Dibandingkan dengan pada Desember 2015, suara untuk Ahok 47,2 persen, sedangkan untuk Emil 24 persen. Sedangkan 23,5 persen menjawab tidak tahu, dan 5,2 persen tidak menjawab.
Dari berbagai hasil survei seperti yang diumumkan oleh Populi Center seperti ini, juga ditambah dengan hasil survei internal Emil, dan suara puluhan ribu netizen tersebut di atas, maka jika kita mau realistis, di atas kertas, meskipun Emil merupakan pesaing Ahok yang paling kuat, jika keduanya benar-benar bertarung, Ahok masih tetap lebih unggul. Meskipun mungkin saja, kemenangan Ahok itu akan diperoleh dengan selisih angka yang tipis. Seperti yang digurau Ahok, “Dengan Kang Emil, gue nyaris kalah aja!”
Berdasarkan pemikiran ini, maka keputusan Emil untuk tidak ikut bertarung di Pilkada DKI 2017 tersebut memang selain realistis juga merupakan suatu keputusan yang tepat yang bermanfaat bagi bangsa ini, dikarenakan negara ini memang membutuhkan banyak pimpinan daerah yabg berkwalitas tinggi seperti, tersebar ke sebanyak mungkin wilayah.
Jika Emil dengan Ahok bertarung, maka sudah pasti bangsa ini akan kehilangan salah satu pimpinannya yang sangat bernilai tinggi. Bila Ahok yang menang, maka bangsa ini kehilangan Emil, karena ia tidak mungkin lagi ikut di Pilkada Bandung, atau Pilkada Jawa Barat pada periode yang sama. Demikian juga dengan jika Emil yang menang, maka bangsa ini akan kehilangan Ahok.
Bagi Emil sendiri, berlakulah peribahasa: “Mengharapkan hujan di langit, air di tempayan dicurahkan.” Padahal hujannya belum tentu turun, atau bahkan ternyata tidak turun. Yang artinya mengharapkan sesuatu yang belum pasti, yang sudah pasti, yang sudah ada di tangan disia-siakan, atau dibuang.
Kesempatan untuk menang, menjadi gubernur DKI Jakarta, bagi Emil adalah sesuatu yang belum pasti, -- apalagi dengan tingkat elektabilitas menurut hasil berbagai survei selama ini yang selalu menunjukkan dia kalah dibandingkan dengan Ahok. Sebaliknya, peluang dia untuk terpilih kembali menjadi Wali Kota Bandung, bahkan gubernur Jawa Barat sangat besar, angka 90 persen kemenangan bukan sesuatu yang sulit dicapai.
Sama dengan Ahok di DKI Jakarta, Emil di Bandung, bahkan di Jawa Barat, sampai saat ini belum ada lawannya yang sepandan, jika Pilkada dilaksanakan sekarang.
Jika Emil ikut di Pilkada DKI Jakarta 2017, maka peluangnya untuk ikut dan menang di Pilkada Bandung, atau Pilkada Jawa Barat itu pun lenyap. Kalau dia kalah di Pilkada DKI, maka Emil pun “habis”, kita juga kehilangan pimpinan daerah yang berkwalitas tinggi itu. Paling tidak harus menunggu lagi 5 tahun kemudian, yang situasi sosial dan politiknya belum bisa diramalkan akan bagaimana. Dalam kurun waktu itu nama dan popularitas Emil sebagai rakyat biasa pun akan perlahan namun pasti sirnah.
**
Keputusan Emil untuk tidak ikut bersaing dengan Ahok di Pilkada DKI 2017 itu, sebenarnya selaras dengan kehendak Presiden Jokowi. Bahkan menurut Emil, Jokowi juga pernah berpesan kepadanya bahwa sesungguhnya Jokowi tidak menghendaki dia dengan Ahok bertarung di Pilkada DKI 2017 itu, karena menurut Jokowi, Emil dan Ahok sama-sama merupakan pimpinan daerah yang sangat baik. Jika keduanya bertarung, maka sudah pasti salah satunya kalah, dan bangsa ini kehilangan salah satu pimpinan terbaiknya.
"Beliau (Jokowi) melihat saya dan Pak Ahok ini adalah pemimpin daerah yang diapresiasi. Dan sebaiknya tidak bertanding. Nanti bila salah satu kalah dan tidak berguna bagi bangsa dan negara. Itu sebabnya, nasihat bijak beliau sangat saya pahami", kata Emil.