Pengetahuan terhadap perkembangan sosial di masyarakat itu sangat penting bagi pejabat tinggi negara seperti Ignasius, agar dapat pula mengambil kebijakan-kebijakan yang aspiratif sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
Presiden Jokowi sendiri menyadari hal itu, maka itu tak heran, betapa dia begitu antusias dan mengapresiasi keberadaan media sosial seperti Kompasiana. Ketika tak bisa memenuhi undangan di Kompasianival 2015, dia malah mengundang balik 100 kompasianer yang datang ke Istana Negara, dalam acara khusus santap siang bersama sekaligus mendengar curhat beberapa penulis Kompasiana, dan juga memberi wejangannya terhadap mereka yang aktif menulis di media sosial agar benar-benar berguna bagi masyarakat, dan pembangunan bangsa dan negara.
Selain itu, Jokowi juga punya akun resmi Twitter dan Facebook.
Semua kegiatannya yang berkaitan dengan media sosial itu demi bisa mengetahui aspirasi dan perubahan-perubahan sosial di dalam masyarakat. Maka itulah, Jokowi begitu tanggap dengan keberadaan moda transportasi berbasis aplikasi seperti Go-Jek, dan lain-lain itu. Dia pun sempat mengundang mereka santap siang bersama juga di Istana Negara.
Herannya, justru Ignasius Jonan melakukan hal yang sebaliknya, mau melarang Go-Jek, dan sejenisnya itu, dengan alasan menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sepeda motor tidak termasuk angkutan umum. Sementara itu sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat, mereka malah membutuhkan moda transportasi berbasis aplikasi seperti Go-Jek. Masyarakat yang kian melek dengan teknologi internet begitu merasa bermanfaat, efektif dan efesiennya menggunakannya.
Hukum Statis, Masyarakat Dinamis
Mungkin karena Ignasius tidak akrab dengan media sosial, dan kurang punya kreatifitas dan inovasi, maka cara berpikirnya itu terlalu terpaku kepada ketentuan yang ada di Undang-Undang. Padahal, setiap produk undang-undang itu sifatnya statis, sebaliknya masyarakat itu sangat dinamis, apalagi di zaman seperti sekarang ini, ketika perkembangan teknologi (internet) sudah sedemikian pesat dan akrab dengan masyarakat.
Masyarakat urban itu suka kepada efektivitas dan efisiensi, maka itu pula seiring dengan perkembangan teknologi internet, inovasi, dan kreativitas, yang bisa dikaitkan dengan hampir semua kebutuhan masyarakat moderen, seperti internet banking, toko dan belanja daring (on-line), dan moda transportasi berbasis aplikasi, yaitu Go-Jek, dan teman-temannya itu, masyarakat merasa begitu membutuhkannya.
Ignasius Jonan seolah-olah tidak mengetahui fenomena sosial ini, ia masih berpikir semuanya harus berdasarkan undang-undang. Kalau undang-undang sudah mengatakan demikian, maka tidak boleh dilanggar, tidak boleh bergeser sedikitpun, dengan alasan apapun. Seolah-olah manusia menjadi robot di bawah undang-undang.
Ignasius harus mengerti bahwa hukum (undang-undang) itu dibuat untuk manusia, bukan sebaliknya, bukan manusia untuk hukum. Undang-undang itu statis, sedangkan masyarakat itu sangat dinamis, terlebih-lebih di era serba teknologi tinggi ini.
Hukum (dalam artian undang-undang) memang berfungsi untuk mengatur ketertiban, keteraturan, keadilan, dan kepastian hukum di dalam masyarakat, ia dapat dengan sifatnya yang memaksa mengatur masyarakat agar berperilaku sebagaimana diinginkan pembuat undang-undang sesuai dengat budaya dan adat-istiadat yang berlaku di masyarakat itu, tetapi karena sifatnya tertulis, maka hukum juga sering tertinggal di belakang dinamisasi masyarakat (perubahan sosial). Maka itulah diperlukan adalanya interaksi perubahan sosial dengan perubahan hukum agar selalu bisa mengakomodasikan kebutuhan masyarakat dengan tetap menjaga unsur-unsur terpenting di dalam hukum itu sendiri, yaitu ketertiban, keteraturan, keadilan, dan kepastian itu.
Apabila hukum sedemikian tertinggal dengan perubahan sosial dan kebutuhan akan hal-hal baru di dalam masyarakat, sedangkan belum ada undang-undangnya, atau tidak termasuk klasifikasi dari undang-undang terkait, sehingga terjadi semacam “kekosongan hukum”, maka pejabat negara berwenang harus bisa melihat manakah yang lebih penting, kebutuhan masyarakat itu ataukah penegakan hukum berdasarkan undang-undang yang sebetulnya sudah ketinggalan zaman itu.