DPR masih belum bisa merima dengan penggeledahan yang dilakukan KPK yang menyertai pengawalan Brimob bersenjata laras panjang, di kompleks parlemen, Jumat, 15 Januari 2016 lalu, yang sempat dirintangi oleh Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS Fahri Hamzah, sehingga memicu adumulut sengit antara dirinya dengan penyidik KPK bernama Christian itu.
Kapolri sudah dipanggil Komisi III DPR, untuk diminta klarifikasi penyertaan Brimob bersenjata laras panjang itu, dan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti sudah memberi jawaban bahwa penyertaan pengawalan Brimob bersenjata untuk mengawal penyidik KPK yang sedang menjalani tugasnya itu sudah sesuai dengan KUHAP, UU KPK, maupun SOP Polri.
Badrodin menjelaskan, Brimob menjalankan tugas pengawalannya sesuai dengan KUHAP, UU KPK, dan SOP Polri, dan bahwa senjata merupakan bagian organik dari polisi manapun termasuk Brimob saat bertugas, tak mungkin polisi bertugas tanpa membawa senjata.
Namun entah karena memang dasarnya bebal, atau apa, saat rapat perdana pimpinan KPK dengan Komisi III, Rabu (27/1/2016), yang seharusnya dipakai untuk membahas tentang revisi UU KPK, beberapa anggota Dewan itu memanfaatkan kesempatan itu untuk mencecar lagi Pimpinan KPK tentang insiden 15 Januari itu.
Anggota Fraksi PDIP Herman Hery mengatakan kepada Pimpinan KPK, penggeledahan KPK itu terlalu mengundang perhatian media. Seharusnya, katanya, proses penggeledahan bisa dilakukan diam-diam, termasuk tidak menggunakan senjata di kompleks parlemen. “Silakan KPK lakukan tugasnya secara profesional. Jangan lakukan festivalisasi,” katanya.
Padahal, justru yang memicu pertama kali perhatian media adalah Fahri Hamzah sendiri dengan ulah arogannya itu. Andaikata ia tidak merintangi penyidik KPK yang sedang menjalankan tugasnya itu dengan mempersoalkan Brimob bersenjata laras panjang, menghardik penyidik KPK dengan nada tinggi, sehingga memicu emosi Christian, penyidik KPK itu, maka pasti tugas penggeledahan itu bisa berjalan lancar tanpa diliput media secara gegap gempita seperti yang sudah terjadi itu.
Entah karena bebal, ataukah karena apa, kenapa anggota-anggota DPR jenis ini masih saja, terus-menerus, berulang kali mempersoalkan Brimob dengan senjatanya itu? Kapolri sudah menjelaskan, baik di ruang publik, maupun di Komisi III langsung beberapa hari lalu, bahwa semua itu sudah sesuai dengan Undang-Undang dan SOP Polri, tetapi kok masih terus ditanya dan dipersoalkan?
Mau polisi (Brimob) menjalankan tugas pengawalannya itu tanpa senjata? Apakah Herman Hery dan kawan-kawannya itu mau samakan Brimob dengan hansip atau satpol pp? Satpam saja saat bertugas dilengkapi dengan pistol, kok.
Seharusnya permasalahannya sudah selesai, karena sudah jelas, tapi kenapa kok masih terus diperpanjang-panjang?
Jadi, sebenarnya yang melakukan festivalisasi itu, siapa?