itu pun lenyap. Kalau dia kalah di Pilkada DKI, maka Emil pun “habis”, kita juga kehilangan pimpinan daerah yang berkwalitas tinggi itu. Paling tidak harus menunggu lagi 5 tahun kemudian, yang situasi sosial dan politiknya belum bisa diramalkan akan bagaimana. Dalam kurun waktu itu nama dan popularitas Emil sebagai rakyat biasa pun akan perlahan namun pasti sirnah.

**

Keputusan Emil untuk tidak ikut bersaing dengan Ahok di Pilkada DKI 2017 itu, sebenarnya selaras dengan kehendak Presiden Jokowi. Bahkan menurut Emil, Jokowi juga pernah berpesan kepadanya bahwa sesungguhnya Jokowi tidak menghendaki dia dengan Ahok bertarung di Pilkada DKI 2017 itu, karena menurut Jokowi, Emil dan Ahok sama-sama merupakan pimpinan daerah yang sangat baik. Jika keduanya bertarung, maka sudah pasti salah satunya kalah, dan bangsa ini kehilangan salah satu pimpinan terbaiknya.

"Beliau (Jokowi) melihat saya dan Pak Ahok ini adalah pemimpin daerah yang diapresiasi. Dan sebaiknya tidak bertanding. Nanti bila salah satu kalah dan tidak berguna bagi bangsa dan negara. Itu sebabnya, nasihat bijak beliau sangat saya pahami", kata Emil.

Ahok mengaku, dia juga pernah mendengar pesan yang sama dari Jokowi.

"Pak Jokowi kan konsepnya mengumpulkan orang-orang baik di tiap-tiap kota dan kabupaten. Beliau ingin sekali di tiap kota kabupaten ada orang-orang bagus yang bekerja untuk kotanya. Itu konsepnya Pak Jokowi saat ini," kata Ahok kepada wartawan di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Senin (29/2/2016).

"Kita bisa saling belajar, kota-kota penting kan tentu Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung. Kota-kota ini bisa saling belajar," tambah Ahok.

Ini adalah paradigma berpikir yang berasal dari visi dan misi pimpinan tipikal negarawan yang benar-benar perduli terhadap kepentingan dan masa depan bangsa dan negara, tidak semata-mata demi mengejar kedudukan dan jabatan yang setinggi-tingginya demi memenuhi ambisi pribadinya, kelompok, maipun parpol-nya. *****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun