Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

(Larangan Ojek) Hukum untuk Manusia, Bukan Manusia untuk Hukum

19 Desember 2015   23:57 Diperbarui: 20 Desember 2015   11:08 1230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kemajuan teknologi di bidang transportasi tidak bisa dihindarkan. Jika ada kreativitas ekonomi berbasis teknologi, jangan dilarang. Aturan yang ada disesuaikan dengan perkembangan itu," tuturnya.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan Perkasa Roeslani pada Rapat Pimpinan Kadin Sumatera Utara di Medan menyebutkan, selama 2015, angkutan berbasis aplikasi membukukan investasi 250 juta dollar AS. Industri ini juga menyerap 250.000 tenaga kerja. Oleh karena itu, pemerintah semestinya menata, bukan melarang. Apalagi, industri digital cukup berkembang dan cocok dikembangkan di Indonesia.

Sedangkan, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menawarkan solusi bagi angkutan yang bermitra dengan perusahaan aplikasi agar bisa dilakukan uji kelayakan kendaraan (KIR).

"Agen pemegang merek harus menyediakan pelayanan supaya bisa KIR di tempat. Setelah itu, kendaraan akan ditempeli stiker, harus ada asuransi, dan bayar pajak," ujar Ahok.

Perlukah Revisi UU LLAJ?

Dengan megikuti cara berpikir Ignasius, bahwa karena sepeda motor tidak disebutkan sebagai alat trasportasi umum di dalam Undang-Undang lalu Lintas dan Angkutan Jalan 2009 itu, maka harus dilarang, maka apakah toko-toko daring yang mengalami pertumbuhan yang jauh lebih dahsyat lagi itu seharusnya dilarang pula? Karena sampai hari ini undang-undang hanya mengatur tentang toko-toko konvensional.

Peraturan pemerintah/menteri tentang toko dan transkasi daring itu sudah ada, untuk mengisi kekosongan hukumnya, berupaya untuk mengakomadsi kebutuhan masyarakat yang semakin tergantung dengan teknologi internet, sekaligus menetapkan beberapa peraturan untuk melindungi para pihak, terutama konsumen yang biasanya selalu dalam posisi lebih lemah. Tak lama lagi, akan lahir pula undang-undangnya.

Di dalam penjelasannya tentang alasan pelarangan tersebut yang dibacakan oleh Djoko Sasono, Ignasius menyatakan: pengoperasian ojek dan uber taksi tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.

"Ketentuan angkutan umum adalah harus minimal beroda tiga, berbadan hukum dan memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum," kata Djoko.

Djoko mengaku pihaknya tidak masalah dengan bisnis "start-up" (pemula) namun menjadi bermasalah apabila menggunakan angkutan pribadi untuk angkutan umum yang tidak berizin dan tidak memenuhi ketentuan hukum.

"Apapun namanya, pengoperasian sejenis, Go-Jek, Go-Box, Grab Bike, Grab Car, Blue Jek, Lady-Jek, dilarang," tegas Djoko (cnn.com), tentu saja

Ignasius Jonan mengatakan sendiri alasan larangannya itu, yaitu karena, "Hal ini melanggar undang-undang. Ini bukan soal aplikasi, melainkan sarana transportasinya," ucap dia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun