Jika sudah ada Undang-Undangnya, maka aset yang dimiliki oleh mereka  didakwa melakukan suatu kejahatan seperti korupsi, pencucian uang, penyelundupan, narkoba, dan sebagainya, dapat dirampas untuk negarasekaligus menutup peluang pengamanan aset dan pengirimannya ke luar negeri.
Perampasan aset itu bisa bersifat sementara, bisa bersifat tetap.
Bersifat sementara adalah saat proses hukum masih berlanjut, tetapi aset yang diduga ada kaitannya dengan kejahatan itu sudah dapat dirampas, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pengamanan aset (ke luar negeri) oleh para pelaku kejatan itu. Jika kelak kejahatan yang didakwa kepada mereka itu tidak terbukti, maka aset itu baru bisa dikembalikan.
Bersifat tetap, jika kejahatan yang didakwakan kepada mereka itu terbukti, dan vonis hakim sudah bersifat "Inkracht van gewijsde", atau vonis hakim terhadap kasus itu sudah berkekuatan hukum tetap, karena tidak ada lagi upaya hukum lain yang lebih tinggi yang dilakukan terdakwa.
Pada kondisi ini, Undang-Undang Perampasan Aset itu bisa dijadikan dasar hukum pula untuk memiskinkan terpidana korupsi. Sesungguhnya, yang paling ditakutkan para koruptor itu bukan hukuman penjaranya, tetapi pemiskinan terhadap mereka. Semua asetnya yang tidak bisa diabuktikan diperolehnya secara sah, dirampas seluruhnya untuk negara. Undang-Undang ini akan sangat efektif untuk memiskinkan para koruptor kita.
Namun, dari semua pembahasan tersebut di atas, pertanyaan besar yang patut dilontarkan adalah: Mungkinkah DPR melakukan semua yang diserukan di atas? Apalagi dengan semangat berkobar-kobar sebagaimana yang mereka tunjukkan saat hendak merevisi UU KPK, demi memperlemahkan KPK, melindungi (aset) koruptor. *****
Â
Sumber berita:
Koran Kompas, Minggu, 21 Februari 2016, dan Senin, 22 Februari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H